Share

Bab 10. Hari Terakhir Pengenalan Sekolah

Akhirnya bel pulangan berbunyi, Valencia bergegas pulang ke rumah. Namun saat di parkiran dia melihat Jordi, sedangkan  Bulan disamping-Nya. Seakan memaksa untuk di antar pulang, merasa itu kesempatan buat Jordi.

Valencia segera mengirim pesan singkat, yang isinya bahwa dia sudah pulang naik angkutan umum. Di pesan terakhirnya Valencia meminta maaf sengaja dia begitu agar Jordi bisa menuruti Bulan. 

“Val, mau kamu apa?” pekik Jordi kesal. “Ayo Bulan, naik saya antar. Tetapi hanya sekali ini, besok-besok biar kamu berdiri di situ, akan saya biarkan,” ucap Jordi kesal.

Namun Bulan tidak ambil pusing soal itu, yang penting dia bisa pulang bareng Jordi dan jadi sorotan para kaum Hawa di sekolah itu. 

Melihat Jordi sudah jauh, suasana sekolah juga mulai sepi. Barulah Valencia keluar dari tempat dia bersembunyi, langkahnya sedikit gontai. Ada penyesalan membiarkan sahabatnya itu pergi dengan Bulan, hingga saat ini  dia belum mendapatkan angkutan umum. 

Sedangkan di sekolah sudah bisa di hitung jari siswa yang tersisa, rata-rata dari mereka memiliki kendaraan pribadi. Ketika Valencia duduk di bawah pohon memainkan kakinya di atas pasir, seseorang menghampiri dan duduk tepat disebelah-Nya. 

“Tumben belum pulang?” tanya seorang Pria yang suaranya familier beberapa hari di telinga Valencia, sontak dia menoleh ke arah suara itu berasal. Pria itu tersenyum ramah, sangat berbeda dengan pertemuan-pertemuan sebelumnya. 

Namun Valencia sudah tidak menaruh simpatik dengannya, dengan ketus dia menjawab, “Apa pedulimu, aku mau bermalam disekolah atau mau  disini saja,” celetuknya ketus. 

“Hem ya sudah, kalau masih mau disini. Jangan salahkan saya misalnya suatu saat, ada preman atau orang gila menghampirimu. Karena, saya adalah siswa terakhir yang keluar dari sekolah ini,” ujar Farhan. 

Ada perasaan takut di hati Valencia tetapi, ada rasa ego tidak ingin di ganggu pria di hadapannya ini. “Terus kalau aku peduli sama ucapan kamu, apa kamu bakalan temani aku sampai dapat kendaraan?” tanya Valencia. 

“Aku antar pulang saja, kalau menunggu angkutan umum ini sudah hampir sore. Aku takut sudah tidak ada kendaraan yang melintas disini. Valencia berpikir sejenak mendengar perkataan Farhan, dalam benaknya pria itu memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan.

“Jangan-jangan kamu sengaja ya menakutiku, kamu mau ....” Kata-katanya terhenti, setelah melihat Farhan menaiki motornya mau meninggalkan dia. “Eh, iya aku ikut. Jangan macam-macam tapi ya,” pintanya. 

Akhirnya Valencia menaiki motor Farhan, Pemuda itu melaju menyusuri kota Palopo menuju alamat yang di berikan Valencia. Ketika di tikungan sengaja dia mengerem mendadak sehingga tubuh Valencia terjerembap tepat di punggungnya dan wajahnya mengenai helm Farhan.

“Aw!” jeritnya.

“Pegangan biar enggak kena helmku lagi,” ujar Farhan sembari menarik lengan Valencia melingkar di pinggangnya.

Ada perasaan desir yang berbeda, tidak sama saat dia berboncengan dengan Jordi. 

Kali ini perasaan canggung di barengi dengan degup jantung yang tidak beraturan.

Mau melepaskan genggaman itu tetapi Farhan memegangnya erat. Akhirnya Valencia terpaksa berpegangan.  Badannya tersandar di punggung  yang atletik itu, semilir angin menerpa wajahnya seakan  menyetujui adegan ini.

Kejadian yang hampir sama dengan kisah romantis di fil yang sering di tonton Valencia. Sepanjang jalan gadis itu berharap semoga tidak segera sampai, harapan yang sangat konyol buat gadis seusia dia. “Sudah sampai,” ucap Farhan.

Tetapi Valencia masih memeluknya. Sehingga Farhan tersenyum, sebenarnya dalam hati Pemuda itu merasa senang dengan posisi seperti ini. Entah mengapa menurut dia Valencia berbeda dengan gadis-gadis yang sering mengejarnya. 

