Share

Part 05

—05—

Clara menghirup dalam-dalam aroma masakan yang tercium begitu menggoda. Perutnya terus berbunyi sejak setengah jam yang lalu.

Dave menatap tajam Clara sambil menuangkan makanan yang baru selesai dipanaskan dari microwave, ke dalam piring saji. Dia tak henti menggelengkan kepalanya lantaran Clara tak bisa melakukan apapun. Bahkan hanya untuk sekedar mengisi perutnya sendiri.

"Aku sungguh tak habis pikir. Kau memilih kelaparan karena menungguku selesai mandi. Hanya untuk memintaku memanaskan makanan? Apa kau sungguh tak bisa melakukan semuanya sendiri?" tanya Dave.

Dirinya tak tahan mengetahui Clara yang teramat manja dan kekanakan diusianya yang jelas lebih tua dari Dave. Namun tingkah dan sikap Clara sungguh seperti bocah berusia sepuluh tahun.

"Bukan aku tak bisa. Aku pernah mencoba membuat sesuatu untuk kumakan. Namun aku malah menghancurkan dapur Maggie. Dia marah... Dan dari situ, dia melarangku memasuki dapur," ungkap Clara dengan bibir yang maju seperti bebek.

Dave kembali menggeleng dan memutar bola matanya. Dia membawa piring berisi makanan ke atas meja makan. Tepat di sana Clara sudah menunggunya.

"Apa kau tak bisa melakukan sesuatu dengan benar? Kenapa kau selalu membuat masalah? Apa kau tak berpikir bahwa kau akan selamanya menyusahkan Maggie!" sergah Dave.

Dia duduk di hadapan Clara. Wanita itu tak lagi bisa menahan diri, untuk tak melahap makanannya.

"Aku sudah berpikir ke sana. Namun... Maggie berjanji akan selalu ada untukku. Jadi aku melupakan pikiran itu," jawab Clara dengan mulut penuh makanan.

Dave memijat kepalanya. Merasa sakit dengan melihat cara makan Clara ditambah ucapan Clara yang semakin membuat jaringan sistem di otaknya tambah berkelit.

"Kau kenapa? Apa kau sakit? Kau tak makan?" tanya Clara.

Dave melirik Clara yang menatapnya khawatir.

"Lebih baik cepat habiskan makananmu. Setelah itu... Pergilah tidur. Agar aku bisa kembali ke tempatku!" perintah Dave.

"Hei... Bukankah kau juga belum makan? Makanlah... Kau sendiri terlihat pucat. Dan tadi... Kau memijat kepalamu. Apa kau sakit?"

"Kepalaku sakit karena kau terus bicara! Bisakah kau diam? Bahkan saat makanpun kau terus bicara! Aku sungguh tak percaya, Bradley memilihmu menjadi model utamanya!" ketus Dave.

"Kau meremehkanku dalam pekerjaan?! Oh... Ya ampun! Jelas-jelas sudah terbukti bahwa aku sangat berbakat dibidang modeling. Maka dari itu bos Bradley memilihku!" tukas Clara tak senang.

Dave mengusap wajahnya kasar, "baiklah... Aku salah bicara. Cepat habiskan makananmu agar aku bisa pulang!" balas Dave. Memilih mengalah daripada memperpanjang masalah.

"Aku selesai! Aku sudah tak bernafsu untuk makan!" tukas Clara berdiri dari duduknya.

Beranjak menuju kamar dan membanting pintu kamarnya, serta melupakan bahwa saat ini dia hanya sendirian.

Dave menatap pintu kamar Clara tak percaya.

"Hah! Apa-apaan dia itu?! Astaga... Kepalaku sungguh sakit karenanya," gumam Dave.

Dia berdiri dan berniat kembali ke tempatnya.

"Baiklah! Jika kau ingin merajuk! Merajuklah! Kau pikir aku akan peduli!" teriak Dave.

"Ya! Terserah kau! Dasar pria angkuh dan tak berperasaan! Setelah meremehkanku, lalu pergi! kau bahkan tak meminta maaf kepadaku!" balas Clara.

Dave melongo tak percaya dengan ucapan Clara -wanita kekanakan dan mudah tersinggung-.

Sabar Dave... Lebih baik cepat keluar dari tempat ini. Sebelum menjadi gila, batin Dave.

Dave kembali melangkah dan keluar dari unit apartemen Clara. Berjalan menuju unitnya yang berada di samping tempat Clara.

Dia berjalan masuk ke dalam kamar dan membanting tubuhnya ke atas ranjang. Menatap langit-langit kamar sambil memijat kepalanya yang masih terasa sakit.

Dia mencoba memejamkan matanya... Namun bayangan Clara yang menangis saat di restoran kembali telintas. Lantas dia membuka matanya lagi.

