Share

Part 05

—05—

            "Katakan siapa Odelia, Nathan?!" tanya lagi Natasha. Karena tak mendapat jawaban apapun dari Jonathan.

            "Bukan 'kah itu temanmu yang kau minta untuk diselamatkan?" jawab Jonathan atau mungkin dengan sengaja bertanya balik.

            "Namanya bukan Odelia. Tapi Margaretha," ungkap Natasha. Jonathan mendekat, namun Natasha kembali membuat jarak.

            "Benarkah? Pasti Richard salah mencari tau orang itu. Kau tau sendiri, dia tak bisa melihat wanita cantik," jawab Jonathan.

            "Tak ada yang bernama Odelia di sana Nathan! Kau ingin berbohong apa lagi?"

            "Lebih baik tanyakan langsung dengan Richard. Sungguh ini bukan salahku Nath!" ujarnya.

            "Richard seorang sniper, dia tak mungkin melakukan kesalahan kecil seperti mencari orang yang ku maksud."

            "Sniper juga seorang manusia Nath. Dia bisa saja salah."

            "Baiklah. Anggap Richard salah, tapi bagaimana dengan kalimat Richard yang mengatakan ini menyangkut wanita masalalumu. Apa mungkin Odelia wanita masa lalumu? Hm?" tanya Natasha kembali melihat isi pesan diponsel Jonathan.

            "Astaga Nath... Aku tak suka kau mencampurinya. Bukankah kita sudah membuat perjanjian," ujar Jonathan. Dia sungguh tak bisa menjelaskan siapa Odelia. Dia memilih menyembunyikannya dari Natasha, dan membuat wanita itu menganggapnya seperti pemikirannya.

            "Berarti benar, dia wanita masa lalumu," pikir Natasha.

            "Maaf Nath! Aku sungguh tak bisa memberitahumu sekarang," ujar Jonathan memilih mengganti pakaiannya. Natasha semakin kesal melihat Jonathan yang tak menanggapinya dengan serius.

            "Kau sungguh keterlaluan Nathan!" ketus Natasha.

            Jonathan menutup pintu lemari setelah dia mengambil sebuah mantel. Dia menghampiri Natasha yang duduk di tepi ranjang dengan wajah kecewa bercampur kesal. Manik mata hijau itu sudah berlapis air bening dan menatapnya begitu tajam.

            Jonathan mendekat dan mengusap kepala Natasha dengan sayang dan mendaratkan sebuh kecupan dikening istrinya. Lalu berlutut di hadapan wanita itu.

            "Nath... aku tak ingin kita bertengkar hanya karena masalah ini. Percayalah padaku bahwa hanya kau wanita yang kucintai sebagai pasangan hidupku selama aku hidup. Kuharap kau mengerti. Aku yakin kau bisa berpikir dewasa," ungkap Jonathan.

            "Aku hanya tak ingin ada rahasia lagi Nathan," ujar Natasha. Jonathan menghela napasnya kasar.

            "Anggaplah ini sebuah rahasia yang berbahaya. Jika kau mengetahuinya nyawamu akan terancam," ujar Jonathan.

            "Hah! Tapi aku juga bisa mati penasaran jika tak mengetahui siapa wanita itu!" Natasha berdiri dan keluar dari kamarnya, sambil menghentakkan kakinya.

Jonathan mengusap wajahnya frustrasi.

            "Sial! Ini karena si Dowson yang tak sabar untuk mengatakannya nanti!" runtuknya berdiri dan keluar dari kamarnya.

            Terlihat Natasha yang menyalahkan televisi. Namun jelas terlihat, wanita itu hanya sedang meluapkan kekesalannya dengan mengganti-ganti channel televisi tanpa berniat menonton acara apapun.

            Jonathan menghampiri Natasha lalu mengecup kening istrinya.

            "Aku keluar sebentar. Jangan kemana-mana, aku janji akan membawa Richard untuk menjelaskan semua kesalahpahaman ini," ujarnya dan berlalu tanpa mendengar jawaban lagi. Karena memang tak ada jawaban lagi dari istrinya yang sedang merajuk.

            Natasha baru menoleh setelah pintu tertutup. Wanita itu bergegas ke kamar untuk mengganti baju dan keluar dari penginapan untuk mencari tau semuanya sendiri.

***

            Sementara itu...Jonathan pergi untuk menemui Richard, yang sudah menunggunya di sebuah kedai kopi. Dia tak sabar untuk memaki pria yang ahli dalam menembak dari jarak jauh itu.

            Richard yang tak mengetahui pertengkaran antara Jonathan dan Natasha. Terlihat santai menyeruput kopi hangatnya sambil bergaya cool  pada beberapa wanita yang menatapnya dengan minat.

            Dia terkejut saat tiba-tiba Jonathan datang. Dengan menarik kursi lalu duduk di hadapannya.

            "What's wrong my bro?" tanya Richard.

