Share

Part 06

Indahnya Venice, nyatanya tak membuat Jonathan maupun Natasha betah berlama-lama berada di kota atas air itu. Sehingga keduanya memutuskan untuk berpindah ke Inggris.

            Negara kelahirannya yang membuat Jonathan nyaman untuk tinggal menetap di sana. Dia membawa Natasha ke Mansion yang hanya diketahui oleh Ibu dan sahabatnya -Richard-.

            Natasha sendiri berdecak kagum dengan kemewahan mansion itu. Interior disetiap sudut ruangan, memiliki kesan tersendiri bagi sepasang manik mata hijau bening itu. Belum lagi beberapa ruangan rahasia yang hanya ditunjukkan padanya.

            Dan yang paling menarik dari semua itu adalah halaman belakang yang berbeda dari kebanyakan halaman mansion lainnya.

            Jonathan membuat sebuah pintu rahasia di halaman mansion yang terlihat seperti pada umumnya taman bunga.

            Hanya dirinya dan Richard yang tau dimana letak tombol tersembunyi yang menyambungkannya ke arena tempur untuk berlatih menggunakan senjata api, pisau, dan senjata berbahaya lainnya.

            Tempat rahasia itulah yang menjadikan Jonathan dan Richard ahli dalam menghabisi musuh-musuhnya dimasalalu.

            Bahkan Pauline sendiri tak mengetahui adanya sebuah pintu di semak-semak halaman belakang yang terlihat seperti taman biasa.

            Jonathan juga menyiapkan kamar tidur, dapur dan kamar mandi di tempat berlatih itu. Sehingga membuat dirinya tak harus bolak balik dari tempat rahasia ke mansion bagian depan yang terlihat normal.

            Dan seperti pada kesepakatan yang disetujui Jonathan dan Natasha, jika mereka kembali ke Inggris. Natasha harus berlatih untuk menjaga dirinya.

            Jonathan berusaha untuk mengajari Natasha, berbagai macam cara melindungi diri. Mulai dari menggunakan pisau belati, boxing, karate dan menembak menggunakan berbagai macam senjata api.

       

            Suara tembakan terdengar nyaring, satu peluru keluar dari senjata api yang digunakan Natasha. Menembus papan target yang berjarak beberapa meter darinya.

            "Bagus Nath! Lakukan sekali lagi," ujar Jonathan.

Lalu Natasha kembali menarik pelatuk dari senjata apinya. Dan suara tembakan kembali terjadi.

Jonathan memperhatikan titik tembakan yang dibuat Natasha ke papan target.

            "Lumayan untuk hari ini, kau belajar dengan cepat. Tapi besok, aku ingin kau sungguh-sungguh mengenai titik target yang ku buat." kata Jonathan. Pria itu kembali menghampiri Natasha yang baru membuka kacamata dan penutup telinganya.

            "Aku akan berlatih lagi malam ini, aku akan menggunakan penyadapnya." kata Natasha.

            "Tidak usah Nath. Malam ini aku ingin mengajakmu ke suatu tempat," ujar Jonathan meraih pinggang Natasha untuk masuk kembali ke dalam. Tempat yang sudah seperti sebuah rumah sederhana bagi Natasha. Dan dia lebih menyukainya dibandingkan mansion bagian depan.

            "Kemana?" tanya Natasha.

            "Masih rahasia, kau akan tau nanti. Untuk sekarang... Aku ingin menghukummu dulu," ujar Jonathan menatap Natasha penuh arti.

            Sedetik kemudian... Jonathan membawa Natasha dengan menggendong wanita itu.

            Natasha memekik terkejut. Namun belum sampai dia teriak. Natasha sudah dibungkam dengan ciuman dari Jonathan. Dan membawa wanita itu ke kamar.

-

            Suara desahan dan erangan keduanya bersautan memenuhi kamar. Hingga mereka melepaskan setiap kenikmatan yang tercipta.

            Jonathan baru saja membaringkan dirinya di samping Natasha. Namun suara tembakan terdengar nyaring terasa dekat dari tempatnya. Keduanya terkejut, dan memakai bajunya dengan cepat.

            "Tetap di sini Nath!" perintah Jonathan.

            "Tapi—" Natasha bungkam saat pria bermata coklat gelap itu menatapnya dengan tajam.

            Jonathan keluar dari kamarnya. Dia mendapati Richard Dowson di ruang tamunya. Duduk setelah mengambil minuman beralkohol.

            "Maaf mengganggu kegiatan gila kalian. Aku tak tahan mendengarnya. Jadi aku menembakkan peluruku ke papan target milik Nata. Dan 'dor!' kau keluar dalam hitungan detik," ungkap Richard tak merasa bersalah.

            "Sialan! Dasar sinting!" bentak Jonathan kesal. Richard hanya tertawa mengejek.

            Natasha keluar dari kamar setelah memakai pakaiannya, dia mendengar suara tawa Richard yang menggoda suami.

            "Berhenti menggodanya Richard!" ketus Natasha. Richard melakukan gerakan mengunci mulutnya.