"Ck! Wanita aneh itu... Bagaimana bisa terus terbayang dipikiranku!" gumam Dave.

Dia hendak mengusap kepalanya dengan tangan. Namun tanda kebiruan di pergelangan tangan kanannya terlihat walau hampir memudar.

Dave kembali mengingat kejadian di minimarket. Saat Clara menggigit lengannya hanya untuk sebuah ice cream.

"Bagaimana bisa ada wanita seperti dia?!" tanya Dave entah kepada siapa.

Sebuah kilat terlihat dari pintu balkon kamarnya yang masih terbuka. Angin mulai berhembus kencang membuat tirai putih berterbangan.

Dave beranjak dari baringnya, berniat menutup pintu balkon sebelum hujan turun dan membasahi tirainya.

Namun saat dia tiba di pintu balkon, dia melihat bayangan dari pintu balkon di sebelahnya masih menyala.

Dave penasaran dan sedikit khawatir dengan keadaan Clara. Dia keluar dan menoleh ke balkon tepat dimana kamar Clara terlihat.

Clara duduk di lantai dengan kaki terlipat. Dia memeluk lututnya dan melamun menatap langit gelap tanpa bintang.

Untuk sepersekian detik... Dave tak menyadari bahwa; matanya terus tertuju kepada Clara yang menyiratkan kesepian dari raut wajah cantik asal Madrid itu.

Apa perkataanku tadi sungguh menyinggung perasaannya? tanya Dave dalam hati.

-

Clara menikmati kesendiriannya dengan menatap langit. Dia yang semenjak merajuk dan memasuki kamarnya. Memilih duduk di pintu balkon, berharap bisa melihat bintang dan bercerita kepada bintang.

Clara sering melakukan hal tersebut. Dikala dia merasa kesepian, dan memiliki masalah yang membuatnya sedih. Dia merindukan sosok neneknya yang telah lama tiada. Dia mengingat seseorang berkata tentang mitos bintang. Bahwa seorang yang telah tiada akan tetap bersinar di langit, menjelma menjadi bintang yang paling bersinar.

Namun saat ini, tak ada bintang yang bersinar. Bahkan langit sama seperti suasana hatinya. Sangat gelap dan hendak menurunkan hujan.

Setetes air mata keluar dari mata indahnya. Dia mengusapnya dan tak sengaja menoleh ke samping. Lantas matanya melihat sosok seseorang di balkon sebelah. Seorang pria yang baru saja mengalihkan tatapan darinya.

Clara berdiri dari duduknya dan mendekat ke pinggir balkon.

"Sedang apa kau memandangiku?!" tanya Clara ketus.

Pria yang memandanginya hanya mendengus menghela napas. Seakan dia menyesal telah menatap Clara begitu lama.

"Hei! Mousie! Aku bicara padamu!" panggil Clara.

Pria yang dipanggil Mousie itupun menoleh dan mengerutkan keningnya.

"Iya, kau! Dave Mose! Namamu hanya tinggal ditambahkan beberapa huruf dan akan menjadi kata Mousie! Kau itu seperti tikus yang menyebalkan! Untuk apa kau memandangiku barusan?" gerutu Clara.

Ya... Pria yang sejak tadi sempat memandangi dan mengalihkan tatapannya itu adalah Dave.

"Sebenarnya apa yang ada di dalam pikiranmu itu?! Bisa-bisanya kau mengganti nama seseorang seenakmu?!" sergah Dave.

"Kau sendiri juga begitu! Apa kau sejak lahir memakan banyak cabai? Karena setiap ucapan yang keluar dari mulutmu terdengar pedas ditelingaku!" balas Clara.

Dave tersentak dan mengurungkan niatnya untuk membalas ucapan Clara.

Hening untuk beberapa saat...

Hingga akhirnya Clara mendengus kesal dan hendak memasuki kamarnya.

"Ck! Dasar pria angkuh!" gumam Clara. Dia membalik tubuhnya dan hendak melangkah.

"Maaf," ujar Dave begitu saja.

Clara terhenti dan melirik Dave.

"Maaf jika perkataanku begitu menyinggung perasaanmu, hingga membuatmu merenung seperti tadi. Anggap saja aku tak pernah berkata seperti itu," timpal Dave. Dia hendak beranjak dari balkon.

Namun kali ini Clara-lah yang menghentikan langkah Dave.

"Bukan kau...," ujar Clara. Membuat Dave menoleh.

"Bukan dirimu yang membuatku merenung. Jangan terlalu merasa bersalah. Ucapanmu itu ada benarnya. Mungkin aku harus mulai belajar mandiri dari sekarang. Maggie akan menikah. Dan aku tak mungkin tinggal dengannya. Dia sering bertengkar dengan tunangannya karena membelaku," ungkap Clara.

