Share

Part 04

-04-

            Jonathan melirik Natasha yang duduk di hadapannya. Dia sedang menikmati makanannya. Setelah peperangan kecil dengan Pauline di kamar.

            Pria itu merasa malu dengan sikap Pauline, yang memarahinya seperti anak nakal yang membuat ulah di sekolah.

            "Hentikan senyum mengejekmu itu Nath!" tukas Jonathan.

            "Aku tak mengejekmu," jawab Natasha.

            "Jangan hiraukan dia Nath. Habiskan saja sarapanmu dan minum vitaminmu," ujar Pauline.

            "Vitamin apa yang kau berikan mom?" tanya Jonathan pada Ibunya.

            "Penyubur. Agar dia cepat hamil," jawab Pauline santai.

            "Apa?! Mom meragukanku?!" pekik Jonathan. Hilang sudah semua aura dingin yang dimilikinya jika berhadapan dengan musuh. Dirinya, jika di depan Pauline berubah menjadi berisik.

            "Hanya untuk berjaga-jaga," ujsr Pauline santai.

            "Tapi-"

            "Diamlah! Lakukan saja tugasmu untuk menyemburkan semua benihmu ke dalam Natasha! Sisanya aku yang urus!" ujar Pauline. Natasha hampir tersedak mendengar kalimat frontal dari Ibu mertuanya.

            Hening kemudian....Jonathan memilih mengalah daripada akan menambah panjang omelan Ibunya itu. Dia memilih mempengaruhi istrinya untuk tak meminum vitamin tersebut.

            Dia memainkan matanya pada Natasha. Namun istrinya terlihat bingung dengan isyarat yang diberikannya. Hingga tiba-tiba dirinya memekik kesakitan.

            "Ouch! Shit!" umpat Jonathan.

            "Berani kau mengumpat di depan Ibumu?!" bentak Pauline.

            "Kenapa mom menginjak kakiku?!"

            "Kenapa kau menyuruh Natasha membuang vitamin dariku?!" tanya balik Pauline.

            "Oh jadi kau menyuruhku membuang Vitamin dari mom?" tanya Natasha. Atau mungkin menegaskan kebenaran dari pertanyaan Pauline sebelumnya.

            Jonathan mengusap wajahnya dan menatap memelas pada Ibunya.

            "Jangan memengaruhi menantuku!" ketus Pauline.

            "Tapi mom, caramu itu melukai harga diriku! Kau meragukan anakmu sendiri," ujar Jonathan masih berusaha membela dirinya.

            "Sudahlah Nathan. Tak ada salahnya aku meminumnya, untuk kebaikanku juga bukan? Atau memang sebenarnya kau itu tak ingin memiliki anak dariku?"

            "Pertanyaan yang bagus Nath!" tambah Pauline. Membuat Jonathan semakin pusing dan mengacak rambutnya.

            "Astaga... Bagaimana bisa aku mencintai dua wanita yang bisa memojokkanku seperti ini," batin Jonathan.

            "Baiklah... Maafkan aku. Jangan dibahas lagi. Aku lebih baik mandi," ujar Jonathan menyerah.

            "Dia menghindar, kemungkinan benar mom. Anakmu itu tak-"

Seketika bibir Natasha terbungkam karena lumatan dari bibir Jonathan.

            "Berani berkata bahwa aku tak menginginkan anak darimu? Aku akan memperkosamu di depan Ibuku, jadi jangan mengatakannya lagi, mengerti?" ujar Jonathan terdengar seperti sebuah ancaman.

            Natasha mengangguk patuh. Dan Pauline hanya tertawa melihat tingkah anak dan menantunya.

            "Apa yang kau tertawakan mom?"

            "Tak ada. Pergilah mandi, aku akan mengurus Natashamu," ujar Pauline.

            "Jangan meracuni otaknya dengan hal yang tidak-tidak," ujar Jonathan dan masuk ke kamar mandi.