            "Natasha melihat pesanmu!" jawab Jonathan.

            "Lalu?" tanya Richard ringan, seolah itu bukan salahnya. Jonathan menatap tajam Richard, menahan kekesalannya.

            "Lalu dia marah! Wanita mana yang tak marah jika prianya terlihat seperti mempunyai wanita simpanan lain?!"

            "Kau bisa mengatakan bahwa aku salah mencari informasi."

            "Sudah, tapi dia tak percaya bahwa kau sebodoh itu," jawab Jonathan.

            "Oh ya ampun... Dia pasti sangat mengagumiku," ujar Richard namun malah mendapati tatapan Jonathan semakin tajam.

            "Maaf... Atau katakan saja yang sebenarnya tentang Odelia," ujar lagi Richard. Dia kembali menyeruput kopi hangatnya.

            "Tidak! Aku tak ingin Natasha kembali dalam bahaya. Kau tau risikonya Chard," ujar Jonathan.

            "Baiklah... Jadi kau ingin aku yang meyakinkannya, bahwa aku salah mencari informasi?"

            "Terserah bagaimana kau menjelaskannya. Aku hanya ingin Natasha tak ikut campur dalam masalah ini." kata Jonathan.

            "Baiklah. Aku akan ke tempatmu dan membujuk Natashamu yang keras kepala itu." Richard beranjak dari duduknya, setelah mendapat anggukan dari Jonathan.

-

            Sepeninggal Richard selama kurang lebih limabelas menit yang lalu, Jonathan hendak memesan kopi. Namun matanya melihat istrinya yang berjalan melewati kedai kopi itu.

            Natasha terlihat tergesa, membuat Jonathan membatalkan pesanannya lalu keluar dari kedai kopi itu dan mengejar Natasha.

            "Natasha!" panggil Jonathan. Namun entah tak mendengar atau memang Natasha tak ingin menoleh karena tau yang mengejarnya adalah Jonathan.

            "Natasha! Berhenti." Jonathan menarik lengan Natasha. Wanita itu berbalik dan menatapnya tajam.

            "Kau ingin kemana? Sudah kukatakan untuk diam di penginapan. Richard sedang menuju ke sana untuk menjelaskan kesalahpahaman tadi padamu."

            "Aku ingin mencari tau sendiri! Aku yakin kau sudah meminta Richard untuk ikut berbohong, " jawab Natasha.

            "Jadi kau tak percaya padaku Nath?" tanya Jonathan dengan wajah serius namun terselip kekecewaan. Membuat Natasha merasa sikapnya memang keterlaluan. Hingga akhirnya wanita itu memilih mengalah. Walau hatinya masih tak tenang dengan semua yang disembunyikan suaminya.

            "Maaf. Baiklah... Tapi berjanjilah kau dan Richard harus menjelaskan semuanya, tanpa ada yang ditutupi lagi."

            "Ayo pulanglah dulu," ajak Jonathan.

            "Berjanjilah dulu."

            "Iya, aku janji. Sekarang kita kembali dulu," ajak lagi Jonathan dan akhirnya Natasha menurut.

-

            Mereka --Jonathan dan Natasha-- tiba di penginapan. Dan melihat Richard yang entah bagaimana caranya pria itu bisa masuk dengan mudah dan duduk santai di ruang tamunya.

            "Hei... Akhirnya kalian kembali."

            "Jangan banyak berbasa basi Richard! cepat ceritakan tentang Odelia!" tukas Natasha duduk di hadapan Richard dengan wajah serius dan bersedekap dada. Menunggu pria itu menjelaskan semua kekacauan yang dibuat Richard.

            "O...oke, begini. Sebenarnya... Aku dan Nathanmu itu, sedang membicarakan wanita yang kau minta untuk diselamatkan. Odelia itu nama aslinya. Jadi Mungkin kau tak tau dan mengira wanita itu adalah mantan kekasih Jonathan," ungkap Richard.

            "Lalu kenapa kau berkata orang itu adalah wanita masa lalu Nathan?"

            "Wanita masa lalu bukan berarti itu mantan kekasihnya Nath. Bisa saja kakak atau adik atau sepupu. Lagipula Aku tak bilang bahwa Odelia mantan kekasihnya," jawab Richard.

            "Kau jelas mengatakannya!"

            "Aku hanya berkata ini tentang masalalumu," ujar Richard. Natasha tak percaya bahwa dirinya salah melihat sebuah tulisan. Lantas dia ingin melihat kembali pesan yang dikirimkan Richard kepada suaminya.

            "Nathan, mana ponselmu?" pinta Natasha. Dia menoleh melihat Jonathan yang duduk diam di sampingnya.

            Jonathan merogoh saku jaket dan mengeluarkan ponselnya, lalu dia berikan pada Natasha.

            "Silahkan kalian membahasnya sampai puas!" tukas Jonathan, beranjak dari duduknya.

            "Kau mau kemana?" tanya Natasha.

