Share

Part 07

Natasha terbiasa mandiri untuk pergi membeli keperluan rumah tangga.  Meskipun beberapa maid merasa tak enak dengannya. Namun demi membuat maid di mansionnya nyaman. Dia mengajak satu orang untuk membantunya mencari bahan makanan yang akan dibelinya.

            Dia sangat exited saat mertuanya berkata akan datang malam ini. Dia dengan semangat membuat daftar belanja untuk menyiapkan makanan demi menyambut Pauline.

            Disebuah supermarket besar di Inggris raya. Dia Dan seorang maid yang paling muda bernama Rachel, sedang mengelilingi supermarket tersebut.

            "Rachel bisa minta tolong kau ambilkan parmesan, di rak sana?" pinta Natasha. Rachel mengangguk dan berjalan mengambil sebuah parmesan.

            Lalu dia kembali lagi pada Natasha. Namun dia menjatuhkan parmesan tersebut.

            Rachel terkejut saat seorang pria bertopeng sedang menodongkan senjata api kepada Natasha. Pria bertopeng itu menggunakan satu tangannya untuk menahan tubuh Natasha yang membelakanginya. Sementara tangan satu lagi memegang pistol yang diarahkan ke kepala Natasha.

            "Jangan berteriak! Jika kau tak ingin nyonyamu mati tertembak," ancam pria itu. Suaranya bahkan sudah disamarkan dengan microphone kecil yang dipasang di dalam topengnya.

            Natasha mengangkat tangannya ke atas. Lalu dia memainkan matanya, meminta Rachel untuk pergi dari sana. Keadaan yang tidak terlalu ramai ditambah letak Natasha tersandera berada di ujung dari bagian supermarket tersebut.

            Membuat penjahat tersebut dapat dengan mudah menyandera Natasha.

            "Jangan berani beranjak dari sini!" ujar lagi pria tersebut kepada Rachel. Gadis itu terlihat ketakutan, tubuhnya bergetar. Karena memang dia baru saja dipekerjakan oleh Jonathan dan Natasha.

            "Biarkan dia pergi! Apa yang kau inginkan? Jika kau ingin uang, kau bisa mengambilnya. Di dalam keranjang, ada tas merah di sana," ujar Natasha.

            "Kau pikir aku hanya menginginkan uangmu?!" tanya pria itu. Lalu terkekeh. Beberapa orang datang dan berteriak melihat ada yang menjadi sandera dari seorang pria yang ingin merampok.

            "Jangan ada yang berani mendekat! Lebih baik kalian semua mundur!" bentak pria bertubuh tinggi besar tersebut. Serentak para pengunjung yang melihatnya mundur dengan teratur.

            "Tolong..., jangan menembak yang lain. Kau bisa membawaku pergi, tapi jangan membuat keributan sampai keluar!" peringat Natasha. Wanita itu masih terlihat tenang, dia sengaja menunggu pria itu lengah, untuk memutar balikkan keadaan.

            "Kau memang pintar! Cepat ambil tasmu!" perintah pria bertopeng tersebut. Kesempatan itu digunakan Natasha untuk melangkah maju, lalu dengan gerakan cepat yang sudah diajarkan Jonathan. Dia meraih pistol yang ada di tangan kanan pria itu.

            "Semuanya keluar!" teriak Natasha sambil berusaha mengambil pistol. Lalu sebuah tembakan terdengar. Disusul dengan suara pengunjung yng berteriak ketakutan.

            Namun sedetik kemudian keadaan menjadi hening. Bahkan beberapa pengunjung ada yang berjongkok dan menundukkan kepalanya.

Beruntung tembakan tersebut mengarah ke atas atap. Sehingga tak ada korban yang terkena peluru.

            Pria yang bertubuh lebih besar duakali lipat dari Natasha itu, tersungkur di lantai. Natasha telah mengambil alih pistol pria itu. Dia menodongkan pistolnya ke arah pria bodoh itu.

            "Buka topengmu!" perintah Natasha.

