-05-
Dave tersadar setelah beberapa detik bergeming menatap kepergian Clara. Lantas dia bergegas mengikuti Clara yang sudah diketahuinya menuju sekolah di mana bocah perempuan itu diantarkan Clara.
Dave memasuki mobil milik Stein dan langsung menekan pedal gasnya untuk bisa menyusul kepergian Clara.
Ia melewati beberapa mobil yang telah menutupi jalannya, untuk menyusul mobil Clara yang berada dua mobil di depan darinya. Di sisi jalan terlihat tanda kehidupan dari orang yang berlalu lalang untuk memulai harinya.
Hingga beberapa menit kemudian, Mobil yang dikendarai Clara terlihat berhenti di pelataran halaman parkir sekolah Anggie.
Bocah kecil itu keluar dan melambaikan tangannya kepada Clara. Setelah ia mencium pipi ibunya dan Clara membalasnya sambil mengusap kepala Anggie dengan sayang.
Sementara Dave terdiam menatap pemandangan indah tersebut. Hatinya terenyuh saat melihat Clara yang begitu menyayangi bocah perempuan manis itu. Berharap bahwa dia sedang menatap istri dan anaknya.
Namun saat ia mengingat bahwa kenyataan itu hanyalah angannya semata untuk saat ini, ia kembali tersadar ke dunia nyata, bahwa dirinya belum melakukan apapun untuk membuat Clara kembali.
Sambil bersandar di kap mobil, Ia bersedekap dada. Hingga Clara berbalik dan menatapnya sinis.
Clara menyadari, bahwa pria yang dirindukannya itu mengikutinya. Dan ia yakin, tak akan mudah untuk membuat Dave berhenti hanya karena sebuah ucapan tanpa bukti.
Dan sialnya Clara memang tak mempunyai bukti apapun untuk membuat Dave berhenti mencecarnya—kecuali ayah Anggie mau bekerja sama dengannya.
Dave terlihat melangkah mendekati Clara yang enggan menghampiri, ia memilih membuang pandangannya ke sembarang arah. Lalu melihat bocah yang bernama Dave turun dari mobil dan hendak masuk ke sekolah.
Melihat kedua Dave yang satu mendekat dan yang satu lagi menjauh darinya ... Clara menggunakan kesempatan tersebut untuk menghindari Dave dewasa dan memilih menghampiri Dave kecil.
"Hai Dave," sapa Clara. Tersenyum kepada bocah tampan namun irit tersenyum.
Dave yang mendengar ucapan Clara, mengerutkan keningnya. Menatap bocah laki-laki yang menghampiri Clara dengan gaya seperti orang dewasa.
"Hai, Mrs.Wesley. Dimana Anggie?" tanya Dave kecil dengan ramah.
Clara tersenyum. "Dia sudah masuk. Hei bukankah kemarin kau bilang, tak ingin berteman dengannya. Tapi sekarang kau menanyakannya. Apa kau merindukannya?" gurau Clara.
"Aku merindukanmu, Cla." Suara berat itu membalas ucapan Clara.
Bukan Dave yang diajak bicara oleh Clara, melainkan Dave yang diabaikan Clara. Dengan gagahnya berdiri menjulang di hadapan Clara dan bocah bernama Dave. Menatap tak suka pada bocah tersebut. Seakan Dave tak ingin saingannya seorang bocah lebih menarik perhatian Clara dibandingkan dirinya.
"Aku tak bertanya padamu!" tukas Clara.
"Aku juga tak menjawab pertanyaanmu. Karena aku hanya mengatakan apa yang kurasakan." Dave membalasnya dengan santai.
"Dave jangan dengarkan—"
"Orang dewasa selalu bermasalah," ujar Dave kecil. Menghentikan ucapan Clara yang hendak menasehatinya.
Bocah laki-laki itu berlalu sambil menggelengkan kepalanya saat melihat Clara dan Dave berdebat kecil. Hal tersebut membuat Dave terkekeh melihat bocah laki-laki yang mengingatkan ia akan masa kecilnya dulu.
"See ... bahkan bocah itu mengerti, bahwa kita sedang bermasalah. Jadi, ayo kita selesaikan kesalahpahaman ini!" Dave menatap ke dalam manik mata biru itu.