Dave hanya diam mendengarkan keluhan Clara.

Clara bersandar di pinggiran balkon yang terbuat dari besi. Dia kembali menatap langit dengan tatapan sendu.

"Semenjak aku berpisah dengan tunanganku karena sesuatu yang begitu menyakitkan terjadi. Maggie menjadi over protective terhadapku. Dia akan melindungiku dari orang asing yang berada disekitarku. Sebab itulah, kemarin dia memukulmu begitu aku mengadukan hal yang tak kau lakukan. Maaf untuk hal itu... Aku akan tetap mentraktirmu untuk menebusnya," janji Clara sembari meringis mengalihkan tatapannya dari langit menatap Dave yang tercengang menatapnya.

"Kenapa kau menatapku begitu? Apa yang kau perhatikan?" tanya Clara.

Dave tersadar telah tertangkap memperhatikan Clara. Lantas Dave menguap untuk mengalihkan pertanyaan Clara

"Aku mengantuk... Maaf tak mendengar ucapanmu barusan! Selamat malam," ujar Dave.

Dia melarikan diri dari pertanyaan Clara. Menutup pintu balkonnya cukup keras dan kasar.

"Ck! Dasar Mousie!" gumam Clara.

"Cla... Kau sudah tidur?" terdengar suara Maggie memanggil.

"Belum!" jawab Clara sedikit berteriak. Lalu dia masuk ke dalam kamar.

-

Dave mengintip dari balik tirai pintu balkon kamarnya. Melihat Clara yang sudah masuk ke dalam kamarnya.

"Mousie...," gumam Dave. Bibirnya melengkung ke atas dengan kepala yang menggeleng.

Dave menutup tirai pintu balkonnya. Dan beranjak ke ranjang. Membaringkan diri di sana sambil menatap langit-langit kamar.

Ingatannya berputar ke waktu dimana dia berada satu pesawat dengan Clara. Lalu kembali bertemu di lobby apartemen. Bahkan dirinya juga masih mengingat bagaimana Clara mengigit lengannya. Dan tanda gigitan itu masih membekas biru walau hampir memudar.

Dave memegangi bibirnya saat mengingat ciuman mendadak yang diberikannya kepada Clara. Perasaan bersalah kembali menjalari hati dan pikirannya. Dirinya belum meminta maaf dengan benar atas kejadian itu.

Ada saja hal yang membuatnya melupakan niat baiknya. Membuat dia kembali mengingat tatapan menyedihkan dari manik mata abu milik Clara.

Dan sampai saat ini Dave masih memikirkan perihal apa yang membuat Clara menangis seperti itu. Tatapan terluka yang ditunjukkan melalui air mata wanita itu.

Tatapan yang bertolak belakang dengan sifat dan sikap Clara yang selama ini terlihat ceria bahkan menyebalkan bagi Dave.

Dave beranjak dari baringnya. Mengambil kamera untuk mengeluarkan micro sd dari kamera tersebut dan memasukannya ke dalam laptop.

Memeriksa beberapa foto Clara yang diambilnya tadi siang. Mengamati dan memperhatikan foto tersebut berkali-kali. Membolak balik dari foto satu ke foto yang satu lagi.

Hingga dirinya tersentak saat tersadar dia sudah bertindak bodoh dengan memandangi foto-foto Clara.

Kepalanya terantuk ke atas laptop dan membenturkan kepalanya beberapa kali.

Suara ponsel berdering mengagetkannya hingga kepalanya terbentur cukup keras. Dave meringis mengusap keningnya. Dia meraih ponsel dan melihat nama yang tertera di layar.

Bradley Bob calling

"Ya... Ada apa, Bob?" Dave menjawab teleponnya.

"Hallo, Mose... Maaf mengganggumu malam-malam. Aku terlalu sibuk mengurus ini dan itu hingga lupa mengabarimu. Besok datanglah ke rumahku... Aku mengadakan open house untuk para model baruku. Kau harus hadir. Mereka menanyakanmu juga," ungkap Bradley.

"Baiklah... Jam berapa?" tanya Dave.

"Jam tiga sore, aku sudah membuka acaranya. See you... Mose," jawab Bradley.

"Baiklah," jawab Dave lalu mematikan sambungan teleponnya.

Dia kembali menatap laptopnya, lalu memijat pelipisnya. Foto Clara yang sedang memandang ke gedung pencakar langit. Memperlihatkan punggung mulus Clara. Foto itu masih terpampang di laptopnya.

       Hingga kemudian dia menutup laptopnya dengan kasar. "Hah... Aku bisa gila jika seperti ini!" gumam Dave dan memilih tidur untuk mengeyahkan isi pikirannya yang dipenuhi oleh wanita bernama Clara.

**

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status