Bahkan biasanya dia merasa tidak nyaman, tetapi dengan Valencia seakan ada perasaan dekat dan sangat akrab. Seperti sesuatu kerinduan yang baru ketemu lagi. 

Begitu juga dengan Valencia, perasaannya seakan memeluk seseorang yang sangat dia dambakan sejak kecil. Memeluk sosok Farhan seakan mewakili perasaan hampa di dalam dirinya. 

“Ehem ....” dehem Farhan, Pria itu merasa bingung ingin tetap di peluk seperti itu. Tetapi mata seseorang di kejauhan seakan mengawasi gerak-geriknya. 

Valencia belum juga sadar hingga suara Darno memecah suasana. “Nduk sudah sampai, enggak enak masa cucu kakek memeluk cowok enggak lepas-lepas,” tegurnya. Valencia menyadari hal itu buru-buru melepas pegangannya. 

“Ma—af ya, aku pikir masih jauh. Tadi aku takut tertabrak lagi di helm kamu,” kilahnya merasa malu. Darno hanya tersenyum melihat ulah cucunya yang salah tingkah. 

Akhirnya Valencia masuk ke dalam rumah bersama Darno, di gandeng lengan lelaki tua itu sedikit bermanja dengan kakeknya. 

“Bunda sudah pulang Kek?” tanyanya tanpa memedulikan, Farhan yang masih setia memandangi langkahnya dari kejauhan. 

“Lelaki tadi siapa Val?” tanya Kakek. “Oh dia ketua OSIS, kebetulan tadi Valencia pulang terakhir. Saat keluar Jordi sudah tidak ada,” jawabnya sedikit berbohong. 

Tidak lama gawainya berbunyi, notif pesan singkat masuk. “Kamu sudah dirumah Val?” tanya Jordi dalam pesan singkat itu. 

Valencia segera membalas, dia tidak mau Jordi merasa khawatir dengan keadaannya.

“Sudah baru saja  sampai, ternyata naik angkutan umum lama ya,” balasnya sambil mencurahkan isi hatinya. 

“Lain kali kamu jangan seperti tadi ya Val,” pinta Jordi dalam pesan singkat, yang disisipi gambar wajah serius seakan marah dengan tindakan Valencia. 

“Siap Bos,” balas gadis itu singkat. Valencia melanjutkan langkahnya menuju kamar berganti pakaian, seusai itu dia kembali ke meja makan. 

“Tumben Jordi enggak kesini Val?” tanya Winarsih. Baru juga dia bertanya bel berbunyi, segera Valencia berlari membuka pintunya.

“Biar saya saja Bi,” ucap Valencia saat itu, ketika salah satu  ART nya ingin membukakan pintu. Ketika pintu di buka betapa terkejutnya Valencia, ternyata Jordi sudah di depan pintu rumahnya. Tanpa menyuruh aba-aba dari si pemilik rumah dia masuk sesuka hatinya. 

“Kakek, Nenek!” sapanya yang langsung menyerobot duduk di meja Valencia. Spontan gadis itu mengetok kepala Jordi.

“Kebiasaan, pasti ambil jatah makanku,” omel Valencia. “Apaan sih, kamu bisa duduk disana,” kilah Jordi dengan wajah cuek menyantap makanan yang tersaji di meja. 

“Nek, entar ditotal semua selama dia kesini dia sudah makan apa saja. Kalau dia sudah kerja baru kita tagih,” ujar Valencia sambil mencibir. 

“Aman saja Nek catat saja, nanti Valencia yang bayar.” Akhirnya mereka perang rebutan makanan di atas meja. Darno dan Winarsih hanya tertawa memperhatikan hal itu, hampir setiap hari mereka berdua seperti kucing dan tikus. 

“Kalau sudah berantemnya, kasih tahu ya siapa yang menang,” ucap Nenek. Sontak mereka berteriak bersamaan. “Aku, aku Nek yang menang.” Mereka kembali memperebutkan siapa yang juara. 

Akhirnya hanya tertawa lepas yang keluar dari mulut mereka berdua. “Jordi, kamu pernah merasa hal berbeda tidak dengan lawan jenismu,” tanya Valencia. 

Jordi terdiam mendengar pertanyaan itu, dalam benaknya pernah sekali saat bersamamu.

“Tidak pernah, memangnya kenapa?” tanya Jordi memastikan. 

“Aku sempat merasakan itu,” ungkapnya yang sempat salah paham, oleh Jordi. Tetapi dia masih takut bercerita.

