-03-
Richard membuat dirinya seolah pemilik apartemen Sheryl. Dia dengan santainya memakai dapur mininalis dengan nuansa hitam yang mendominasi dapur tersebut, terdapat mini bar untuk sekedar membuat minuman.
Seperti yang sedang dilakukan Richard saat ini. Dia sedang membuat dua gelas kopi dan roti panggang selagi menunggu Sheryl memakai pakaiannya.
"Yah... dia tetaplah seorang wanita, selalu lama saat merapikan diri," gumam Richard.
Hingga beberapa saat kemudian suara dari pintu kamar Sheryl terbuka, Richard menoleh dan mengangkat nampan berisi kopi dan roti, memindahkannya ke atas meja makan bundar dan memiliki empat kursi yang mengelilingi meja itu.
"Siapa yang mengijinkanmu memakai dapurku?!" tukas Sheryl.
Richard mengedikkan bahunya. "Well... Nantinya aku akan menjadi penghuni tempat ini juga. Jadi aku mencoba membiasakan diri," jawab Richard.
"Siapa yang ingin menjual tempat ini padamu?!" ketus Sheryl.
Richard mendekatkan tubuhnya ke arah Sheryl. "Siapa juga yang ingin membelinya?" tanyanya seolah mengejek.
Sheryl mendorong tubuh Richard agar menjauh darinya. "Lalu kenapa kau bilang akan menjadi penghuni tempat ini juga?!" tanya Sheryl geram.
"Karena aku akan menjadi milikmu, jadi aku akan tinggal sini juga bukan?" Ucapan Richard barusan sungguh membuat Sheryl ingin menyiramkan kopi panas ke wajah menyebalkan Richard.
"Hah! Hentikan pembahasan konyolmu barusan! Lebih baik kau ceritakan bagaimana bisa orang yang kukenal baik sejak lama, adalah ayahmu?!"
"Bukankah kau yang ingin bercerita lebih dulu? Kenapa kau malah bertanya balik?" Richard menyeruput kopinya dengan santai dan bersandar dikursinya.
"Aku ingin kau yang menceritakan dengan benar. Bisa saja kau sudah mencaritahu semua tentangku, dan mengarang dengan mengakui pria tersebut adalah ayahmu!" tukas Sheryl.
Richard menghela napasnya dan memutar bola mata seraya mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan sebuah gambar kepada Sheryl.
Gambar ayahnya dan dia saat baru memimpin perusahaan di London. Richard saat itu memang masih belum mahir menggunakan senjata api. Namun dia memang sudah memiliki hobi mengoleksi senjata pembunuh tersebut.
Hingga hobinya menjadi sebuah obsesi untuk menjadi penembak jitu. Richard bahkan mengikuti pelatihan negara untuk mendapatkan sertifikat sebagai sniper. Walau semua itu dilakukannya secara diam-diam.
Dia sendiri tak tahu kenapa bisa begitu tergila-gila dengan hobinya itu. Sampai dia menguasai dan mendapatkan penilaian di atas rata-rata untuk ukuran pemula.
"Heh... darahnya menuntunmu menjadi sepertinya. Aku sempat heran dengannya... Dia mengajariku dan Shello cara menjadi tangguh. Namun dia menyembunyikan identitasnya darimu dan ibumu," ungkap Sheryl.
"Apa maksud ucapanmu?" tanya Richard, dia mengerutkan keningnya merasa heran.
"Apa kau tak tahu bahwa ayahmu sniper terhebat sepanjang sejarah? Hah... atau mungkin semuanya menutupi identitasnya darimu," ujar Sherry sambil menyeruput kopi buatan Richard.
"Dia sniper?"
"Ya... mungkin tak ada salahnya kau mengetahui sesuatu. Lagipula dia sudah tenang di alam sana," tutur Sheryl.
