04—
Siang yang terik membangunkan Richard dari lelapnya. Setelah mendapat kenikmatan yang indah dari percintaannya dengan Sheryl. Keduanya sempat terlelap karena lelah.
Namun Richard tak menyadari bahwa Sheryl telah beranjak dari pelukannya dan pergi dari apartemen dengan sebuah pesan ditinggalkan di nakas.
Hei Bastard…! kau sudah bangun?
Aku pergi sebentar untuk menemui Shello.
Di meja makan sudah kusiapkan makanan untukmu, panaskan dan makanlah.
-Black swan-
Richard terkekeh membaca pesan singkat dari Sheryl. Merasa lucu dengan wanita yang kemarin menolak panggilan darinya.
Dan sekarang… wanita itu yang menamai dirinya seperti itu.
“Dasar wanita… tak suka tapi menggunakan panggilan itu juga,” gumam Richard terkekeh.
Dia turun dari ranjang menuju ke kamar mandi. Berniat menyegarkan tubuh dari lelahnya kegiatan tadi pagi.
Setelah terlihat lebih segar. Dia keluar dari kamar dan berniat memanaskan makanan yang Sheryl maksud dari pesannya tadi.
Potongan daging yang cukup besar beserta saus mushroom tersedia di samping piring berisi daging dan kentang.
Terdapat sebuah note kecil yang menempel di dekat saus tersebut.
-Saus tanpa bawang dan cabai, sesuai pesananmu.-
Ujung bibir Richard kembali melengkung. Sheryl sungguh mengingat hal kecil yang kemarin diabaikan olehnya.
“Hah… kau sungguh munafik, Black Swan. Tapi aku semakin menyukaimu,” gumam Richard.
Dia mulai memanaskan daging yang sudah dingin ke dalam oven lalu menunggu selesai dan memakannya.
“Hm... Calon pendamping hidup idaman... Kuat, tanggung dan pandai memasak. Hah… mungkin aku akan menjadi babi jika bersamanya kelak,” kata Richard berandai-andai.
Lalu Richard menghabiskan makanannya dan merapikannya sebelum dia beranjak dari apartemen Sheryl.
***
Sheryl mengunjungi tempat kakaknya -Shello-. Seorang detective wanita yang memiliki keahlian menggunakan pedang dan panah. Tiga keahlian yang dimilikinya menjadikan Shello sosok yang kuat. Mereka -Sheryl & Shello- saling melindungi dan banyak berbagi ilmu.
Jika Sheryl belajar meretas dari Shello. Maka Shello belajar membunuh lawan dari jarak jauh dengan Sheryl.
Terbukti dari cara memanah Shello sanggup meniru cara Sheryl menembak dari jarak jauh.
Sheryl memasuki rumah peninggalan kedua orang tuanya yang ditinggali Shello, rumah yang cukup besar untuk dihuni sendirian.
Keadaan rumah yang gelap, membuat Sheryl harus menyalakan lampu sebagai penerangan di ruang utama rumah tersebut.
"Shello… aku sudah tiba," sapa Sheryl.
Namun hanya suara bergema yang menyahuti ucapan Sheryl.
Beberapa saat kemudian sebuah layar bergambar abstrak muncul di hadapan Sheryl. Dia menatapnya penuh was-was. Dan benar saja… tak lama setelah itu sebuah pedang meluncur dari balik layar menuju ke arah Sheryl.
Lantas Sheryl menghindar lalu menepisnya. Setelah itu disusul beberapa anak panah yang juga terbang dari arah yang sama menghampiri kemana Sheryl berdiri.
Sheryl menghindari beberapa anak panah setelah dia menangkap tiga anak panah di tangan kanan dan kiri serta mulutnya. Dia menghempaskan ketiga anak panah itu lalu menembakkan pelurunya ke arah layar.
Namun suara peluru yang ditepis dengan sebuah pedang terdengar. Seseorang keluar dari baliknya dan mulai menyerang Sheryl.