Valencia melanjutkan ceritanya di depan televisi, mereka duduk di atas sofa berwarna putih. “Aku merasakan hal itu saat bersama Farhan,” ungkap Valencia.

 Jordi menutupi rasa kekecewaannya, dia langsung berpamitan pulang dengan alasan yang tidak masuk akal.

***

Matahari sudah menampakkan cahayanya tetapi Jordi belum juga tiba, hingga Valencia memutuskan untuk menghubunginya. Ternyata Jordi terpaksa harus kesekolah bersama Bulan.

“Maafkan aku Val, itu semua juga awalnya kamu yang memberi lampu hijau, dia pagi-pagi ke rumahku,” jelas Jordi membalas pesan singkat di aplikasi hijau.

Merasa itu sepenuhnya bukan kesalahan Jordi, Valencia berangkat kesekolah di antar oleh Darno.

“Kakek senang bisa antar cucunya kesekolah hari ini,” ungkap Darno sepanjang jalan.

Namun di perempatan jalan mobilnya mengalami ban kempes, terpaksa mereka menunggu orang bengkel untuk menjemput mobil itu.

“Jadi bagaimana, naik kendaraan umum atau pesan online saja?” tanya Darno.

 

“Pesan online saja Kek, takut terlambat,” jawab Valencia.

Ketika gadis itu sibuk memencet aplikasi transportasi online sebuah motor berhenti tepat di depannya, fokusnya berubah melihat dari bawah hingga ke wajah si pengendara. 

“Bareng sama aku saja, biar tidak terlambat,” ajak Farhan.

Valencia memandang ke arah Darno seakan meminta persetujuan lelaki tua itu. Setelah Darno menganggukkan kepalanya barulah Valencia menyetujui ajakan itu. Motor mulai melesat menyusuri jalan di Palopo menuju ke sekolah SMK Duta Karsa.

Hari ini suasananya tidak secanggung sehari sebelumnya. Valencia sudah berani berpegangan, walau hanya memegang pundak Farhan. 

Ketika motor memasuki halaman parkir sekolah seperti biasa semua mata memandang tajam seakan, ingin memakan mereka. Gosip mulai tersebar hingga ke telinga Jordi dan Hana. 

Saat itu Hana seketika murka, dia menghampiri Valencia. “Wow, anak baru jaman sekarang ngeri ya. Baru masuk saja sudah berani ngebet seniornya,” sindir Hana. Sedangkan Valencia saat itu hanya diam, tanpa melakukan perlawanan. 

“Kenapa kamu hanya diam, kalau anak baru itu jangan belagu. Pakai minta di bonceng sama Farhan segala. Dari pertama masuk kamu sudah aku peringatkan, kenapa masih juga mendekati Farhan,” cerca Hana seakan Farhan itu kekasihnya. 

Melihat Valencia hanya cuek tanpa menghiraukan ucapannya Hana semakin terbakar, tangannya melesat ke pipi Valencia.

“Aw!” jeritan itu berasal dari Hana, sebelum jari-jarinya menempel di pipi Valencia yang mulus dan cantik. Pergelangan tangannya di tangkap oleh Jordi. 

“Jangan sentuh dia walau dengan seujung jarimu, jika masih nekat saya tidak segan-segan walau kamu perempuan,” ancam Jordi menekan keras pergelangan Hana.

Saat itu juga Hana terdiam, dalam hatinya kesal melihat Valencia di sukai dua Lelaki yang menjadi pamor di sekolah. 

Ketika Valencia dan Jordi pergi, Hana mendengus kesal. Dia berpikir akan membalas saat kegiatan penutupan Pengenalan Lingkungan Sekolah hari ini.

“Awas saja kamu Valencia, akan aku balas sampai kamu bersujud di kakiku,” gumamnya, mengepal kedua tangan.

“Kamu baik-baik saja?” tanya Jordi. Valencia tersenyum bangga kepada sahabatnya itu, selalu datang tepat waktu. 

“Maaf seandainya aku menjemputmu ini tidak terjadi, tapi bagaimana kamu bisa bareng Farhan?” tanya Jordi. 

“Tadi, kakek yang mengantar. Tiba-tiba ban mobilnya kempes, saat mau pesan angkutan online, Farhan melintas berhenti di depanku,” jelas Valencia. 

Jordi merasa bersalah karena dia sahabatnya memiliki masalah di sekolah barunya, Walau sebenarnya dia juga merasa ada sesuatu yang lain di perasaannya. 

Bersambung ...

Jangan lupa follow Instagram @Indraqilsyamil 


Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status