Share

Part 03

—03—

Kilat blitz dari kamera yang digunakan Dave terus berkedip, menghasilkan gambar seorang model dengan talenta dan paras cantik serta tubuh ramping, mulus dan bersih.

Wanita itu terus tersenyum dan berganti gaya demi mendapatkan gambar terbaik dari hasil pemotretannya hari ini.

Clara terlihat seksi dengan pakaian santai berwarna biru dan kacamata hitam bertengger di hidungnya.

       Manik mata biru milik Dave menatap tajam tampilan Clara setiap kali dia selesai mengambil gambar.

Baju Clara yang mengekspose bagian belahan dadanya itu, membuat Dave merasa terganggu. Tidak seperti biasanya saat dia memotret para model cantik dan bahkan lebih seksi dari pakaian yang dikenalan Clara saat ini.

Namun entah kenapa baju Clara yang semakin lama semakin melorot, sehingga hampir membuat dada Clara semakin terlihat jelas. Hal itu  membuat Dave semakin gerah dan beranjak dari balik kamera.

Dia menghampiri Clara dan membetulkan baju di bagian pundak Clara yang semakin turun.

"Kau bisa mengatakannya dari balik kameramu, tanpa harus mendatangiku. Lalu repot-repot merapikan bajuku!" ketus Clara.

Dave hanya menatapnya tajam lalu kembali ke balik kameranya. Dave tahu Clara masih terlihat kesal atas apa yang telah dilakukan Dave sebelumnya.

Entah bagaimana caranya Dave membuat Clara merasa berhutang budi karena bukti rekaman suara dari Dave menyatakan Clara selamat dari diskualifikasi.

Dave mengatakan kepada Bradley  bahwa; model berambut pirang yang terakhir diketahui bernama Stella. Telah membayar seseorang untuk membuat Clara didiskualifikasi karena hendak menyuap Bradley.

Bradley sendiri sempat kesal saat dia menerima telepon dari orang asing yang berniat untuk menyuapnya agar memilih Clara. Beruntung Dave memiliki bukti kebenaran atas kecurangan yang sengaja dibuat untuk menyingkirkan Clara.

Alhasil hal tersebut membuat Stella-lah yang terdiskualifikasi. Dan menjadikan Clara model utama di agency Bradley. Tentu saja Clara tak ingin Dave merasa bangga atas apa yang telah dilakukan pria itu terhadapnya.

Walau memang kenyataannya dia bisa berdiri sampai saat ini. Karena adanya turut campur dari Dave, yang memberikan bukti rekaman pembicaraan Stella di telepon dengan seseorang.

Seharusnya Dave bisa saja membiarkan Clara didiskualifikasi. Namun dia sendiri merasa heran.

Untuk apa dia mengatakan sebuah kebenaran?

Jika memang Dave ingin Clara tak berada di dekatnya. Seharusnya dia membiarkan Clara terdiskualifikasi.

Namun hati kecilnya lebih tak ingin model bernama Stella itu masih berada di tempat sahabatnya -Bradley-.

Jepretan terakhir yang diambil Dave. Mengakhiri sesi pengambilan gambar hari ini.

Dave mengangguk kepada seorang yang mengurus busana Clara. Lalu gadis muda berkulit gelap itu mengajak Clara untuk mengganti pakaiannya.

Clara menghentakkan kakinya kesal dan mengikuti gadis tersebut. Dia menatap Dave yang terlihat sombong dengan sikap dingin dan arrogant-nya.

***

Waktu begitu cepat berlalu. Beberapa model yang masih bertahan, telah selesai melakukan pengambilan gambar untuk poster dan banner di sepanjang jalan. Lalu mereka diminta pulang dan beristirahat agar besok bisa menghadiri acara minum teh dikediaman Bradley.

Sementara itu Dave masih sibuk berkutat melihat hasil fotonya. Dia memiliki ruangan khusus yang disediakan oleh Bradley untuk mengecek kembali gambar yang diambil tadi siang.

Kesibukkannya terganggu saat sebuah ketukan terdengar dipintunya. Dave mengerutkan keningnya sambil menatap pintu. Dia merasa tak biasanya ada yang mengganggu waktu kerjanya.

Namun karena tak ingin berpikir terlalu keras. Dave memutuskan untuk membuka pintunya.

Dia berjalan menuju pintu lalu meraih gagang pintu untuk membukanya.

Terlihat dua orang wanita berdiri di balik pintu yang telah dibuka oleh Dave.