Mencoba mencari celah akan adanya secercah harapan bahwa semua ucapan Clara sebelumnya hanyalah sebuah bualan.
Karena dirinya sempat pesimis dan ia membutuhkan sebuah titik terang dari netra biru milik Clara yang mungkin tersirat kebohongan besar tentang Anggie yang diakui Clara sebagai anaknya dari pria lain.
"Tidak ada kesalahpahaman yang harus kita selesaikan, Dave. Semua sudah jelas aku sudah menikah dengan pria lain dan kami telah memiliki seorang putri," dusta Clara.
Mengalihkan tatapannya dan melewati Dave, ia memilih kembali ke dalam mobil untuk menghindari Dave.
Namun niatnya terhenti karena sebuah cekalan di lengan, menghentikan langkahnya. Ia menatap tangan Dave yang terukir sebuah gambar di sana. Lalu tatapannya beralih ke manik mata abu yang terlihat gelisah.
"Jangan memaksaku untuk berbuat hal yang menarik perhatian semua orang, Cla. Ikut denganku dengan cara baik-baik atau—"
"Atau apa? Hah?!" sergah Clara.
Menyela ucapan Dave, sambil mengempaskan cekalan tangan pria itu dari lengannya.
Bayangan telapak tangan dengan gambar yang sama, mengingatkannya akan skandal baru pengusaha muda yang dilihatnya ditelevisi beberapa hari yang lalu. Dan itu meyakinkan Clara, bahwa pria yang diberitakan itu memang Dave. Yang kembali berganti pasangan, dan terlihat meraih pinggang seorang model baru diagency-nya.
Dave mendengus kesal, saat ia mencoba menggunakan cara baik-baik, namun wanita itu malah menepis kasar genggamannya.
"Kau memang harus dipaksa, Cla!" tukas Dave.
Lalu tanpa banyak bicara, ia mengangkat tubuh ramping Clara, membopongnya seperti sedang mengangkat karung beras yang diletakkan di atas punggungnya.
Sontak suara pekikan Clara terdengar mencuri perhatian beberapa orang yang baru datang. Bahkan Dave kecil berbalik menatap kelakuan dua orang dewasa yang memalukan.
"Dave! Turunkan aku! Apa kau sudah gila!" sergah Clara. Sambil merontah berusaha untuk turun dari atas punggung Dave.
Dave menurunkan Clara tepat di samping mobilnya bagian kursi penumpang. Dan seketika itu juga Clara hendak kembali menginjak kaki Dave. Namun Dave menghindarinya.
"Aku bukan keledai dungu yang akan terjebak oleh kesialan yang sama," ujar Dave terkekeh, lalu membuka pintu mobilnya, "masuk!" perintah Dave.
Clara menatap Dave dengan sorot mata tajam. Dirinya kesal dan tak terima dipermalukan di depan bocah-bocah yang hendak menimbah ilmu. Hingga ia memilih masuk Ke mobil, demi menghindari kelakuan nekat Dave lainnya.
"Cih! sejak dulu hingga sekarang, kau tak pernah berubah! Selalu memerintah seenaknya!" tukas Clara.
Dave memberikan kekehan dengan deret gigi yang ditunjukkannya seolah mengejek Clara yang masih mengingat kebiasaannya yang suka memerintah seenaknya.
"Bagus jika kau masih mengingatnya!" tukas Dave.
Lalu menutup pintu mobil di samping Clara. Setelah itu ia berputar memasuki mobil dan duduk di kursi kemudi. Selang beberapa detik, mobil yang dikendarainya melaju menjauh dari sekolah.
Dave tersenyum menatap Clara yang memasang wajah kesal di sepanjang perjalanannya menjauh dari sekolah Anggie.
"Ceritakan dengan jujur, apa yang terjadi selama empat tahun ini, Cla! Kemana saja dirimu?! Aku mencarimu hingga ke berbagai tempat. Bahkan-"
"Aku memang menghindarimu," sela Clara.
