Share

Part 02

—02—

Setelah membayar belanjaannya. Dave berjalan kembali menuju unit apartemennya. Dia berjalan sambil memakan ice cream cup kecil yang dia beli di minimarket hingga mengalami tragedi tak mengenakkan.

Dave keluar dari lift setelah dia tiba di lantai yang diinginkannya. Dia tak sengaja melihat Clara yang membuang cup ice cream yang sudah habis ke dalam tempat sampah. Lalu wanita itu mengelap asal bibirnya.

Setelah itu Clara terlihat berjalan dengan gerakan centil menuju koridor yang sama dengan Dave.

Dave tanpa sadar sudah memperhatikan Clara begitu lama. Bahkan dia sempat melengkungkan bibirnya ke atas, walau dibarengi dengan gelengan kepala.

Dave menghentikan langkahnya di ujung koridor. Dia dengan sengaja menunggu Clara masuk lebih dulu ke unit apartement. Dia melakukan itu karena tak ingin kembali berpapasan dengan Clara agar tak mengalami masalah lagi.

Namun pemikiriannya salah... Karena  dirinya sungguh seperti orang bodoh setelah melihat apa yang terjadi di depan pintu unit milik Clara.

"Kau habis dari mana Cla?!" terdengar suara Maggie yang membukakan pintu untuk Clara. Model satu ini memang ceroboh. Dia keluar dari unit apartemennya tanpa membawa kunci.

Membuatnya harus menekan bel untuk meminta Maggie membukakan pintunya. Dan merelakan dirinya diintrogasi oleh managernya yang menurut Clara cukup galak.

"Hm... Aku tadi... Habis mencari udara segar. Aku tak bisa tidur, jadi aku keluar sebentar," ujar Clara mengarang bebas.

Namun Maggie seperti mempunyai kacamata tembus pandang. Dia memicingkan matanya dan melihat sedikit warna putih di ujung bibir Clara.

"Apa kau memakan ice cream?" selidik Maggie.

"Apa?!" Clara terkejut dengan tebakan Maggie yang sangat tepat.

"Jangan mengelak! Kau meninggalkan bukti!" tunjuk Maggie pada bibir Clara.

Tepat saat itu Dave melintas. Karena tak ingin mendengar pertengkaran kedua wanita itu terlalu lama. Dia akhirnya memutuskan untuk melewati Clara dan Maggie yang membuat keributan di koridor. 

"Hm... Ini...." Clara yang bingung ingin berkata apa. Melirik ke arah Dave yang melewatinya sambil memakan ice cream cup dengan santai.

"Baiklah aku jujur! Tadi aku berciuman dengannya! Lihatlah... Dia makan ice cream kan? Tadi aku berciuman dengannya. Dan ice cream di bibirku ini pasti punyanya!" ungkap Clara menunjuk Dave.

Dave terhenti dan mengerutkan keningnya bingung.

Hah... Apalagi yang dilakukan wanita gila ini! batin Dave.

Dia berniat melanjutkan langkahnya. Namun sebuah tangan mungil menghadang dirinya.

"Hei, kau! Jelaskan pada Maggie. Bahwa barusan kau menciumku di lift, bukan?" tanya Clara. Namun terdengar seperti sebuah tuduhan bagi Dave.

Clara mengedip-ngedipkan matanya pada Dave. Seolah memohon, meminta bantuan kepada Dave.

Dave tersenyum mencurigakan dan menatap Maggie yang menunggu jawabannya.

Clara merasa lega karena Dave terlihat mengerti dengan isyarat yang dibuatnya.

"Maaf... Sepertinya nona ini salah orang. Aku sama sekali tak mencium wanita manapun di sini," jawab Dave.

Clara membulatkan matanya tak percaya. Barusan dia sangat yakin dengan ekspresi wajah Dave yang seperti malaikat penolong baginya. Namun mendengar ucapan Dave barusan, tiba-tiba saja Clara seperti melihat sebuah tanduk dan ekor sebagai bayangan dari sosok Dave.

"Maggie, jangan mempercayainya. Kau tau, pria seperti ini sudah pasti berengsek! Dia... Bahkan mengelak pengakuanku! Dia pasti sengaja berkata seperti itu, agar—" tukas Clara. Namun terhenti saat tangan Maggie terangkat.