            "Aku lelah Nath. Kau tak bisa percaya perkataanku sejak tadi. Jadi untuk apa aku di sini?" Jonathan kembali melanjutkan langkahnya.

            Natasha tertunduk dan meletakkan ponsel Jonathan dimeja yang tepat berada di hadapannya. Richard yang sejak tadi hanya memperhatikan, menjadi serba salah. Dia berusaha tak memihak siapapun saat ini.

            "Percayalah Nath. Jonathan seperti itu karena dia tak ingin kau berada dalam bahaya. Selesaikanlah, aku pamit." Richard berdiri dari duduknya. Membiarkan Natasha menyelesaikan masalahnya dengan Jonathan berdua saja.

            Natasha hanya mengangguk. Lalu dia merenung memikirkan setiap tindakan dan perbuatannya sejak pagi.

            Jonathan memang sudah memperingatinya perihal untuk tidak mencampuri semua hal yang berkaitan dengan penyelamatan temannya. Bahkan dirinya yang meminta Jonathan untuk menyelamatkan temannya itu.

            Namun dari sisi lain, perasaan Natasha sungguh ingin tau. Dan setelah mengetahuinya, dirinya masih meminta penjelasan. Dan Richard sudah menjelaskannya.

            Dan sekarang apalagi yang membuatnya masih kurang puas?

            Natasha menaikkan kakinya, lalu memeluk kedua kaki itu dan menenggelamkan kepalanya di antara kedua lutut yang dia tekuk.

            Dia menghela napasnya, merasa memang ini benar salahnya. Seharusnya dia bisa tenang jika memang apa yang dijelaskan Richard adalah sebuah kebenaran.

            Dan suaminya juga sudah berkata; bahwa hanya dirinya wanita yang dia cintai sebagai pasangan hidup. Lalu kenapa dia mengharapkan sebuah jawaban yang berpontensi akan menyakitinya?

            Natasha menggeleng dan semakin masuk ke dalam pemikirannya sendiri. Dia menatap pintu kamar dimana prianya sedang berdiam di dalam sana.

            "Hah...." helanya, lalu menyandarkan kepalanya ke sofa. Merasa serba salah. Hati dan pikirannya bertentangan. Perasaan takut dikhianati dan pemikiran takut melukai prianya terus berperang di dalam batin.

            Kemudian dia kembali teringat perkataan Richard bahwa; wanita masalalu bukanlah hanya mantan kekasih. Bisa saja itu hanya kakak atau adik dan sepupu.

            Perkataan tersebut membuat Natasha sadar. Dirinya telah egois dan cemburu tanpa alasan. Benar yang dikatakan Jonathan, harusnya dia percaya dengan suaminya.

            Natasha mengangkat kepalanya, dan menatap pintu kamar. Hingga beberapa detik, dia beranjak dari duduk.

            Dia menuju ke kamar dan hendak mengetuk pintu itu, namun tak jadi. Dia berjalan mondar mandir di depan pintu kamar. Memikirkan perkataan apa yang harus dia katakan lebih dulu.

            Cukup lama, hingga bermenit kemudian. Dia kembali hendak mengetuknya. Namun tepat saat itu, Jonathan membuka pintunya.

            Pria itu mengerutkan keningnya dan Natasha meringis malu. Sampai berniat melarikan diri dari hadapan suaminya sendiri.

            "A-aku... Lapar." ungkapnya berdusta. Natasha menundukkan kepalanya sambil meruntuki dirinya yang terlihat bodoh.

            "Baguslah... Aku baru saja ingin mengajakmu makan siang." Jonathan meraih kedua tangan Natasha dan mengajaknya beranjak dari depan pintu kamar sialan itu.

            Natasha masih berdiam tak ikut melangkah, dia masih menundukkan kepalanya lalu bergumam.

            "Maaf."

            Jonathan mendekat dan memeluk Natasha.

            "Aku juga. Maafkan aku," ujar Jonathan mengelus kepala Natasha.

            "Aku yang salah dan aku egois." ucap Natasha.

            "Aku juga sayang... Sudahlah, jangan membahasnya lagi. Kau ingin makan apa?" tanya Jonathan melepas pelukkan dan menatap Natasha.

            Wanita itu tak menjawab. Namun dia malah menyeringai dan menatap suaminya penuh maksud. Jonathan mengerutkan keningnya dan langsung mengerti maksud natasha.

            "Ah!" pekik Natasha, saat Jonathan mengangkatnya ke dalam gendongan. Lalu membawanya masuk ke dalam kamar.

            Dan terciptalah suara decapan, teriakan dan erangan diakhir pertarungan mereka. Sampai makan siang terlewat begitu saja.

            Dan ya... Mereka kembali berbaikan. Karena tak semua kesalahpahaman harus dibesar-besarkan. Tergantung bagaimana masing-masing pasangan itu menyikapinya dengan benar.

**

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status