Dengan sengaja berdusta karena tak ingin mendengar penjelasan apapun tentang empat tahun perpisahannya dengan Dave. Menurutnya Dave berbohong dengan mengatakan pria itu mencarinya. Sementara berita yang selalu diikuti olehnya, menunjukkan kesibukan Dave sebagai player nomor satu dijajaran bintang Hollywood.
Ucapan Clara barusan sontak membuat Dave menghentikan laju mobilnya secara mendadak lalu menepi karena mendapat teguran dari mobil di belakangnya.
"Apa?!" tanya Dave memastikan pendengarannya. Sambil menatap tajam ke arah samping, di mana Clara duduk.
Clara menoleh, menatap Dave dan dengan yakin kembali mengulang ucapannya.
"Aku memang sengaja menghindarimu! Seperti yang kau lihat, aku telah memiliki keluarga kecil yang bahagia dan aku mencintai mereka. Aku tak ingin kau datang dan merusaknya seperti yang tengah kau lakukan." Clara menyahut dengan yakin dan tergesa, seolah sedang meluapkan emosi yang telah lama tersimpan.
Napasnya sedikit terengah, hingga ia bersandar. Lalu kembali mengalihkan tatapannya keluar jendela. Tak ingin menatap Dave lebih lama, atau air matanya akan jatuh di hadapan pria itu.
"Why?" tanya Dave. Memunculkan pantulan dirinya pada jendela kaca samping Clara.
Ia masih enggan mengelak pengakuan Clara. Karena ia belum puas melihat ekspresi wajah Clara yang terlihat sangat berpikir keras untuk mengungkapkan semua hal yang telah terlewati olehnya.
Clara mengedipkan matanya berkali-kali sambil terkekeh demi menutupi kegelisahan akan kebohongan yang harus ditutupinya lagi dan lagi sampai Dave merasa puas dengan jawabannya.
Ia kembali menoleh, memberikan tatapan mengejek. Seolah Dave bertanya tanpa rasa bersalah, telah membiarkannya mengikis secara perlahan setiap kali ia menyaksikan kelakuan Dave dibalik layar televisi.
"Heh... jangan terlalu naif, Dave. Kau telah memiliki kehidupanmu yang berkilau, begitu juga denganku. Kita sama-sama mengingkari janji itu. Dan semuanya sudah berubah." Clara menukas begitu lugas, mengungkapkan perasaannya yang telah lama memedam semua itu.
"Seharusnya kau bersyukur karena aku memiliki kehidupan bahagia tanpamu. Seperti yang kulihat, kau sendiri terlihat bahagia bersama beberapa wanita yang mendekatimu!" tandas Clara.
Menatap tajam mata Dave dengan sorot yang menyiratkan kekesalan yang telah lama dipendam. Bahkan kedua irish biru milik Clara telah memerah dan mulai berlapis air bening.
Dave sedikit tersentak dan tercengang mendengar ucapan Clara yang tanpa sengaja telah mengatakan alasan sesungguhnya dibalik kebohongan yang diucapkan Clara.
Dave tetap menatap Clara yang telah mengalihkan tatapannya ke samping kaca jendela. Menampilkan pantulan Clara yang telah meneteskan sebutir air bening dari mata indahnya.
Dave berkedip beberapa kali untuk menormalkan kembali keterkejutannya akan semua yang dirasakan Clara selama ini.
Jadi semua karena berita tentangku? batin Dave menyadari kesalahannya.
Efek dari patah hatinya empat tahun lalu, dengan memilih menjadi the lady killer. Namun tak menyangka bahwa Clara menelan mentah-mentah berita yang tersiar tentang dirinya.
Lantas Dave terkekeh sambil menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi kemudi. Hal tersebut sukses membuat Clara menoleh, mengerutkan keningnya keheranan.
"Jadi semua karena itu? Karena berita yang terlihat aku begitu berengsek di mata media?" tanya Dave. Ia menggelengkan kepalanya, dan tahu apa yang harus dilakukannya setelah itu.
"Kenapa kau tertawa? Apa menurutmu semua itu lucu?!" tukas Clara.
"Nothing! Kuantar kau kembali ke sekolah, setelah kita sarapan di ujung kedai kopi sana ...," ujar Dave.
"Tidak usah! Antar aku kembali sekarang!" pinta Clara.