            Pria bertopeng itu menggeleng, mengangkat tangannya, sambil mundur dalam posisi duduk.

            Natasha maju secara perlahan. "Rachel, telepon polisi," pintanya. Rachel dengan sigap menghubungi polisi. Walau tangannya masih bergetar.

            Sementar semua pengunjung sudah ada yang pergi. Menyisakan beberapa lelaki yang setidaknya berniat membantu jika diperlukan.

            "Berhenti menghindar dan buka topengmu! Atau aku akan menembak kakimu!" ancam Natasha mulai geram. Karena pria yang menodongnya itu tak berhenti mundur dan tak membuka topengnya juga.

            Pria itu terhenti sejenak, dan berniat membuka topengnya. Namun bukannya membuka topeng, pria bertubuh besar itu malah bangun dari duduknya dan hendak melarikan diri.

            Natasha terpaksa menembakkan senjata api itu ke arah kaki penjahat tersebut.

            Tubuh besar pria tersebut kembali tersungkur di lantai dengan kaki kanannya yang terkena tembakan. Darah segar mengalir membasahi lantai.

            Terlihat mata pria itu menatap tajam Natasha. Sambil meringis menahan sakit.

            "Kau memaksaku! Buka topengmu!" perintah Natasha penasaran. Dia takut jika pria tersebut adalah komplotan mafia yang mengetahui keberadaannya dengan Natasha.

            Pria itu membuka topengnya, seketika Natasha terkejut. Karena wajah pria itu rusak seperti bekas terkena luka bakar.

            Tak berapa lama beberapa polisi datang meringkus penjahat tersebut. Pria yang diketahui berwajah rusak itu menatap tajam Natasha terdiam membeku. Wajah wanita itu terlihat ketakutan.

            Rachel menghampiri majikannya, menahan tubuh Natasha yang hampir tumbang. Seorang polisi menghampiri, mengamankan pistol yang dipegang Natasha.

            "Terima kasih telah membantu, Nyonya. Jika anda berkenan, bisakah anda ikut kami untuk menjadi saksi, dan menceritakan kronologi kejadiannya?" tanya seorang pria berseragam polisi.

            Natasha menggeleng. Manik mata hijaunya masih menatap kepergian penjahat tersebut.

            "Baiklah... Jika anda berubah pikiran, kami menunggu anda. Atau jika perlu, kami akan mengantar anda ke rumah sakit. Agar anda bisa menenangkan diri di sana?" tanya lagi polisi itu. Namun Natasha kembali menggelengkan kepalanya.

            "Maaf, Sir. Sepertinya majikan saya tak ingin diganggu. Saya akan mengajaknya pulang saja," ujar Rachel dan mendapat anggukan dari polisi bertubuh tegap itu.

            Lalu Rachel mengajak Natasha pergi dari tempat itu.

-

            Setibanya di mansion. Natasha sudah bisa menenangkan dirinya untuk bersikap biasa saja. Walau pikirannya masih terbayang dengan pria berwajah yang terkena luka bakar itu. Dia merasa pernah mengenal orang tersebut. Namun ingatannya masih samar-samar.

            "Kita sudah sampai nyonya," ujar Rachel menyadarkan majikannya.

            "Rachel, jangan katakan apapun tentang kejadian tadi kepada Tuan. Biar aku yang mengatakannya sendiri. Jika dia bertanya, katakan kau tak mengetahuinya," ujar Natasha.

            "Anda yakin baik-baik saja Nyonya?" tanya Rachel. Walau dia mengangguk menurut.

            Mereka bahkan belum keluar dari mobil, setelah tadi sempat membeli makanan matang di sebuah restoran.

            Natasha mengangguk sebagai jawaban. Dia juga memberitahukan kepada supir yang mengantar mereka ke supermarket untuk merahasiakan kejadian tadi.

            Natasha turun dari mobil, diikuti Rachel yang membawa beberapa makanan matang.