Dave melirik Clara dengan tatapan meremehkan.

            "Maaf sekali. Modelku ini memang selalu meledak-ledak," ujar Maggie.

Dave kembali menatap Maggie yang tersenyum. Namun sedetik kemudian... sebuah kepalan tangan, mengenai wajah tampan Dave.

Dave terkejut memegangi pipinya. Dia sungguh tak menyangka akan mendapat sebuah pukulan yang cukup keras di wajahnya.

Sementara Clara memekik, ikut terkejut dengan membulatkan mata dan menutup mulutnya menggunakan kedua tangan.

"Beraninya kau mencium modelku lalu tak mengakuinya! Hah... ya ampun! Seharusnya aku menyewa bodyguard untuk menemanimu kemanapun kau pergi, Cla! Maaf... Apa lagi yang dia lakukan kepadamu?!" tanya Maggie.

"Ti-tidak ada," jawab Clara tergugup. Dia memperhatikan Dave yang sedang menatapnya tajam. Clara masih sempat mengucap maaf melalui gerakan bibirnya tanpa suara.

"Apa lagi yang kau lakukan padanya? Hah?!" ketus Maggie.

"Mag... Sudahlah. Aku tak apa-apa," bujuk Clara.

Dia sudah sangat ketakutan, saat melihat kilat dari sorot mata Dave yang begitu tajam menatapnya tanpa berkedip.

"Kali ini aku akan membiarkanmu! Jadi pergilah sebelum aku melapor kepada security!" ancam Maggie.

Dave tak mengindahkan ucapan Maggie, dia merasa tak terima dengan perlakuan Maggie yang langsung memukul wajahnya begitu saja.

Dia menatap tajam Clara yang meringis meminta maaf.

"Kenapa kau menatapnya?!" ketus Maggie.

"Mag, sudahlah... Ayo kita masuk," ajak Clara lagi mencoba membujuk Maggie agar mengakhiri pembicaraan.

Namun saat Clara hendak menutup pintu. Dave menahannya, manik mata biru itu menatap tajam Clara.

"Setelah menuduhku! Dan membuatku mendapatkan sebuah pukulan. Kau ingin lari begitu saja? hm?! Kau memaksaku untuk melakukan apa yang kau katakan Nona!" tukas Dave menarik Clara dan menciumnya.

Dave mencium Clara dengan lumatan yang kasar sehingga menyakiti bibir mungil Clara.

Wanita itu melepaskan ciuman Dave dan langsung menampar pipi Dave.

"Kau pikir aku semurah itu!" bentak Clara.

Dave terdiam dan memegang pipi yang terkena tamparan dari tangan dingin Clara. Dia menyeringai dan terkekeh.

"Setidaknya itu pantas untuk apa yang telah kau lakukan padaku!" tukas Dave. Dia dengan sengaja mengelap bibirnya menggunakan sapu tangannya. Lalu menyeringai Dan membuang sapu tangan itu begitu saja, melemparkannya ke udara tepat di hadapan wajah Clara.

Lalu Dave dengan angkuhnya, beranjak dari tempat Clara menuju unit apartemennya yang tepat berada di samping tempat Clara.

Maggie meraih kedua punggung Clara yang bergetar. Wanita itu luruh ke lantai. Dia berusaha untuk tetap berdiri saat Dave menatap bahkan menciumnya dengan kasar.

"Ayo kita masuk dulu Cla. Jangan menangis, atau matamu akan menjadi seperti panda," bujuk Maggie. Clara menurut dan mereka masuk ke dalam.

***

Pagi harinya... Dave terbangun karena mendapat kiriman sebuah mobil sport dari ayahnya -Marvin-.

Setelah menerima mobil tersebut, dia bersiap untuk memulai aktifitasnya. Melakukan hobby memotretnya di sebuah agency model yang meminta dia untuk mengambil gambar para model baru.

Dave berjalan memasuki lobby apartemen. Disaat yang sama Clara dan Maggie keluar dari lift. Clara terlihat begitu cantik dan seksi. Dia berjalan melewati Dave tanpa menoleh sedikitpun.