"Apa kau tahu... siapa yang membuatnya meninggal? Aku merasa kasusnya ditutupi dan semua penjelasan polisi terdengar janggal. Aku tak percaya dia mengalami kecelakaan tunggal, dan meninggal di tempat begitu saja," ujar Richard. Berharap Sheryl mengetahui kejadian sebenarnya.
Namun Sheryl menggeleng.... "Itu juga alasan yang kuterima atas kematian ayah dan ibuku. Di hari yang sama, mereka meninggal secara bersamaan. Dan... aku yakin semua itu perbuatan orang terlicik dan berpengaruh di dunia gelap. Kakakku -Shello- yang nyatanya seorang detective, bahkan sampai sekarang tak mendapatkan titik temu," ungkap Sheryl.
"Maka dari itu kau menyusup ke tempat Kingswell. Menyamar untuk mencari tahu mafia mana yang kiranya membunuh mereka?" tebak Richard yang mulai mengerti tujuan Sheryl menyamar menjadi laki-laki di tempat Kingswell
"Ya. Namun aku salah... mengira Kingswell kejam karena begitu mempengaruhi dunia bisnis gelap. Nyatanya mereka hanya ingin meneruskan wasiat jahat dari leluhur sebelumnya," ungkap Sheryl.
"Kalau begitu aku akan membantumu, kita akan mencari sebab kematian orang tua kita. Aku ingin bergabung denganmu dan kakakmu," tekad Richard menawarkan diri.
Dia berpindah duduk ke samping Sheryl untuk meyakinkan Sheryl bahwa dirinya memang serius.
Sheryl menatap mata Richard, tajam dan begitu menusuk. Tak ada keraguan dari sorot matanya itu.
Sheryl tersenyum dan mengulurkan tangannya menggenggam tangan Richard.
"Aku rasa keahlianmu memang tak bisa diragukan. Ditambah misi kita sama. Aku yakin Shello dengan senang hati menerimamu dalam misi ini," ujar Sheryl.
Richard tersenyum dan membalas uluran tangan Sheryl terasa pas ditangannya yang besar.
"Ceritakan bagaimana ayahku di matamu? Aku yakin dia memiliki ciri khas dan jati diri lain yang disembunyikan dariku dan ibuku," pinta Richard sambil mengusap punggung tangan Sheryl.
"Menurutku kau adalah kloningan darinya. Hanya sikap konyolmu saja yang bukan seperti dirinya. Dia begitu menyayangiku dan Shello. Dia selalu membelaku dan Shello saat kedua orang tuaku memarahi kami karena terlalu giat berlatih," ungkap Sheryl.
Richard terdiam menatap piring berisi roti panggang. Dia tak berselera untuk makan lagi. Dia sangat menyesali, dirinya yang tak mengenal ayahnya begitu hebat.
"Apa yang kau lamunkan?" tanya Sheryl.
"Hah... aku iri denganmu. Dia mengajarimu banyak hal. Namun tidak denganku. Dia sering meninggalkanku dengan ibuku. Aku membencinya dulu. Dia berkata... Dia pergi untuk menjalankan usahanya di negara lain. Dia menyuruhku menjaga ibuku. Namun ternyata dia malah mengajarimu. Bukankah itu curang?" gerutu Richard.
"Hei... Jangan iri. Dia meninggalkanmu bukan karena tak tahu kau memiliki kemampuan sepertinya. Dia merasa darahnya sudah cukup untuk membiarkanmu mengenal dirimu sendiri. Dan... dia pergi untuk melindungi ibumu juga. Siasatnya terbukti... kau memiliki kemampuan sepertinya. Hingga ibumu selalu aman denganmu, karena mereka yang tak kau kenal... mengenalmu dengan baik karena ayahmu," ungkap Sheryl.
Richard menatap manik mata biru milik Sheryl. Terlihat ketulusan dari dalam sana. Sheryl seperti sebuah surat wasiat dari ayahnya yang menceritakan semua kebaikan ayah Richard.