Baku hantam tak terelakkan lagi. Keduanya saling menyerang. Namun Sheryl takkan semudah ini kalah dan menyerah. Bahkan wanita itu dengan gerakan cepat menangkis sabetan pedang yang nyaris menyayat wajah cantiknya dan menahan hujaman benda tajam itu menggunakan pistol tembaga.
"Hai Shello. Apa kabar?" desis Sheryl, sembari menyunggingkan seringaian tipis dengan moncong pistol yang tepat berada di depan dahi wanita bertopeng itu.
Hening. Hanya napas menderu yang saling bersahutan. Mereka tahu takkan secepat ini berhenti.
Wanita bertopeng yang berada di depannya berdecak kesal dan menarik pedang dari hadapan wajah Sheryl.
Lalu mereka kembali beradu keahlian hingga ujung pedang tersebut menekan ke leher Sheryl. Dia terdiam dan menggeram kesal. Sheryl menyipitkan mata ke arah wanita itu yang tengah menyeringai tipis.
"Aku baik. Bagaimana denganmu? Sniper konyol itu masih mengganggumu?" Shellomytha Celine Wilfred melontarkan sebuah pertanyaan yang menggelikan.
Membuat Sheryl mengumpat dalam hati. Namun diam-diam ia bersiap menarik pelatuk pistol dan….
Gelegar tembakan membuat tubuh Shello berjengit terkejut. Hingga menyingkirkan pedangnya dari leher Sheryl namun masih sempat menebaskannya ke rambut Sheryl hingga setengah rambut Sheryl terpotong oleh pedang tersebut.
Keduanya tersungkur di lantai dengan napas terengah dan mencoba mengaturnya. Seringaian berubah menjadi kekehan.
“Masih… aku ke sini sekaligus ingin membicarakannya padamu,” jawab Sheryl. Setelah melihat sebagian dari rambutnya terpotong setengah.
Shello memasukkan pedang ke dalam tempatnya, “dia ingin bergabung dengan kita?” selidik Shello.
“Kau memang seorang detective,” kata Sheryl merebahkan tubuhnya di sofa panjang.
Tubuhnya terasa pegal hingga dia merentangkan otot-ototnya.
“Kau sakit?” tanya Shello khawatir.
“Hm, Tidak… hanya saja rasanya seluruh tubuhku seperti remuk. Padahal aku tak melakukan kegiatan yang melelahkan,” jawab Sheryl kembali meregangkan otot-ototnya.
“Cih! Kau bercinta dengannya tak mungkin tak lelah!” sarkas Shello. Memilih membuatkan adiknya secangkir kopi.
Sheryl memejamkan matanya sejenak lalu meruntuk dalam hati atas perbuatan licik Shello.
“Sudah kukatakan berapa kali! Jangan menyadap apartemenku!” runtuk Sheryl kesal.
“Aku melakukannya untuk melindungimu!” balas Shello.
"Aku bisa melindungi diriku sendiri!" sanggah Sheryl.
“Kau bisa melindungi diri dengan cara seperti tadi? Jika aku seorang musuh, tenggorokkanmu sudah tertusuk pedangku!" hardik Shello.
“Sudahlah… aku tak ingin berdebat! Jadi bagaimana? Kau mengijinkan atau tidak?” tanya Sheryl.
“Suruh dia ke sini dan lawan aku, jika dia menang… aku mengijinkannya,” titah Shello angkuh.
"Hah… dia seorang Dowson, Shello! Kau masih meragukannya?" tanya Sheryl.
"Yes i know! Tapi dia anaknya… bukan Dowson yang pernah mengajari kita. Dia bahkan tak pernah diajari apapun oleh ayahnya," sanggah Shello.
"Ya terserah kau. Kau ingin menyuruhnya ke sini sekarang?" tanya Sheryl.