Dave memasuki lift, dirinya masih sempat melihat punggung terbuka Clara. Hingga pintu lift tertutup dan membawanya naik ke tempatnya

Dave melirik pintu unit apartemen Clara. Dia kembali teringat kejadian semalam saat dirinya berlaku kasar terhadap Clara.

Namun mengingat kelakuan Clara sejak awal pertemuan hingga kejadian semalam. Membuat Dave merasa itu semua masih pantas dia lakukan. Dia memilih tak ingin memikirkannya lagi. Dan melupakan kejadian menyebalkan itu.

Setelah tiba di unit apartemennya. Dave langsung bersiap mandi dan berpakaian rapi. Dia memakai kemeja navi dan celana jeans hitam.

Dia juga tak melupakan kamera kesayangannya. Walau dia membawa kamera lain lengkap dengan berbagai jenis lensa. Semuanya dimasukan ke dalam tas ransel. Dan dia siap untuk berangkat.

Dave mengendarai mobilnya menuju tempat pemotretan. Dia melaju cukup cepat agar dapat tiba lebih awal agar bisa melihat-lihat tempat dan mencari posisi pengambilan gambar yang bagus.

Setibanya Dave di studio... Dia disambut langsung oleh pemilik agency. Dia juga diperkenalkan oleh beberapa model yang sudah selesai di make up dan siap untuk pemotretan.

Beberapa model wanita terpesona dengan ketampanan Dave. Mereka belum pernah mendapatkan seorang photographer muda dan tampan seperti Dave.

Beberapa bahkan meminta untuk selfie bersama Dave. Hingga pemilik Agency melerai dan mengajak Dave untuk melihat-lihat tempat pemotretan tersebut.

"Hah... Maafkan mereka Mose..  Aku sudah bisa menebak akan seperti itulah para model baru. Mereka terlalu antusias untuk menjadi bintang diacara kali ini," ujar Bradley Bob. Seorang pria kemayu yang dikenal Dave sewaktu masa kuliahnya.

Pria berusia empat puluh tahun itu memiliki gaya bicara seperti wanita. Namun dia mempunyai hati yang baik, Dave mengenalnya saat acara launching model busana bersama dengan desainer ternama di Sydney.

Bradley melihat bakat yang dilakukan Dave waktu itu melalui kenalannya di Sydney. Dia melihat dari hasil foto yang ditunjukkan Dave, hingga membuat Bradley memilih Dave dan mengajak bekerja sama di tahun ini.

"Tidak apa... Aku senang mereka bisa menerimaku dengan baik," jawab Dave. Dia mengikuti Bradley yang berjalan dengan gemulai menuju tempat pemotretan yang berada di atap gedung.

Terdapat pemandangan luar gedung-gedung pencakar langit yang menjulang tinggi. Tempat tersebut sudah didekor sedemikian rupa dengan interior serta desain yang modern dan canggih.

"Hah! sudahlah... Kau memang terlalu baik Mose," puji Bradley. Dia selalu memanggil Dave dengan menggunakan nama tengah Dave.

"Ini tempatnya... Kau mempunyai waktu lima belas menit untuk melihat-lihat. Aku tahu kau akan melakukan ritualmu untuk mencari posisi terbaik dalam mengambil gambar. Silahkan gunakan waktumu handsome. Aku tinggal, aku harus mengurus yang lain," ujar Bradley berpamitan.

Dave hanya tersenyum dan mengangguk lalu dia mulai melangkahkan kakinya untuk melihat beberapa letak pengambilan gambar.

Dave mengeker menggunakan kamera lamanya. Lalu mulai menjepret beberapa view yang dianggapnya bagus.

Dia juga merapikan bantal yang ada di sofa. Meletakkannya sesuai dengan penglihatan dari kamera yang sudah dipasang menggunakan alat menyangga, agar lebih stabil dalam mengambil gambar

Dave terlarut dengan kegiatannya, hingga tiba-tiba... Sebuah suara seorang wanita terdengar sedang berbicara disambungan telepon. Mengganggu konsenterasinya.

Lantas Dave melirik dan melihat seorang model yang sempat mendatanginya saat dia baru tiba tadi.