Wanita itu sungguh membuka pikiran Richard tentang betapa buruknya sang ayah baginya selama ini.
Sheryl berdiri dan mengusap setetes air yang tanpa sadar mengalir dari mata Richard. Air mata penyesalannya yang keluar tanpa izin dari pemiliknya.
"Aku tahu kau menyesal karena bertahun-tahun membencinya tanpa alasan. Aku mengerti dia memberikanmu beban yang begitu berat. Menjaga ibumu dan mengurus usahanya. Hingga akhirnya kau menyerah dan melepaskan perusahaan itu untuk dikelola sepupumu," tutur Sheryl.
"Sekarang... fokuskan dirimu untuk menjalani hidup yang keras ini," timpal Sheryl.
Mereka saling menatap seolah saling menguatkan. Sama-sama kehilangan orang tua yang disayangi mereka. Membuat keduanya mengerti perasaan masing-masing.
Tatapan yang begitu menyiratkan rasa marah dan sedih yang bercampur menjadi satu dan siap meledak saat mereka tahu siapa yang melakukan kejahatan kepada orang tua mereka.
Sebuah ciuman tercipta dari tatapan tersebut. Berusaha untuk saling menyalurkan amarah yang terpendam sejak lama. Mereka tak menyadari aliran darah yang mendidih dan membakar semua ego mampu menciptakan sebuah pagutan yang menyiratkan arti yang sama.
Rasa kehilangan yang mendalam, sungguh bukan hanya perasaan nafsu semata yang membuat pagutan tersebut kian memuncak.
Berusaha untuk saling mengisi kekosongan yang ada. Richard bahkan sudah memangku Sheryl. Membiarkan wanita itu merasakan gairah dari amarahnya.
Kedua tangan Richard memegang tengkuk dan kepala Sheryl. Dan Sheryl meremas rambut Richard.
Tangan Richard turun melingkari pinggang Sheryl. Mendekapnya begitu erat, lalu tangan satu lagi menuju ke bokong Sheryl. Menekan dan menggesekan pangkal paha wanita itu.
Membiarkan gairah keduanya semakin memuncak. Membuat Sheryl merasakan begitu kerasnya milik Richard yang bergesek menusuk miliknya yang masih terlapisi selembar kain.
Keduanya semakin terlarut dan melupakan daratan yang mereka pijak. Richard membawa wanita itu menuju kamar. Pagutan yang tak lepas seakan mengizinkannya untuk terus melanjutkan apa yang sedang terjadi.
Richard melemparkan tubuh Sheryl begitu keras dan tergesa. Pakaian yang mereka kenakan bahkan sudah telepas tanpa terasa.
Pagutan yang begitu kasar dan menuntut seakan menandakan amarah yang dirasakan Richard begitu kuat. Membuatnya lupa bahwa dirinya tengah melakukan sesuatu yang begitu kasar kepada Sheryl.
Namun Sheryl begitu mengerti akan kemarahan Richard. Dia membiarkan pria itu melepaskan semua kemarahannya yang terpendam selama bertahun-tahun.
"Hah... i will fuck you!" tukas Richard mendesis dengan napas yang terengah.
Lalu tanpa berucap apapun lagi. Richard nenyatukan miliknya ke dalam Sheryl. Begitu kuat, kasar dan keras. Hingga wanita itu memekik walau masih bisa mengimbanginya.
Sheryl berusaha menyembunyikan rasa perih yang begitu menusuk walau semakin lama terganti dengan nikmat yang tak ingin dia akhirinya.
Richard begitu memenuhinya. dan Sheryl tak merasa menyesal telah memberikannya kepada pria yang adalah anak dari seorang yang mengajarinya banyak hal, hingga membuatnya setangguh seperti sekarang.
"Hah... shit... bagaimana bisa kau senikmat ini?! Kenapa milikmu begitu... menjepitku?" tanya Richard ditengah permainannya.