            "Ada apa kau ke sini?" tanya Jonathan.

            "Jangan bicara dulu Richard, aku tak ingin penasaran dan menahan diriku berlama-lama disini," ujar Natasha. Richard kembali menutup mulutnya.

            "Memangnya kau mau kemana?" tanya Richard.

            "Apa hak-mu menanyakan akan kemana istriku?" tanya Jonathan. Richard kembali menutup mulutnya. Dia menjadi serba salah sendiri.

            "Hah...sudahlah...kalian ini! aku lebih baik kembali ke mansion depan, sebelum ibu mertuaku tiba," ungkap Natasha beranjak dari tempat rahasia itu.

            Lalu Jonathan dan Richard kembali membahas misi mereka untuk menghancurkan semua orang yang sudah memghancurkan hidup Natasha sewaktu dulu.

            Ya... Mereka --Jonathan dan Richard-- mempunyai misi sendiri, selain menyelamatkan wanita bernama Odelia. Mereka berniat akan menghancurkan bisnis perdagangan wanita itu.

            Richard malah merasa dirinya seperti Robinhood yang berbuat jahat pada yang jahat, dan menyelamatkan orang baik.

            "Jadi, apa yang kau dapatkan di Rusia?" tanya Jonathan.

            Mereka memang berpisah saat di Venice. Jika Jonathan langsung kembali ke Inggris, berbeda dengan Richard yang meluncur ke Rusia. Demi mencari informasi sekaligus mencari titik gedung untuk dirinya membidik musuhnya dari jarak jauh.

            "Kau memang ahli dalam mengancam seseorang. Seperti rencana kita, mereka sudah tiba setelah kau mengirimkan surat ancaman balas dendammu pada mereka," ungkap Richard.

            "Bagus jika mereka terpancing dan masuk ke dalam rencana kita. Kita akan berangkat ke Rusia dua hari lagi.  Aku masih ingin memastikan bahwa mereka semua sungguh pergi ke Rusia," ujar Jonathan.

            "Kenapa lama sekali? Aku sungguh tak sabar untuk menarik pelatukku," keluh Richard.

            "Aku tak ingin meninggalkan Natasha, sebelum aku memastikan sendiri bahwa sudah tak ada lagi yang perlu dikhawatirkan di sini," jawab Jonathan.

            "Jika kau ke sana, aku yakin rencana kita ke Rusia akan terbaca oleh mereka," ujar Richard.

            "Kau bodoh atau apa? Tentu aku akan menyamar jika aku tak ingin ketahuan," tukas Jonathan. Dia menyandarkan tubuhnya ke sofa.

            "Kau sungguh seperti Kaito Kid, disebuah komik Jepang. Memberikan surat ancaman kehadiranmu, lalu sungguh datang dengan menyamarkan dirimu," ujar Richard berseru sambil bertepuk tangan. Setelah dia meletakkan gelas minumannya ke atas meja. Dan dirinya bahkan sampai berdiri.

            Jonathan menatap tajam sahabat sintingnya. Lalu berdecak kesal sambil menggeleng. Karena sekalipun bicara serius, pasti akan ada sebuah lelucon konyol yang keluar dari mulut playboy London itu.

            Dan yang membuat Jonathan heran adalah seorang Richard bahkan menjadi playboy, tanpa merayu wanita yang akan dia kencani. Dia memiliki cara tersendiri dengan gayanya yang dingin dan terkesan cuek pada wanita yang akan dia tiduri setiap malamnya.

            "Kau terlalu banyak membaca komik detective, sehingga otakmu sedikit rusak. Bagaimana jika kita berlatih boxing?" tawar Jonathan. Dia beranjak dari duduknya, menuju arena boxing.

            "Tawaran yang bagus. Apa taruhannya?" tanya Richard. Mengekori Jonathan.

            "Apa yang kau inginkan?" tantang Jonathan. Dia memasuki ruangan boxing. Terdapat sebuah ring yang akan menjadi tempat pertarungan mereka.

            "Penthouse-mu di Paris," pinta Richard menyeringai. Dia menangkap sarung tinju dari Jonathan.

            "Wanita mana lagi yang akan kau ajak? kenapa kau begitu penasaran dengan penthouseku di sana? Kau bahkan memiliki banyak di negara besar," ujar Jonathan. Sambil memakai sarung tinjunya.

            "Hei... Tak perlu bertanya apa alasannya. Sudahlah... Cepat katakan  apa yang kau inginkan?" tanya Richard. Ikut memakai sarung tinju yang diberikan Jonathan barusan.

            "Mudah," ujar Jonathan ringan. Namun terlihat mencurigakan, "gantikan tugasku untuk membantu mengurus kebun bunga Pauline di London," lanjutnya menaiki arena ring.

            "Hah? Apa-apaan itu? Yang benar saja Joe! Aku sniper! Kau memintaku melakukan tugas perempuan seperti itu?!" tanya Richard tak percaya.

            "Itu menjadi tugas negara jika Pauline yang memintanya," ungkap Jonathan.