"Ya. Jangan katakan apapun padanya. Jangan karena kau sudah bercinta dengannya. Lantas membuatmu lebih melindunginya dibandingkan aku." Shello beranjak dari duduknya. Dan mempersiapkan sesuatu untuk menyambut Richard.
"Jika sudah, ikut dan bantu aku!" pinta Shello.
Wanita bertubuh ramping itu beranjak dari hadapan adiknya yang masih mendengus kesal.
Sheryl mencoba menelepon Richard…. Panggilan pertama tak terjawab, lalu Sheryl kembali menghubunginya. Hingga dering ketiga teleponnya terjawab dan disambut dengan ucapan konyol Richard.
"Hai Black Swan… aku tak menyangka kau begitu cepat merindukanku… padahal belum ada sehari kau meninggalkanku dengan daging steak terenak karena dibuat dengan cinta," tutur Richard menggoda Sheryl.
Sheryl sempat ingin tertawa, namun mengingat dia harus serius untuk membuat Richard berhenti bertingkah konyol. Dia memilih berdehem sebelum mengucapkan niatnya menelepon.
"Eherm… kau sudah selesai bicara?" tanyanya dingin.
Richard hanya berdecak sekilas.
"Aku ingin kau datang ke tempat—"
"Shellomytha Celine Wilfred -kakakmu yang cantik-. Namun aku tetap memilihmu… kau tenang saja!" potong Richard. Seolah dirinya diperebutkan adik kakak tangguh itu.
Sheryl hanya sanggup memutar bola matanya. Dia kembali hendak berbicara, namun lagi-lagi Richard memotong ucapan.
"Aku sedang menuju ke sana. Simpanlah rindumu sayang… see you black swan," ujar Richard. Dan langsung mematikan sambungan telepon tersebut.
Sheryl menatap ponselnya dan tersenyum, Richard memang konyol… namun pria itu terlalu cepat bergerak.
Sebuah anak panah melintas menuju ke arahnya dan melewati wajahnya ke arah kanan lalu tertancap di sofa yang duduki Sheryl.
"Hentikan senyum bodohmu itu, Sheryl! Cepat bantu aku. Sebelum itu… lemparkan sepatumu ke halaman depan," perintah Shello.
"Untuk apa?" tanya Sheryl.
"Gps-nya ada di dalam sepatumu!" tukas Shello.
Sheryl melongo tak percaya.
Bagaimana bisa dirinya begitu ceroboh semenjak bersama Richard?
"Sial! Kenapa aku begitu bodoh!" runtuk Sheryl.
"Karena kau mulai terpesona dengannya. Maka dari itu aku tak suka! Karena hal tersebut membuatmu bodoh!" sergah Shello.
Sheryl berdecak kesal, lalu menarik anak panah yang menancap di sofa. Dia membuka sepatunya dan melemparnya ke halaman depan rumah Shello.
Lalu dia masuk ke dalam ruang rahasia, dimana Shello sedang mempersiapkan kedatangan Richard.
"Kau akan gunakan trik tadi?" tanya Sheryl. Dia memperhatikan kakaknya yang terlihat sedang mengotak-ngatik sesuatu di depan komputer.
Terlihat sebuah koridor khusus untuk menuju ke satu ruangan.
Seperti ruangan khusus untuk menyimpan sesuatu yang berharga, semacam brankas yang memiliki perlindungan sinar laser dan beberapa jebakan saat hendak menuju ruangan tersebut.
"Tidak…," jawab Shello singkat. Jarinya terlihat serius mengetikkan sebuah kode untuk mengaktifkan keamanan tersebut.
"Lalu? Sebenarnya kau sedang apa?" tanya Sheryl penasaran.
"Done! Ikut aku," ajak Shello beranjak dari duduknya.
Mereka berjalan menuju ruang bawah tanah. Terlihat begitu rahasia namun Sheryl tahu, rumah tersebut disiapkan oleh ayah dan ibunya untuk mereka berlindung.