Dia meracau sambil menikmati dada Sheryl. Hentakan keras dan menusuk terus dihujamkan ke dalam Sheryl.
Hingga wanita itu mencapai kenikmatannya, dia meloloskan desahan terseksi yang tak pernah Richard dengar dari wanita manapun yang selalu disiksanya.
"Hah... sial... suaramu menambahkan nikmat ini. Aku menyusul!" rutuk Richard.
Mempercepat gerakannya dan seketika rasa hangat mengalir di dalam Sheryl. Begitu juga dengan dirinya yang kembali mencapai kenikmatan itu.
Richard tak berniat melepaskan miliknya. Dia menindih tubuh Sheryl. Memasukkan kepalanya ke pundak Sheryl.
"I'm bastard! Terserah setelah ini kau ingin membenciku atau tidak. Asal kau tak melarangku untuk memasukimu lagi. Aku rasa... dirimu membuatku candu," bisik Richard.
Sheryl tersenyum mengusap kepala Richard.
Aku rasa... aku telah jatuh cinta dengan seorang bastard sepertimu... jadi, aku tak akan melarangmu memasukiku. Karena aku menginginkanmu juga, batin Sheryl yang tak ingin diungkapkan.
Richard bangun membawa dirinya keluar dari dalam Sheryl. Wanita itu kembali memekik, merasakan kenikmatan lain dari penarikan tersebut.
Seluruh cairan kental keluar mengotori sprei putih milik Sheryl.
Richard tersadar, sebuah noda bercak merah mendominasi warna cairannya yang putih susu.
Lantas dia menatap wajah Sheryl terkejut.
"Sheryl, kau...?!" tanya Richard menggantung kalimatnya.
"Yes... selamat kau memang seorang bastard yang mengambil keperawananku!" tukas Sheryl.
"Kenapa kau tak mengatakannya... Atau menghentikanku?!" tanya Richard kesal. Lebih kepada dirinya karena hilang kendali.
"Karena aku tak ingin mengatakannya dan tak ingin menghentikannya... jangan merasa bersalah... karena aku memang memberikannya untukmu," ujar Sheryl. Mengelus rahang Richard. Membuat pria itu memejamkan matanya sekilas untuk meredam kekesalannya.
"Hah... kau sungguh membiarkan aku menjadi seekor devil, Sheryl!" tukas Richard menempelkan keningnya ke kening Sheryl lalu mengecup bibir Sheryl.
"Yes, you are!" balas Sheryl menyeringai.
Membuat Richard gemas dan kembali melumat bibir Sheryl.
Dan ya... mereka melakukannya lagi.
"I will fuck you again Sheryl... you're mine now!" bisik Richard.
Dan mereka memekik bersama.
**
04—Siang yang terik membangunkan Richard dari lelapnya. Setelah mendapat kenikmatan yang indah dari percintaannya dengan Sheryl. Keduanya sempat terlelap karena lelah.Namun Richard tak menyadari bahwa Sheryl telah beranjak dari pelukannya dan pergi dari apartemen dengan sebuah pesan ditinggalkan di nakas.Hei Bastard…! kau sudah bangun?Aku pergi sebentar untuk menemui Shello.Di meja makan sudah kusiapkan makanan untukmu, panaskan dan makanlah.-Black swan-Richard terkekeh membaca pesan singkat dari Sheryl. Merasa lucu dengan wanita yang kemarin menolak panggilan darinya.Dan sekarang… wanita itu yang menamai dirinya seperti itu.“Dasar wanita… tak suka tapi menggunakan panggilan itu juga,” gumam Richard terkekeh.Dia turun dari ranjang menuju ke kamar mandi. Berniat menyegarkan tubuh dari lelahnya kegiatan tadi pagi.Setelah terlihat lebih segar. Dia keluar dari kamar dan berniat memanaskan makanan yang Sheryl ma