***

            Pauline kembali ke London setelah selesai memberikan Natasha nasehat dan segala hal penting lainnya. Untuk bisa bertahan hidup bersama Jonathan; Anaknya yang menurutnya akan menyusahkan Natasha nantinya.

            Pauline terlalu senang mendapatkan menantu. Hal yang sangat dia tunggu-tunggu. Karena selama ini anak tunggalnya itu, bahkan tak pernah membawa perempuan lain setelah berpisah dengan Natasha waktu itu.

            Dan sekarang... Pagi-pagi sekali, Natasha sudah bangun dan membuatkan sarapan untuk suaminya. Dia membuat omelete dan kopi.

            Beruntung Jonathan tak pernah mengeluh untuk masalah makanan. Baginya masakan Ibunya dan Natasha adalah masakan terenak yang akan sangat dia rindukan jika tak memakannya.

            Jonathan keluar dari kamar tanpa menggunakan baju. Dia hanya menggunakan celana panjang.

            "Kenapa kau bangun pagi sekali Nath? Apa kau tak lelah?" tanya Jonathan. Dia mencium dan mengendus leher istrinya yang baru selesai meletakkan semua sarapan ke meja.

            "Ini peraturan dari mom. Aku hanya ingin mengurusmu dengan benar. Menjadi istrimu yang menjalankan kewajibannya dengan benar," jawab Natasha dengan senyum menghiasi wajahnya.

            "Hm... Kau manis sekali. Kemarilah," pinta Jonathan menyuruh Natasha duduk dipangkuannya. Natasha menurut lalu mengalungkan tangannya ke leher suaminya.

            "Kau tak perlu melakukan semua ini. Karena kewajibanmu hanya satu...," ujar Jonathan dengan sengaja menggantung perkataannya.

            "Apa itu?" tanya Natasha.

            "Mendesahlah untukku dan teriakkan namaku," ujar Jonathan mengangkat Natasha dan membawanya ke kamar.

            "Astaga... Dasar mesum! Kau mau membawaku kemana? Bagaimana dengan sarapanmu?"

            "Aku ingin sarapan dirimu saja," bisik Jonathan menutup pintu kamarnya setelah dia membawa masuk istrinya.

            "Astaga... Bukankah dini hari tadi kita baru selesai melakukannya? Apa gladius-mu sudah di-asah?" tanya Natasha, lebih kearah menggoda.

            "Sudah ku bilang jangan meremehkannya sayang... Atau kau akan menyesal. Bersiaplah melakukan kewajibanmu, babe!" ujar Jonathan. Mulai merangkak menaiki istrinya.

            Dia mulai menciumi kaki jenjang istrinya, lalu naik menuju paha mulus Natasha. Dan mulai menyingkap kain sutra yang dikenakan Natasha.

            Menciumi perut wanitanya yang mulai menggeliat tak tenang. Natasha berusaha menahan rasa yang menggelitik diperutnya.

            Jonathan sangat ahli menggoda istrinya. Membuat Natasha memejamkan mata, saat sentuhan Jonathan sudah mencapai puncak payudaranya.

Jonathan dengan cekatan hendak menyatukan miliknya dengan Natasha. Hanya tinggal satu senti....

            "Jonathan!"

            "Shit! untuk apa dia datang jam segini?!" umpat Jonathan. Natasha terkikik geli.

            "Natasha!" panggil lagi suara seseorang yang sudah sangat dikenalnya.

            "Pakai bajumu Nath! Aku tak ingin dia melihatmu berantakan. Dan jangan keluar dengan kain sutra kekurangan bahan itu!" ujar Jonathan menunjuk lingerie Natasha yang terlempar entah ke lantai.

            Lalu Dia beranjak dari atas Natasha untuk menyambut penganggu langganannya.

            Jonathan keluar dari kamarnya, melihat Richard yang dengan santainya memakan omellete buatan Natasha untuknya.

            Pria itu langsung saja memukul punggung Richard hingga sahabatnya itu tersedak.