Dan dia bersyukur kakaknya -Shello- mampu sedikit demi sedikit memecahkan misteri yang ada di rumah peninggalan ayah dan ibunya.
Setiap kali Sheryl kembali ke rumah itu… selalu ada yang baru yang diketahui Shello. Dan itu membuat Sheryl bersyukur. Karena semakin dekat Shello memecahkan misteri rumah itu. Artinya sebuah rahasia bisa cepat terbongkar. Dan mungkin akan menguak kejanggalan dari kematian kedua orang tua mereka dan ayah Richard.
Sebuah lorong menuju brankas terlihat begitu menarik perhatian Sheryl. Shello masih menyalakan laser yang menghalangi jalan menuju ruangan brankas. Sengaja ingin memperlihatkan itu kepada Sheryl.
"Aku akan aktifkan laser ini. Kau harus mengingatnya untuk melewati semua ini. Jika dia tak berhasil melewatinya…., kau harus menolongnya," ungkap Shello.
Sheryl melongo tak percaya, "apa kau sudah mulai gila, Shello! Dia dan aku seorang sniper. Bukan seorang pencuri yang ahli melewati jebakan mematikan ini!" bentak Sheryl menolak kegilaan Shello.
"Aku tahu… begitu juga denganku! Namun kita harus belajar untuk menjadi lebih baik. Jadi… perhatikan aku. Aku hanya akan mencontohkannya sekali…," tutur Shello.
Sheryl tak habis pikir dengan kegilaan Shello selama ini. Dia tak pernah tahu kakaknya sudah segila itu untuk memecahkan misteri rumah tersebut.
Shello mematikan sinar laser dan mulai mengaktifkan mode perlindungan.
Dia bersiap melewati jebakan tersebut. Shello mulai melangkahkan kakinya dengan tenang. Dia lalu berjalan santai, berusaha tak melakukan gerakan mendadak yang akan mengaktifkan sistem keamanan tersebut.
Hingga Shello berada di ujung dari tempatnya semula.
"See… kau dan dia hanya perlu melangkah tanpa suara," ujar Shello.
"Apa yang terjadi jika kami berisik?" tanya Sheryl.
Shello tersenyum dan menggigit apel yang dibawanya sebelum ke tempat itu.
Shello melemparkan apel yang baru digigit, dan bunyi laser langsung membakar hangus apel tersebut hingga menghitam.
Shello mengedikkan bahunya dan masuk ke ruang rahasia.
"Selamat berjuang adikku sayang!"
**
—05—Sheryl menggelengkan kepalanya sambil menekan pelipisnya yang terasa pusing. Memiliki kakak yang sedemikian unik dengan keahliannya yang gila. Lalu dia harus mencoba mengenalkannya kepada Richard yang konyol dan menyebalkan.Bagaimana bisa menyatukan dua kepala yang bertolak belakang?Sementara Sheryl sendiri merasa gerah dengan tingkah Richard yang menyebalkan."Untuk apa kau mondar mandir di sana? Lebih baik kau keluar dan tunggu dia di depan. Berpura-puralah bahwa kau juga belum menemuiku. Dan meminta bantuannya untuk melewati rintangan ini!" perintah Shello semakin membuat Sheryl geram.Walau dia tetap menurutinya dengan tetap keluar dari ruang bawah tanah dan naik ke lantai atas untuk menyambut kedatangan Richard."Hah… ya ampun. Aku ini adik atau bawahannya? Bagaimana bisa dia menjadi semenyebalkan ini jika menyangkut dengan pria!" Sheryl meruntuk di sepanjang perjalanannya menuju ruangan yang tadi sempat menjadi pertarungan sengit anta