—05—Sheryl menggelengkan kepalanya sambil menekan pelipisnya yang terasa pusing. Memiliki kakak yang sedemikian unik dengan keahliannya yang gila. Lalu dia harus mencoba mengenalkannya kepada Richard yang konyol dan menyebalkan.Bagaimana bisa menyatukan dua kepala yang bertolak belakang?Sementara Sheryl sendiri merasa gerah dengan tingkah Richard yang menyebalkan."Untuk apa kau mondar mandir di sana? Lebih baik kau keluar dan tunggu dia di depan. Berpura-puralah bahwa kau juga belum menemuiku. Dan meminta bantuannya untuk melewati rintangan ini!" perintah Shello semakin membuat Sheryl geram.Walau dia tetap menurutinya dengan tetap keluar dari ruang bawah tanah dan naik ke lantai atas untuk menyambut kedatangan Richard."Hah… ya ampun. Aku ini adik atau bawahannya? Bagaimana bisa dia menjadi semenyebalkan ini jika menyangkut dengan pria!" Sheryl meruntuk di sepanjang perjalanannya menuju ruangan yang tadi sempat menjadi pertarungan sengit anta
Richard dan Marco mulai melangkahkan kakinya menginjak bagian lorong jebakan tersebut. Keduanya berusaha untuk tiba lebih dulu agar memenangkan tantangan dari Shello.Pertarungan tak dapat terhindari. Keduanya berusaha menahan lawannya agar tidak tiba lebih dulu.Mereka saling mengadu keahlian memukul dan meninju wajah dan bagian tubuh lainnya. Saat keduanya mencapai titik tengah dengan aman. Tanpa menjatuhkan sebuah benda yang akan mengaktifkan tanda bahaya dan mengeluarkan laser mematikan.Hingga Marco yang sangat ingin menang, mengeluarkan sebuah belati dari balik jaketnya. Dia menodongkannya kepada Richard.Richard menepisnya hingga belati tersebut terlepas dari tangan Marco. Beruntung Richard begitu cepat menangkap belati tersebut. Dan membuat pria asal London itu menyeringai.Richard mulai menyerang menggunakan belati Marco hingga sebuah goresan tersampir di lengan Marco."Rasakan itu bodoh!" cerca Richard."Dasar bajingan tengik!" bal
Sheryl menahan pergerakkan Richard yang hendak menanyakan langsung apa yang dikatakan Shello tentang Dowson yang sulit dia temukan.Sheryl menggeleng, "aku akan menanyakannya pada Marco nanti. Percuma jika kau bertanya sekarang kepada Shello… dia tak akan memberitahumu," bisik Sheryl."Kalian sedang apa?!" tanya Shello tiba-tiba muncul di hadapan Richard dan Sheryl. Dia memicingkan matanya menyelidik.Membuat keduanya terkejut dan menjadi salah tingkah."Aku… sedang merayu adikmu!" jawab Richard ringan. Sambil menoel dagu Sheryl dan menyeringai tipis.Shello menatap tajam Richard."Di sini bukan tempat untuk berbuat mesum! Berhenti menggodanya! Dan kau Sheryl…." tatapan Shello beralih kepada Sheryl, "jangan menjadi murah karena dia seorang Dowson. Kau tak tahu apa yang bisa dilakukannya untuk mematahkan hatimu!" tukas Shello dan berlalu meninggalkan tatapan tajam menusuk kepada Richard.Richard menarik lengan Shello, menatapnya dengan selidi