Maggie menyenggol lengan Clara untuk berbicara. Namun Clara menatap Maggie kesal dan membulatkan matanya. Memainkan manik mata abunya menunjuk Dave, seolah dia berkata, 'kau saja yang bicara!'

"Eherm! Kalian mengetuk pintuku hanya untuk saling menyuruh siapa yang hendak bicara lebih dulu?" tanya Dave.

Maggie tersenyum kaku sambil mencubit pinggang Clara, sehingga wanita itu memekik kesakitan.

"Ouch! Sakit Mag!" protes Clara.

"Ehm... Maaf. Clara ingin bicara... Bolehkah dia masuk ke dalam?" tanya Maggie.

Clara kembali menoleh kepada Maggie dan membulatkan mata sambil menggelengkan kepalanya berkali-kali.

Maggie menangkup kedua pipi Clara, menghentikan gelengan kepala wanita itu. Lalu memutarnya menghadap Dave, mereka berdua tersenyum cengengesan menampilkan deret giginya.

"Apa kalian tak bisa membaca tulisan dipintu ini?" tanya Dave. Dia maju selangkah dan menutup pintunya. Dengan otomatis Clara dan Maggie melangkah mundur satu langkah.

Dave menunjuk melalui ekor matanya. Membiarkan Clara dan Maggie membaca tulisan yang ada di depan pintu ruangan yang di khususkan untuk Dave.

"Hanya Mose yang boleh memasuki ruangan ini," ujar Clara dan Maggie bersamaan.

"Hem... Bagus kalian bisa membaca," sarkas Dave dan tersenyum menampilkan deret giginya. Senyum yang sama yang ditunjukan Dave semalam saat Clara meminta bantuannya.

Namun sedetik kemudian dia kembali memasang wajah kaku dan dingin tanpa senyuman sama sekali.

"Jadi artinya, kalian tak boleh masuk ke sini! Pergilah! Jangan menggangguku," tukas Dave ketus.

Dia hendak kembali masuk, namun lengannya tertahan oleh tangan mungil Clara.

"Baiklah... aku akan bicara di sini," ujar Clara.

Dave mengerutkan keningnya menunggu Clara melanjutkan ucapannya, "aku ingin berterima kasih atas apa yang kau lakukan. Sehingga aku masih bisa bekerja di sini. Dan...," jeda Clara sambil meringis.

"Dan apa? Bisakah kau bicara tanpa harus memegangi lenganku?" sergah Dave ketus.

Secara spontan Clara melepaskan genggaman tangannya pada lengan Dave. Clara menampilkan deret giginya, meringis malu karena terlalu canggung untuk mengucap terima kasih kepada Dave.

"Dan apa?" tanya Dave lagi.

"Oh iya! Dan... A-aku... Ingin minta maaf atas kejadian semalam. Aku tak berniat menuduhmu. Aku hanya ingin meminta bantuanmu agar terlepas dari omelan Maggie. Tapi... Aku sungguh tak tahu jika Maggie akan bertindak sampai memukulmu," ungkap Clara dengan nada penuh penyesalan.

"I-iya... Maafkan aku. Semalam aku terlalu emosi. Karena ya... Clara bukan hanya modelku. Tapi dia sudah kuanggap seperti adikku sendiri," ujar Maggie menambahkan. Keduanya saling merangkul dan tersenyum.

"Lupakan saja masalah semalam. Apa kalian sudah selesai?" tanya Dave.

Clara dan Maggie kembali saling menatap.

"Ehm... Sebenarnya kami ingin merayakan pencapaian Clara hari ini. Sekaligus ingin mengajakmu makan malam. Sebagai ucapan maaf dan terima kasih kami," ungkap Maggie.

Dave menghela napasnya, lalu melihat jam di pergelangan tangannya.

"Maaf. Aku masih harus menyelesaikan pekerjaanku," jawab Dave menolak ajakan Maggie.

"Oh begitu... Baiklah. Hm... tapi jika kau sudah selesai, dan berubah pikiran. Kami ada di restoran di ujung jalan ini. Kau boleh menyusul jika kau mau," ujar lagi Maggie.

"Ya. Terima kasih atas tawarannya," jawab Dave singkat.

"Baiklah... Kami permisi," ujar Clara menarik Maggie.

"Untuk apa kau memaksanya! Dia sudah menolakmu sejak awal," gerutu Clara.

Dave masih bisa mendengar, namun dia hanya menggelengkan kepalanya dan kembali masuk ke dalam ruangannya.

Dia berniat kembali melakukan pekerjaannya. Bergelut dengan foto-foto yang dia ambil, memilih pose terbaik dari setiap pose yang ada.