"Pastikan kau meyakinkan Bradley bahwa; kau menyuap dia untuk memilih Clara. Jangan salah! Mengerti?!"

"...."

"Bagus!" ujar suara wanita tersebut.

Lalu wanita itu hendak beranjak, namun Dave dengan sengaja keluar dari balik tirai yang menutupi tempat pemotretan.

Wanita itu tampak terkejut, namun melihat Dave yang tampak biasa saja. Model itu malah tersenyum dan menghampiri Dave.

"Hai... Tampan, sedang apa kau di sini?" tanya wanita berambut pirang tersebut mencoba mengakrabkan diri.

"Aku hanya sedang mengecek view untuk pengambilan gambar nanti. Kau ingin mencoba berfoto di sana?" tanya Dave.

Dia juga berusaha bersikap biasa saja, lagipula Dave tak mengenal siapa Clara -Nama yang barusan disebut oleh wanita berambut pirang ini-.

"Tentu. Jika itu bisa membantumu," jawab wanita bertubuh ramping tersebut.

Lalu Dave menjepretkan kameranya beberapa kali ke arah model tersebut. Dan memperlihatkan hasil pengambilan gambarnya kepada wanita tersebut.

Wanita berambut pirang itu mengucap terima kasih dan hendak mencium Dave. Namun Dave menghindar dan hanya memberikan senyuman disertai gelengan. Membuat wanita bertubuh tinggi dan ramping tersebut pergi menghentakkan kakinya.

Bradley menghampiri Dave setelah dia memberikan beberapa pertanyaan sederhana kepada model pilihannya. Dia mencari satu dari antara dua puluh orang yang akan menjadi bintang utama di agencynya nanti.

Setelah mendapat jawaban yang memuaskan baginya. Bradley memilih lima orang yang menurutnya paling baik dari antara yang lain.

Dia membawa beberapa foto model itu untuk diperlihatkan kepada Dave. Menanyakan pendapat Dave atas beberapa pilihannya.

Dave terlihat sedang memutar dan mendengarkan kembali rekaman yang dia rekam saat suara wanita berambut pirang itu berbicara di telepon.

"Mose... Handsome," panggil Bradley. Dia menghampiri Dave.

"Ya, Bob. Ada yang bisa ku bantu?" tanya Dave menoleh.

"Tentu ada. Lihatlah... Aku mempunyai lima kanidat yang harus kupilih satu dari antara mereka. Aku  ingin menanyakan pendapatmu, lihatlah dulu," ujar Bradley. Dia mengajak Dave untuk duduk di dekat sofa dan meja yang tersedia di ujung ruangan.

Dave mengikuti dan mulai duduk sambil melihat-lihat foto dan biodata lengkap kelima model pilihan Bradley.

Dari satu sampai ke empat model yang Dave lihat, Bradley terus berkomentar menjelaskan keahlian masing-masing model.

Hingga dikertas lembaran model kelima. Dave melihat foto wanita yang sejak kemarin menjadi pengganggu waktunya. Dan juga yang semalam sudah merasuki pikirannya karena kejadian yang tak diduganya.

Suara Bradley yang terus membanggakan foto wanita yang ada digenggamannnya itu. Seakan menghilang dan hanya seperti kicauan burung di tengah flashbacknya akan kejadian semalam.

Hingga Dave tersadar saat Bradley menjetikkan jarinya tepat di depan matanya yang sedang menatap foto Clara.

Dave tersadar dan tersenyum kepada Bradley.

"Oh ya ampun... Apa kau begitu terpesona dengan yang terakhir ini?" tanya Bradley menggoda Dave.

Dave hendak menjawab, namun suara ringtone dari ponsel Bradley terdengar. Nada panggilan masuk ter-wow bagi Dave untuk seorang pria. Lagu dari girlband korea yang sedang booming saat ini.

Dave hanya menggelengkan kepalanya saat Bradley mengangkat panggilan masuk dari ponselnya.

Dave menggunakan kesempatan itu untuk melihat biodata wanita yang mengganggu pikirannya.

Dia membulatkan matanya saat melihat nama dari foto wanita yang tak asing baginya; Clara Davonna Dawn.

Astaga... Kenapa bisa kebetulan seperti ini? batin Dave.

**   

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status