Richard dan Marco mulai melangkahkan kakinya menginjak bagian lorong jebakan tersebut. Keduanya berusaha untuk tiba lebih dulu agar memenangkan tantangan dari Shello.Pertarungan tak dapat terhindari. Keduanya berusaha menahan lawannya agar tidak tiba lebih dulu.Mereka saling mengadu keahlian memukul dan meninju wajah dan bagian tubuh lainnya. Saat keduanya mencapai titik tengah dengan aman. Tanpa menjatuhkan sebuah benda yang akan mengaktifkan tanda bahaya dan mengeluarkan laser mematikan.Hingga Marco yang sangat ingin menang, mengeluarkan sebuah belati dari balik jaketnya. Dia menodongkannya kepada Richard.Richard menepisnya hingga belati tersebut terlepas dari tangan Marco. Beruntung Richard begitu cepat menangkap belati tersebut. Dan membuat pria asal London itu menyeringai.Richard mulai menyerang menggunakan belati Marco hingga sebuah goresan tersampir di lengan Marco."Rasakan itu bodoh!" cerca Richard."Dasar bajingan tengik!" bal
Sheryl menahan pergerakkan Richard yang hendak menanyakan langsung apa yang dikatakan Shello tentang Dowson yang sulit dia temukan.Sheryl menggeleng, "aku akan menanyakannya pada Marco nanti. Percuma jika kau bertanya sekarang kepada Shello… dia tak akan memberitahumu," bisik Sheryl."Kalian sedang apa?!" tanya Shello tiba-tiba muncul di hadapan Richard dan Sheryl. Dia memicingkan matanya menyelidik.Membuat keduanya terkejut dan menjadi salah tingkah."Aku… sedang merayu adikmu!" jawab Richard ringan. Sambil menoel dagu Sheryl dan menyeringai tipis.Shello menatap tajam Richard."Di sini bukan tempat untuk berbuat mesum! Berhenti menggodanya! Dan kau Sheryl…." tatapan Shello beralih kepada Sheryl, "jangan menjadi murah karena dia seorang Dowson. Kau tak tahu apa yang bisa dilakukannya untuk mematahkan hatimu!" tukas Shello dan berlalu meninggalkan tatapan tajam menusuk kepada Richard.Richard menarik lengan Shello, menatapnya dengan selidi
Sheryl memasuki kamarnya dengan perasaan kesal. Bukan hanya sekali Shello tidak melibatkannya dalam misi. Membuat Sheryl merasa bahwa Shello tak memercayainya.Sheryl membanting tubuhnya ke atas ranjang besar di kamarnya. Dia menggunakan lengannya untuk menutup matanya. Dia memikirkan dirinya yang menjadi aneh."Mungkinkah aku hanya kesal karena Shello kembali tak mengajakku dalam misi?" Sheryl menggumam sambil menatap langit-langit kamarnya.Atau aku cemburu karena Shello akan menggunakan Richard sebagai kekasih sandiwaranya untuk membuat Leonard keluar?batinnya bertanya.Namun sedetik kemudian Sheryl menggeleng dan menepuk-menepuk keningnya. Merasa menjadi orang bodoh yang berpikir bahwa dirinya mulai menjadi melankolis karena seorang Richard.Sheryl beranjak dari baringnya hendak menuju kamar mandi. Namun sekilas matanya menangkap bingkai kecil di dekat rak serbaguna.Foto dirinya dengan Marco dan Shello bersama Leonard yang dipaksa
Shello berusaha untuk terlelap setelah melakukan diskusi singkat dengan Richard dan Sheryl. Namun semakin dia memaksakannya, semua itu malah semakin sulit untuk terlelap.Dia gusar dan takut jika rencananya kali ini kembali gagal. Lantas dia terbangun dari baringnya. Sebuah kilat dan angin kencang membuat tirai di pintu balkonnya beterbangan. Sekilas terdapat sebuah siluet tubuh yang sangat dihafalnya."Leon!" desis Shello. Beranjak dari ranjang, berlari menuju balkon kamarnya. Namun bayangan itu seketika hilang.Shello melihat ke bawah dan tak menemukan siapapun yang berlari atau bersembunyi di bawah sana.Shello tersadar akan kebodohannya yang mungkin sedang berhalusinasi akan kehadiran seorang Leonard Dowson.Dia berbalik kembali ke kamarnya dengan lunglai. Sedikit menoleh sebelum dia benar-benar menutup pintunya."Kau sungguh bodoh Shello! Mengharapkan dia kembali!" gumamnya meruntuk.Lalu dia kembali menuju ranjangnya untuk tidur, setel