            "Brengsek! Aku bisa mati tersedak!" ujarnya setelah berusaha menormalkan kembali keadaan tenggorokannya.

            "Itu punyaku! Lagipula untuk apa kau datang ke sini pagi-pagi sekali?! Kau sungguh mengganggu sarapanku pagi ini!" ujar Jonathan. Dia duduk di hadapan Richard dan menyeruput kopinya.

            "Kau sungguh perhitungan! Aku bahkan belum menghabiskan omellete ini."

            "Sudah cepat! Katakan ada apa?" tanya Jonathan.

            "Bukankah kau yang meminta bantuan padaku?"

            "Ya... Tapi aku tak ingin membicarakannya di depan Natasha. Aku tak ingin dia terlibat," jawab Jonathan.

            "Tapi ini masalah wanita yang akan kita selamatnya, ternyata dia itu-"

            "Pagi Richard," sapa Natasha. Wanita itu sudah mengganti pakaiannya dengan mengenakan kaos dan celana pendek.

            "Pagi cantik... Apa kabarmu?" tanya Richard tersenyum ramah.

            "Berhenti memanggilnya seperti itu, bajingan tengik!" tukas Jonathan kesal. Natasha hanya memutar bola matanya, sambil menggulung rambutnya ke atas dengan asal.

            "Oh... Aku baru mengerti apa maksud sarapanmu barusan," ujar Richard menyadari tanda merah di sekitar leher Natasha.

            "Kau! Mulutmu sungguh seperti perempuan tua yang masih virgin!" bentak Jonathan melemparkan sendok ke kepala Richard.

            "Sayang! Jangan seperti itu pada tamu." Natasha berujar pada Jonathan, "apa kau sudah sarapan?" tanya Natasha pada Richard.

            "Be-"

            "Dia sudah memakan omelleteku, buatkan untukku saja. Dan berikan dia air putih saja, kalau bisa air kran," potong Jonathan semakin kesal karena istrinya malah membela sahabat sialannya itu.

            Natasha mendelik tajam pada Jonathan.

            "Tak usah repot Nath. Aku hanya sebentar," jawab Richard.

            "Ya. Kalau begitu pergilah. Aku Akan hubungi jika sudah waktunya," ujar Jonathan.

            "Kau yakin? Setidaknya minumlah kopi." kata Natasha.

            "Baiklah, kalau kau memaksa," jawab Richard.

            "Tak ada yang memaksamu! Dasar sinting!" ujar lagi Jonathan.

            "Nathan, kenapa kau galak sekali dengannya?" tanya Natasha bingung.

            "Dia selalu datang di saat yang tak tepat Nath. Jadi aku kesal," jawab Jonathan.

            "Baiklah... Kalian jangan bertengkar. Aku akan pergi saja, maaf mengganggu kegiatan panas kalian," ujar Richard akhirnya memilih berdiri. Dirinya cekikikan karena Jonathan sungguh terlihat kesal.

            "Kau yakin tak ingin minum kopi dulu?" tanya lagi Natasha.

            "Tidak. Terima kasih Nath," jawab Richard lalu beranjak setelah menggoda Jonathan.

            Setelah kepergian Richard, Natasha penasaran dengan apa yang dikatakan Richard. Lantas dia bertanya pada suaminya yang terlihat diam menekuri ponselnya.

            "Ada apa Richard datang pagi-pagi?" tanya Natasha.

            Tak ada jawaban....Jonathan masih sibuk dengan ponselnya ditambah dengan wajah seriusnya. Dirinya sedang mengetikkan sebuah pesan kepada seseorang. Natasha mendekat berniat mencari tau.

            "Apa ada masalah?" tanya Natasha mengusap punggung Jonathan sambil melihat isi pesan yang diketikkan Jonathan. Pria itu langsung menutup ponselnya saat Natasha berusaha melihatnya.

            "Tak ada. Jangan mengkhawatirkan apapun sayang. Ingat kesepakatan kita?" tanya Jonathan.