"Well, anggaplah aku percaya dengan semua ceritamu. Seperti kau yang percaya begitu saja dengan semua berita yang tersebar itu," ujar Dave tampak tenang.
Ia kembali menjalankan mobilnya, menuju kedai kopi yang ia maksud hanya berjarak beberapa langkah jika ia berjalan.
"Jadi bukankah, kita masih bisa berteman, sekalipun kau sudah memiliki keluarga bahagia?"
Pertanyaan Dave kali ini membuat wanita itu memikirkan apa yang tengah dipikirkan Dave hingga membuat pria itu dengan mudahnya percaya akan semua kebohongannya. Lalu beranggapan bahwa semua itu bukanlah apa-apa bagi Dave.
Dan semakin membuat Clara yakin, bahwa selama ini hanya dirinya yang bodoh. Menunggu pria itu menantikannya kembali bersama. Namun nyatanya, Dave memang bersenang-senang dengan semua model yang dikabarkan dekat dengannya. Tanpa pengelakan yang dilontarkan dari mulut pria di sampingnya itu, semuanya dianggap benar adanya oleh Clara.
"Aku tak ingin sarapan denganmu! Antar aku kembali ke sekolah Anggie sekarang!" pinta Clara.
Menekankan setiap kata dari ucapannya barusan. Dengan suara yang terdengar sedang menahan sesak di dadanya.
"Kenapa? Kau takut jika bicara terlalu lama denganku, akan membongkar kebohonganmu barusan?" tanya Dave menyelidik.
Memiringkan kepalanya dan mengeryitkan keningnya.
Seketika membuat Clara menoleh dengan tatapan tajam. Namun Dave tak kalah sengit membalas tatapan tersebut. Hingga ia memutuskan untuk keluar dari mobil lebih dulu, karena telah tiba di tempat tujuan mereka.
Hal tersebut memaksa Clara untuk ikut keluar, demi membuat Dave menghapuskan kecurigaan akan kebohongannya.
Ia keluar dari mobil dan menatap punggung angkuh Dave yang masuk ke dalam kedai.
Dave tetaplah pria dewasa yang tenang dalam menghadapi setiap masalah yang ada. Pria itu tak berubah sedikitpun. Bahkan setelah Clara membohonginya tentang keluarga kecil yang bahagia. Dave hanya terkejut sesaat, setelah itu pria tersebut tetap menanggapinya dengan bijak.
Dengan langkah gontai, Clara mengikuti Dave yang memang sulit untuk diyakinkan. Ia membiarkan Dave memesan sarapannya.
Sementara ia duduk di kursi kayu di bagian depan kedai tersebut. Memikirkan bagaimana ia harus menghadapi Dave yang begitu cermat menanggapi setiap ucapannya.
"Coffee latte and croissant," tawar Dave, kepada Clara.
Clara terpaksa mengambilnya. Bahkan Dave masih mengingatnya. Kebiasaannya mengisi perut dengan dua menu andalannya itu.
"Thanks," jawab Clara sekenanya.
Dave mengambil duduk di hadapan Clara, menatap wanita itu dengan menelisik apa yang tengah dipikirkan Clara saat itu.
"Well, kapan kau menikah? Kenapa tak mengundangku?" tanya Dave dengan santainya, sambil menyeruput kopi hangatnya.
Berbeda dengan Clara yang hampir saja menyemburkan latte-nya setelah mendengar pertanyaan ringan dari Dave. Seolah memang tak terjadi apapun di antara mereka.
"Hm ... Itu. A-aku ...."
"Kau lupa?" tebak Dave.
Clara meringis sambil mengangguk pasrah.
Jelas kau tak mengingatnya, Cla. Karena aku tahu kau sedang berdusta, batin Dave.
Tak menghentikan tatapan mengintimidasinya, hingga membuat wanita di hadapannya tertunduk mengumpatinya dalam hati.
Mousie sialan! Dia sengaja membuatku terlihat bodoh! benar-benar menyebalkan! rutuk Clara dalam hati.
"Hm ... kalau begitu, bisakah kau mengenalkanku pada pria beruntung yang membuatmu bahagia saat ini?" tanya Dave.
Seolah menantang Clara dengan memercayai kebohongan bodoh wanita tersebut.