            "Astaga... Kenapa ibumu memintamu melakukan itu?" tanya Richard. Dia menaiki arena ring. Setelah Jonathan menyuruhnya naik. Dirinya cukup ragu jika dia tak menang dan berakhir dengan mengurus taman bunga.

            "Aku meminta Natasha berhenti meminum obat penyubur dari Pauline. Dan wanita tua itu menantangku; jika dalam satu bulan Natasha tak hamil, dia akan menghukumku seperti itu," ungkap Jonathan. Membuat Richard terbahak dengan pemikiran cemerlang Pauline.

            "Kalau begitu, buatlah Natasha hamil. Mudah bukan?" ujar Richard terdengar seperti mengejek.

            "Bisa kita mulai? Kau terlalu banyak negosiasin!" tukas Jonathan. Dirinya sudah memulai ancang-ancang untuk memukul. Namun Richard yang malas dan berniat melakukan negosiasi ulang, malah dengan santainya bergelayut dipinggiran ring.

            "Bagaimana jika aku yang mencoba menghamil—" ucapan Richard terhenti saat sebuah tangan melesat dengan cepat dan berhenti tepat satu centi di depan wajahnya.

            "Jika kau melanjutkan ucapanmu, aku akan menghentikannya dengan paksa. Menghancurkan rahang kebanggaanmu ini, agar kau berhenti menyombongkan dirimu di depanku!" tukas Jonathan. Tangan kanannya berada tepat di depan wajah Richard yang terdiam secara tiba-tiba.

            "Baiklah... Aku lebih memilih mengurus kebun bunga Pauline daripada harus kehilangan rahangku. Jadi... Mari kita mulai," ujar Richard. Dirinya terlihat serius dengan melakukan ancang-ancang seperti yang dilakukan Jonathan.

            Sebuah pukulan mengenai wajah Richard. Dan pria itu mebalasnya, tepat dimana dia mendapat pukulannya.

            Hingga beberapa menit kemudian, keduanya masih tak ingin menyerah. Sampai sebuah suara terdengar dari pintu. Menghentikam kegiatan gila yang dilakukan Jonathan dan Richard.

            "Apa kalian mulai bodoh?!" tanya Natasha. Wanita bertubuh ramping itu, tengah bertolak pinggang sambil menggeleng tak percaya.

            "Oh Nath... Untung kau datang, tolong hentikan kegilaan suamimu ini. Aku—"

            "Ah! Nathan!" pekik Natasha terkejut. Saat melihat suaminya memukul Richard hingga pria itu terhuyung.

            "Jangan mengalihkan tatapan dari lawanmu, sekalipun ada wanita secantik istriku menyapamu," ujar Jonathan tanpa rasa bersalah. Sementara Richard sudah mengangkat tangannya menandakan dia menyerah.

            Jonathan membuka sarung tinjunya dan berjalan mendekati Richard, membantu sahabatnya untuk bangun.

            "Jangan katakan apapun tentang taruhannya," bisik Jonathan.

            "Kami sedang latihan Nath, ini sudah biasa. Kenapa kau kembali ke sini? Dimana wanita tua itu?" tanya Jonathan. Dia menuruni ring untuk mendekati Natasha.

            "Dia tak jadi ke sini sekarang, sebagai gantinya nanti malam dia ingin makan di sini. Aku harus berbelanja, bahan makanan di lemari pendingin sudah habis, dan para maid, sedang sibuk menyiapkan kedatangan ibumu," ungkap Natasha.

            "Ayo kuantar—"

            "Tidak Nathan. Aku akan mengobati lukamu dulu, lalu luka Richard. Setelah itu aku baru akan pergi. Sendiri Nathan, aku tak ingin terus dikawal olehmu atau supir yang lain," ujar Natasha.

            "Tidak boleh Nath."

            "Nathan, untuk apa kau mengajariku bela diri jika aku tetap dijagai?" tanya Natasha.

            Jonathan berjalan menjauh dari Natasha. Mengambil obat p3k yang sudah disediakan di sana.

            "Baiklah... Bawa ini untuk jaga-jaga," ujar Jonathan memberikan sebuah senjata api berukuran kecil. Dia mengambilnya bersama obat p3k, yang di simpan tepat di samping kotak kecil berbentuk persegi.

            "Astaga... Nathan! aku hanya ke supermarket," runtuk Natasha. Dia gemas dengan suaminya yang terlalu khawatir dengan berbagai macam hal.

            "Ambil ini, atau tidak usah pergi sama sekali," tukas Jonathan. Richard terkekeh pelan sambil berjalan menuju ke arah dimana suami istri itu berdebat.

            Namun tiba-tiba bunyi 'dor' terdengar mengagetkan Richard yang secara spontan berjongkok.

            "Ternyata sungguhan. Aku kira ini mainan, jadi aku mencobanya," ujar Natasha santai dan berlalu. Meninggalkan Richard yang menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan.

            "Astaga... Dia mengerikan," gumam Richard. Jonathan hanya menggelengkan kepalanya.

**

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status