            "Ya... Aku tak boleh ikut campur. Tapi setidaknya aku boleh tau kan?"

            "Tidak. Kau pasti akan ikut campur jika mengetahui sesuatu."

            "Tapi-"

            "Ssstttt... Berhenti membahasnya. Bagaimana jika kita melanjutkan yang tadi?" tanya Jonathan mengalihkan pembicaraan. Dirinya menarik Natasha untuk duduk dipangkuannya, seperti sebelumnya.

            "Hm... Tidak. Aku ingin mandi dan jalan-jalan. Untuk apa kita di Venice jika tidak berkeliling? Bahkan kita tak keluar dari tempat ini setelah menikah."

            "Hm... Jadi kau merajuk karena tak jalan-jalan?"

            "Tidak juga, yang penting bisa bersamamu seharian. Bagiku tak masalah kita di rumah atau pergi." kata Natasha terdengar manis.

            "Hah... Bagaimana aku bisa mengajakmu pergi, jika kau selalu semanis ini. Hm?" tanya Jonathan sambil mengecup-ngecup wajah Natasha. Lalu mengendus leher istrinya. seolah menggodanya.

            "Hah... Sudah! Aku mau mandi, Nathan." Natasha beranjak dari pangkuan Jonathan. Namun tangannya masih di dalam genggaman Jonathan.

            "Ayolah sayang... Sekali saja. Ya?" pinta Jonathan dengan manja. Berbeda sekali ketika tadi pada Richard.

            "Baiklah... Pertama habiskan sarapanmu," ujar Natasha. Jonathan menurutinya. Dengan cepat dia menghabiskan omellete buatan istri tercintanya.

            "Sudah," ujarnya. Walau mulutnya masih penuh.

            "Kopinya?"

            Lalu Jonathan menenggak kopinya juga. Untung saja sudah dingin, jadi tak membuat tenggorokkannya melepuh.

            "Sudah! Apa lagi? Hm?" tantang Jonathan.

            "Balik badanmu dulu."

            "Sekarang apalagi Nath?!"

            "Berbaliklah dulu Nathan," ujar Natasha. Jonathan kembali menurut. Dia mengutuk dirinya yang terlalu mencintai wanita itu.

            "Sudah. Sekarang apa yang ingin kau lakukan?"

            "Tangkap aku sebelum sampai kamar mandi!" seru Natasha. Suaranya terdengar jauh dari Jonathan.

            Pria itu itu berbalik, dan melihat Natasha yang hampir memasuki kamar.

            "Hei! Kau curang!" Jonathan beranjak dari duduknya, mengejar Natasha.

            "Tidak ada peraturan dalam permintaanku. Jadi aku tak curang!" teriak Natasha.

            "Awas saja jika tertangkap! Kau tak akan ku ijinkan keluar dari tempat ini. Bahkan dari kamar!" teriak Jonathan. Dia hampir saja menyusul Natasha. Namun istrinya yang lincah, lebih cepat beberapa detik menutup pintu kamar mandi.

            "Nath! Oh ya ampun! Baiklah... Kau tak mungkin satu harian di dalam kamar mandi bukan? Aku akan menunggumu keluar Jadi bersiaplah menjadi santapanku Natasha!" teriak Jonathan dari balik pintu. Natasha tertawa senang. Merasa puas mengerjai suaminya yang selalu sok galak dengan orang selain dengan dirinya dan Ibunya.

            "Tertawalah Nath... Karena begitu kau keluar. Ku jamin tawamu berubah menjadi sebuah jeritan dan desahan meneriaki namaku!" ujar Jonathan.

            Seketika pintu terbuka, menampilkan wajah Natasha yang menangis menunjukkansebuahponsel.

            Ponsel Jonathan yang sejak tadi menjadi incaran.

            "Bagaimana kau-"

            "Jelaskan saja Nathan. Siapa Odelia?" lirih Natasha.

**

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status