Dave melihat foto Clara yang terlihat seksi dengan gaun hitam dan belahan dada yang rendah serta rambut yang diikat tinggi. Sehingga mengekspose leher jenjang Clara.

       Dave kembali mengingat perlakuan kasarnya terhadap Clara semalam. Lalu dia menghela napasnya dan merapikan pekerjaan yang sebenarnya memang masih bisa ditunda.

Dave beranjak dari ruang pribadinya dan berniat menyusul Clara dan Maggie.

Dia juga tak ingin mempunyai beban pikiran karena perlakuan kasarnya. Dia berniat meminta maaf atas perlakuan kasar semalam. Dan menyudahi pertengkaran kecil yang selama ini terjadi tanpa bisa dikontrolnya.

Dave keluar dari studio besar milik Bradley. Menuju parkiran dan memasuki mobil putihnya... Dia mengendarai mobil tersebut cukup pelan karena tak ingin melewatkan restoran yang dimaksud oleh Maggie.

Dave tiba di sana dalam waktu dua puluh menit dan mulai memarkirkan mobilnya di depan restoran.

Dia masuk dan melihat ke sekeliling sudut restoran itu. Terlihat Maggie yang duduk sendiri sambil melambaikan tangan kepadanya. Dave yang menangkap pergerakkan Maggie langsung melangkah menghampiri wanita berambut ikal itu.

"Akhirnya kau datang juga. Duduklah... Clara sedang ke kamar kecil. Kami baru memesan makanan cukup banyak. Tapi jika kau ingin melihat menu yang lain. Silahkan saja," ujar Maggie dan tersenyum ramah.

Dave mengangguk, "tidak usah. Aku ikut apa yang kalian pesan saja. Aku ke sini sekalian untuk meminta maaf juga dengannya. Karena semalam sudah bersikap kasar," ungkap Dave.

"Oh begitu... Hm. Baiklah... Tunggulah dia kembali. Mungkin agak lama," balas Maggie.

Dave hanya mengangguk sebagai jawaban. Dia memerhatikan ke sekeliling restoran. Terlihat cukup sepi. Hanya beberapa orang yang mengisi meja. Hingga membuat Dave menyadari ada seorang wanita bersama dengan pria yang memunggunginya sedang memperhatikannya.

Wanita itu terus melihat ke arah dimana Dave duduk. Wanita berambut lurus yang terlihat memainkan matanya dan tersenyum kepada Dave.

Dave mengalihkan tatapannya. Dia paling tidak suka dengan wanita murahan yang menggodanya. Ditambah wanita berkulit putih tersebut sedang makan bersama seorang pria.

"Apa yang dilakukannya di toilet? Kenapa lama sekali?" tanya Dave kepada Maggie.

Selera makannya hilang, merasa tak nyaman menjadi perhatian seorang wanita penggoda.

"A-aku rasa dia sedang merapikan make up. Dia memang akan lama jika ke toilet. Aku akan menyusulnya jika kau mau," jawab Maggie.

"Tidak usah. Kita tunggu saja," jawab Dave. Dan dia mulai berkutat memainkan ponsel pintar miliknya.

***

Clara keluar dari toilet dan mulai merapikan diri di depan wastafel. Namun saat dirinya telah selesai dan hendak keluar.

Seorang wanita berambut lurus masuk. Dan melihat dirinya di wastafel.

"Hai Cla... Long time no see you," sapa wanita tersebut.

Clara menoleh dan menatap tajam wanita berkulit putih tersebut.

"Hei.., Laurent! Kau sendiri?" tanya Clara berbasa basi. Yang sesungguhnya dia sangat malas bertemu sahabat sekaligus pengkhianat yang sudah merebut kekasih yang hampir menikahinya.

"Tentu tidak... Jacob selalu menemaniku kemanapun aku pergi," jawab Laurent.

"Begitukah? Baguslah...," ujar Clara. Dia hendak keluar dari toilet. Demi mengakhiri pembicaraan tak mengenakan baginya. Namun wanita bernama Laurent itu menahannya.

"Clara, wait. Apa kau tak ingin bertemu dengan Jacob? Aku masih mengijinkannya bertemu denganmu, jika kau merindukannya," ujar Laurent.

Terdengar menyebalkan bagi Clara. Karena dulu Clara juga sempat berkata begitu. Karena yakin Jacob tak akan berpaling darinya. Namun nyatanya pria berengsek itu malah mengkhianatinya dan bermain dengan sahabat pengkhianatnya ini.