Sheryl memasuki kamarnya dengan perasaan kesal. Bukan hanya sekali Shello tidak melibatkannya dalam misi. Membuat Sheryl merasa bahwa Shello tak memercayainya.Sheryl membanting tubuhnya ke atas ranjang besar di kamarnya. Dia menggunakan lengannya untuk menutup matanya. Dia memikirkan dirinya yang menjadi aneh."Mungkinkah aku hanya kesal karena Shello kembali tak mengajakku dalam misi?" Sheryl menggumam sambil menatap langit-langit kamarnya.Atau aku cemburu karena Shello akan menggunakan Richard sebagai kekasih sandiwaranya untuk membuat Leonard keluar?batinnya bertanya.Namun sedetik kemudian Sheryl menggeleng dan menepuk-menepuk keningnya. Merasa menjadi orang bodoh yang berpikir bahwa dirinya mulai menjadi melankolis karena seorang Richard.Sheryl beranjak dari baringnya hendak menuju kamar mandi. Namun sekilas matanya menangkap bingkai kecil di dekat rak serbaguna.Foto dirinya dengan Marco dan Shello bersama Leonard yang dipaksa
Shello berusaha untuk terlelap setelah melakukan diskusi singkat dengan Richard dan Sheryl. Namun semakin dia memaksakannya, semua itu malah semakin sulit untuk terlelap.Dia gusar dan takut jika rencananya kali ini kembali gagal. Lantas dia terbangun dari baringnya. Sebuah kilat dan angin kencang membuat tirai di pintu balkonnya beterbangan. Sekilas terdapat sebuah siluet tubuh yang sangat dihafalnya."Leon!" desis Shello. Beranjak dari ranjang, berlari menuju balkon kamarnya. Namun bayangan itu seketika hilang.Shello melihat ke bawah dan tak menemukan siapapun yang berlari atau bersembunyi di bawah sana.Shello tersadar akan kebodohannya yang mungkin sedang berhalusinasi akan kehadiran seorang Leonard Dowson.Dia berbalik kembali ke kamarnya dengan lunglai. Sedikit menoleh sebelum dia benar-benar menutup pintunya."Kau sungguh bodoh Shello! Mengharapkan dia kembali!" gumamnya meruntuk.Lalu dia kembali menuju ranjangnya untuk tidur, setel
Richard keluar dari kamar Sheryl dalam keadaan kesal. Hatinya merutuk menyalahkan keanehan dari sikap Sheryl.Richard memilih menceburkan dirinya ke kolam renang yang berada di atap rumah itu. Dia tak peduli jika Shello menganggapnya tamu tak tahu malu dan tak tahu diri karena memakai fasilitas di rumah itu seenaknya.Richard menceburkan dirinya lalu mulai berenang ke ujung dan kembali lagi ke tepi dalam satu tarikan napas. Matanya menatap tajam saat dia melihat Shello memasuki area kolam renang."Kau di sini rupanya?!" Shello menyapa dengan melipat kedua tangan di depan dada.Dengan pakaian serba hitam dan terlihat begitu sempurna melekat di tubuh rampingnya, dengan jaket kulit dan sepatubootseperti milik Sheryl."Aku sedang kesal dengan adikmu. Jadi aku ke sini… Ada apa?" tanya Richard.Dia keluar dari kolam dan mengambil handuk di kursi panjang. Melilitkannya di pinggang, lalu berjalan mendekati Shello.
Terdiam sejenak… Richard mengerjapkan matanya menatap Sheryl yang memilih menunduk karena tak ingin menunjukkan air matanya kepada Richard."Black Swan… look at me! And say again,"pinta Richard. Mengangkat dagu Sheryl untuk menatapnya.Richard mengusap air mata yang mengalir dipipi Sheryl. Tersenyum dan menunggu Sheryl kembali mengucapkan pernyataannya."I love you," cicit Sheryl kembali menunduk tak berani menatap mata Richard.Richard mendekati wajah Sheryl. "What do you say, Black Swan? I can't hear you,"desis Richard. Lalu menyeringai, seakan tak puas jika tak mendengarnya dengan jelas.Sementara Sheryl yang mudah marah, secara tiba-tiba mendongak dan menatapnyalangRichard yang menyeringai. Seolah tahu dirinya sedang dikerjai oleh Richard."Aku mencintaimu! Kau puas?! Kenapa kau suka sekali menggodaku! sungguh menyebalkan!" sergah Sheryl. Berbalik badan berni