Richard keluar dari kamar Sheryl dalam keadaan kesal. Hatinya merutuk menyalahkan keanehan dari sikap Sheryl.Richard memilih menceburkan dirinya ke kolam renang yang berada di atap rumah itu. Dia tak peduli jika Shello menganggapnya tamu tak tahu malu dan tak tahu diri karena memakai fasilitas di rumah itu seenaknya.Richard menceburkan dirinya lalu mulai berenang ke ujung dan kembali lagi ke tepi dalam satu tarikan napas. Matanya menatap tajam saat dia melihat Shello memasuki area kolam renang."Kau di sini rupanya?!" Shello menyapa dengan melipat kedua tangan di depan dada.Dengan pakaian serba hitam dan terlihat begitu sempurna melekat di tubuh rampingnya, dengan jaket kulit dan sepatubootseperti milik Sheryl."Aku sedang kesal dengan adikmu. Jadi aku ke sini… Ada apa?" tanya Richard.Dia keluar dari kolam dan mengambil handuk di kursi panjang. Melilitkannya di pinggang, lalu berjalan mendekati Shello.
Terdiam sejenak… Richard mengerjapkan matanya menatap Sheryl yang memilih menunduk karena tak ingin menunjukkan air matanya kepada Richard."Black Swan… look at me! And say again,"pinta Richard. Mengangkat dagu Sheryl untuk menatapnya.Richard mengusap air mata yang mengalir dipipi Sheryl. Tersenyum dan menunggu Sheryl kembali mengucapkan pernyataannya."I love you," cicit Sheryl kembali menunduk tak berani menatap mata Richard.Richard mendekati wajah Sheryl. "What do you say, Black Swan? I can't hear you,"desis Richard. Lalu menyeringai, seakan tak puas jika tak mendengarnya dengan jelas.Sementara Sheryl yang mudah marah, secara tiba-tiba mendongak dan menatapnyalangRichard yang menyeringai. Seolah tahu dirinya sedang dikerjai oleh Richard."Aku mencintaimu! Kau puas?! Kenapa kau suka sekali menggodaku! sungguh menyebalkan!" sergah Sheryl. Berbalik badan berni
Di perjalanan menuju ke kota, Shello terlihat sibuk melihat gps yang dipasang di mobil Sheryl. Setelah membuat adiknya marah, dia takut Sheryl pergi jauh keluar dari German."Kau membentaknya, dan sekarang kau mengkhawatirkannya!" sindir Richard."Bukan hal yang aneh itu terjadi pada adik dan kakak. Jadi menyetir sajalah dengan benar," balas Shello ketus."Hah! Ya ampun... kau bicara seolah sedang menyuruh supirmu! Sebenarnya kau ingin kemana?" tanya Richard sedikit kesal."Terserah kau... anggaplah kau sedang mengajak seorang wanita berkencan. Jadi lakukan hobymu itu!" tukas Shello menatap Richard. Lalu meninggalkan lirikan tajam untuk kembali sibuk memperhatikan Sheryl yang mulai berhenti di sebuah tempat makan."Hah... kau memang menyebalkan!" balas Richard."Yes i am!" jawab Shello singkat tanpa menoleh."Sebenarnya kau tak perlu membentaknya begitu... Bagaimana jika yang dia katakan itu benar?" tanya Richard."Apa kau perc