Clara berbalik dan menampilkan senyum menyebalkan. "Maaf sekali... Aku sudah memiliki penggantinya. Dan pria-ku yang sekarang, sangat posesif. Jadi aku tak ada waktu merindukan mantan tunanganku yang bodoh itu," tukas Clara.

"Hei! Yang kau maksud bodoh itu, tunanganku sekarang! Apa maksudmu mengatainya seperti itu?!" protes Laurent tak terima.

"Ya... Menurutku dia sangat bodoh. Dengan melepaskanku hanya demi wanita murahan sepertimu! Jangan pikir aku tak tahu berapa banyak pria yang tidur denganmu Lau! Hampir setiap bulan kau berganti pasangan. Jangan kira aku melupakan kebiasaanmu itu! Aku hanya masih tak menyangka, kau begitu terobsesi menjadi lebih baik dariku hingga merebut Jacob dengan cara yang licik! Menggoda dan mengajaknya tidur. Lalu—"

"Cukup Cla!" bentak sebuah suara pria yang sudah lama tak didengarnya.

Pria itu masuk dan meraih pinggang Laurent dengan mesra lalu mencium wanita itu di depan Clara. Melepas ciuman tersebut lalu keduanya menatap Clara seakan mengejek Clara.

"Aku berpaling darimu, karena aku mencintainya. Jadi jangan pernah mengatakan Laurent adalah wanita penggoda!" ujar Jacob membela.

Clara memutar bola matanya malas. Dia hendak beranjak namun ucapan Jacob kembali membuatnya terdiam, "Jangan terlalu naif, Cla. Aku tahu... Sulit bagimu untuk melupakanku. Tapi... Terimalah kenyataannya. Prinsip hidupmu membuat semua pria menjauh. Jadi kusarankan... Jangan lakukan itu pada yang lain," ujar lagi Jacob.

Clara berbalik dan terkekeh walau sulit baginya untuk melawan. Namun dia tak ingin harga dirinya diinjak-injak, "kita lihat saja... Siapa yang akan lebih bahagia dalam satu tahun ke depan. Aku, atau kau dengan pengkhianat ini!" tukas Clara dan berlalu.

Dia kembali ke mejanya dengan wajah kesal memerah. Dia ingin marah namun malah airmata yang keluar tanpa ijin.

-

Maggie merasa heran dengan raut wajah Clara yang hendak menangis. Berjalan kearahnya dengan kaki yang dihentakkan ke lantai cukup keras.

"Itu dia...," ujar Maggie memberitahukan kedatangan Clara kepada Dave.

Dave menoleh dan melihat sesuatu yang aneh dari Clara. Dia melihat Clara mengusap air yang keluar dari matanya.

"Maggie... Ayo kita pulang saja! Aku tak ingin bertemu dengan si berengsek Jacob dan jalangnya!" ungkap Clara meluap-luap.

"Tapi... Bagaimana dengan Dave?" tanya Maggie. Clara menoleh dan baru menyadari ada Dave yang duduk di tempatnya duduk, sebelum ke toilet.

"Oh... Hai Dave. Maaf... Hari ini kita tak jadi makan. Lain kali aku akan mentraktirmu. Aku harus pergi sekarang, maaf membuang waktumu percuma," ungkap Clara.

"Ada apa sebenarnya?" tanya Dave penasaran. Dia melupakan niatnya untuk meminta maaf. Dan ikut panik karena kondisi Clara yang semakin deras meneteskan airmatanya.

"Ayo Mag! Bayar makanannya dan kita pergi," pinta Clara. Dia menghentakkan kakinya seperti anak kecil yang merengek ingin pulang.

"Baiklah, Cla." Maggie berdiri dan menyiapkan pembayaran untuk makanan yang bahkan belum datang ke atas mejanya.

"Maaf sekali, Dave. Kami akan menggantikan waktumu malam ini, dihari lain. Kami harus pergi sekarang," ujar Maggie. Lalu meninggalkan beberapa lembar dollar di mejanya.

Dave masih sempat memperhatikan Clara yang terus menangis. Hingga mereka hendak pergi.

Manik mata abu belapis air bening milik Clara, masih sempat menatap Dave. Begitu juga dengan manik mata biru milik Dave yang menatap Clara penuh tanya.

Hingga pandangan mereka terputus. Dan Dave masih memperhatikan  punggung Clara yang bergetar berada dirangkulan tangan Maggie yang mengusap berusaha menenangkan.

"Apa yang membuatnya hingga seperti itu?" gumam Dave. Tanpa sadar telah menaruh simpati kepada Clara.

**

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status