            Natasha memasuki ruangan depan, menuju ke ruang tamu. Dia sering kali mengeluh tentang besarnya mansion tersebut.

            Natasha terkejut saat tiba di ruang tamu. Dia melihat Richard yang duduk di sofa dengan santai, sambil menyalahkan televisi yang menayangkan kejadian dirinya yang berada di supermarket.

            Dia melihat ke sekeliling ruang tamu. Tak ada Jonathan di sana. Dengan cepat dia menutupi televisi yang jelas tak akan terpengaruh karena tubuhnya terlalu ramping untuk menutupi televisi yang begitu besar.

            "Richard! Matikan televisinya!" pinta Natasha. Wanita itu merentangkan tangannya

            Richard hanya mengerutkan alisnya sambil tersenyum. Pria yang ahli dalam menembak jarak jauh itu tak terganggu dengan Natasha yang berdiri di depan televisi. Karena wanita itu sama sekali tak menutup gambarnya yang sedang beraksi di supermarket.

            Tak mendapat jawaban dari Richard, tak membuat Natasha berhenti. Wanita berambut pirang itu mencari remote televisi untuk mematikan berita yang sedang disiarkan.

            "Kenapa harus dimatikan?" tanya Richard. Dia mengangkat tangannya yang ada remote televisi. Natasha hendak meraihnya. Namun Richard lebih dulu menghindar.

            "Richard! Matikan televisinya! Nathan akan marah jika melihatnya, lagipula lebih baik kau bantu aku meng-hack internet, agar video tersebut tak beredar," ujar Natasha masih berusaha meraih remote televisi yang diangkat tinggi melewati kepala Richard.

            Richard bahkan menaiki sofa dan Natasha mengikutinya. Mencoba meraih remote televisi.

            "Kau salah meminta bantuanku Nath! Aku ini sniper bukan hacker. Minta pada Nathan," jawab Richard.

            "Kau bodoh atau apa? Aku justru tak ingin dia melihatnya," ketus Natasha, "Richard! tak bisakah kau membantuku sekali saja? Kau selalu berpihak pada Nathan!" lanjut Natasha. Dia masih berusaha melompat untuk meraih remote televisi dari tangan Richard yang terlalu tinggi dari jangkauannya.

            "Aku sudah menghapus semuanya Nath. Bahkan direkaman tempat kejadian juga sudah aku hack," ujar Jonathan. Dia berdiri sambil bersedekap dada. Menatap tajam Natasha dan Richard yang seperti anak kecil.

            Richard menganti-ganti chanel televisi, dan tak ada lagi berita mengenai perampokan di supermarket tersebut. Semua tayangan kembali seperti semula.

            Natasha turun dari sofa, begitu juga dengan Richard yang langsung merosotkan tubuhnya duduk di sofa itu.

            "Maaf, Nathan. Tadi aku...." Natasha menghampiri Jonathan yang enggan beranjak. Bahkan tatapannya juga tak berpindah dari Natasha.

            Wanita itu terlihat menunduk, merasa terintimidasi dengan tatapan Jonathan.

            "Apa kau terluka? Apa kau mengenal orang itu?" tanya Jonathan. Tangannya meraih wajah Natasha, dia memutar tubuh istrinya. Memperhatikan dengan jelas setiap lekuk tubuh Natasha. Memastikan bahwa istrinya baik-baik saja.

            "A-aku... Baik-baik saja Nathan," jawab Natasha tampak ragu. Dan semakin membuatnya bingung saat Jonathan memeluknya.

            "Kau membuatku khawatir. Bagaimana jika peluru itu memasuki kepalamu? Kau ingin membuatku menjadi duda muda?!" tanya Jonathan. Wajah khawatir tercetak jelas dari sorot matanya yang tajam. Walau tatapannya telah berubah menjadi lebih hangat.

            Natasha tergelak mendengar ucapan terakhir yng dilontarkan suaminya. Dia baru tau Jonathan mempunyai selera humor juga.

            "Apa yang kau tertawakan? Apa ada hal lucu?" tanya Jonathan mengerutkan keningnya.

Natasha menghentikan tawanya. Dia menggeleng, "tidak ada Nathan. Jadi kau tak marah?" tanya Natasha.

            "Tidak. Aku hanya khawatir. Tapi aku bangga, kau belajar begitu cepat," ujar Jonathan. Pria itu mengelus rambut Natasha dengan sayang.

Natasha tersenyum lega, karena Jonathan tak hanya tak marah. Pria itu juga begitu mengkhawatirkannya.

            "Siapkan barangmu Nath. Kuantar kau ke rumah Pauline. Malam ini aku dan Richard akan ke tempat para keparat itu. Lalu kami akan langsung terbang ke Rusia," ujar Jonathan terdengar seperti perintah. Pria itu berlalu dari hadapan Natasha, mengabaikan ekspresi terkejut istrinya.

            "Nathan, bukankah mom yang akan ke sini?" tanya Natasha berbalik. Menatap punggung Jonathan. Suaminya seperti sedang berbicara melalui matanya, dengan Richard yang akhirnya bergegas setelah menganggukkan kepala.

            Jonathan berbalik, kembali mengelus kepala Natasha dengan sayang.

            "Aku sudah menelepon mom saat kejadian tadi. Aku memintanya untuk menunggu saja di rumah. Kita yang akan ke sana," jawab Jonathan.

            "Tapi—"

            "Tak ada tapi Nath. Bergegaslah... Aku menunggu di mobil," ujar Jonathan memotong perkataan Natasha.

            Natasha menatap punggung Jonathan yang berlalu setelah mengecup bibirnya. Terasa hangat walau Jonathan kembali bersikap dingin.

            Bahkan suaminya terlalu serius menanggapi sebuah masalah perampokan.

            Natasha bergegas menyiapkan barang-barangnya. Dia memilih menurut daripada melawan Jonathan lagi.

-

            Jonathan yang tegas, tak menginginkan bantahan dari Natasha. Namun dibalik itu semua, dia hanya tak ingin Natasha kembali dalam bahaya.

            Dia menuju ruang rahasianya. Menghampiri Richard yang sedang mempersiapkan beberapa keperluan untuk melaksanakan rencananya.

            Beberapa senjata api sudah masuk ke dalam tas besar. Lalu tak lupa dia juga membawa peralatan lengkapnya untuk menembak dari jarak jauh.

            "Semua sudah siap?" tanya Jonathan.

            "Tentu. Aku akan berangkat lebih dulu, untuk mencari posisi tembak. Menyusulah setelah kau mengantar Natasha," jawab Richard.

Jonathan mengangguk. "Menurutmu siapa pria itu?" tanya Jonathan.

            "Hanya seorang pria yang sempat menolong Natasha, saat sebuah tragedi kebakaran terjadi di rumah yang ditempati Natasha waktu itu," jawab Richard. Dia mengerti siapa yang ditanyakan Jonathan. Sahabatnya tak akan bisa melihat Natasha terluka lagi. Walau itu hanya sebuah perampokan biasa.

            "Apa ada hubungannya dengan mafia Rusia itu?"

            "Tidak. Pria itu hanya seorang supir pribadi," jawab lagi Richard, "jangan cemburu. Aku rasa Natasha juga tak mengingatnya. Namun aku sudah meminta temanku untuk memantau pria bodoh itu. Agar tak lagi mengganggu Natashamu," ungkap Richard.

            "Thank's brother," ujar Jonathan.

            Richard mengangguk dan menepuk bahu Jonathan.

            "Kau tau slogan-ku; tak ada yang tak bisa dilakukan seorang Dowson!" ujar Richard berlalu.

            "Dasar brengsek! Aku akan mengenyahkan perkataan sombongmu itu!" ketus Jonathan.

            "Cobalah Nathan... Sampai bertemu di Rusia," seru Richard dan benar-benar pergi dari kediaman Jonathan.

**

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status