Sial... apa yang tengah direncanakannya? Jika aku menolak, dia akan dengan mudah mengatakan bahwa semua yang kukatakan adalah kebohongan. Tapi jika aku mengiyakan ... aku harus meminta bantuan pria menyebalkan lainnya. Yang sialnya mungkin saja dia tak ingin membantuku. Clara merutuk dalam hati.
"Cla jika tak bisa, aku mungkin hanya akan menganggap ucapanmu tentang keluarga bahagia itu hanyalah sebuah bualan semata. Dan jangan hentikan aku jika—"
"Ya! Datang saja. Aku rasa tak masalah jika kau memang bersikeras ingin memastikan sendiri kebahagiaan yang kumiliki saat ini!" tandas Clara.
Menatap ke dalam netra abu milik Dave yang menyiratkan kewaspadaan setelah ucapannya terlontar begitu saja. Keduanya saling menatap dan menyiratkan pengertian yang berbeda.
Apa yang ingin kau buktikan, Cla... aku sangat yakin, bahwa semua yang kau ucapkan hanyalah karangan dari anganmu! Kau tak mungkin bahagia tanpaku, bukankah begitu seharusnya? batin Dave begitu yakin, sambil menyeringai seolah memiliki rencana lain.
**
—06—Dave menghentikan mobilnya tepat di belakang mobil Clara. Ia keluar dari mobil sambil memakai kacamata hitam karena terik matahari tepat berada di atas kepalanya.Otaknya terasa mendidih seperti hatinya saat ini. Ketika mendengar pengakuan omong kosong dari Clara yang berkeras bahwa wanita itu merasa telah bahagia tanpanya.Terlihat Clara yang masuk ke rumah, membawa Anggie yang terus berceloteh menceritakan kegiatannya di sekolah. Sesekali bocah itu menyebut nama Dave yang begitu angkuh tak ingin bermain dengan teman lainnya.Dave mengikuti dan memilih membiarkan Clara melakukan kegiatannya seperti biasa. Mengurus Anggie, dengan menyuruh bocah itu untuk mengganti pakaian. Sementara Clara hendak memasak makan siang mereka."Aku ingin bermain dengan teman perempuan ... tapi Dave dengan angkuhnya berkata, bahwa kami berisik. Dan dia ....""Okay, An. Simpan ce
—07—Clara masuk kembali ke rumah, setelah selesai menjawab panggilan yang membuatnya naik darah.Terlihat dari wajahnya yang memerah dan hilangnya senyuman di wajah yang masih terlihat cantik.Clara bergabung bersama Dave dan Anggie yang kompak memerhatikan wanita itu. Clara duduk dan langsung mengambil makanan ke atas piring kosong. Lalu melahapnya dengan segera seperti orang kelaparan.Padahal sebelumnya ia berkata kepada Anggie bawah dia masih kenyang. Dave dan Anggie melongo melihat Clara begitu lahap menyuapkan nasi berkali-kali ke dalam mulutnya, lalu mengunyahnya dalam jumlah banyak hingga kedua pipinya menggelembung menjadi chuby."Apa masakanku seenak itu?" tanya Dave.Seketika Clara baru teringat bahwa makanan yang ia lahap sedemikian rakusnya adalah masakan Dave. Ia hanya sedang kesal dan meluapkannya begitu saja tanpa tahu dirinya sudah menjadi pusat perhatian kedua
-08-"Matheus Arthur Wesley! Berhenti bicara dan jangan campuri urusanku!" hardik Clara.________Lagi-lagi menghentikan ucapan Matheus. Bersamaan dengan itu Clara berbalik, menatapnya dengan sorot mata tajam, begitu juga Dave yang berada tepat di belakang Clara berjarak beberapa langkah sambil mengerutkan keningnya dalam."What happened, Cla? Kenapa kau menghentikan ucapannya?!" tanya Dave.Membuat Clara menoleh dan menatapnya sinis. Tatapan yang diterima dan dibalas oleh Dave tak kalah sinis.Dave melangkah mendekati Clara, tanpa berniat menghilangkan sorot tajam dari manik abunya."Apa yang hendak kau sangkal, Cla? Kenyataan bahwa kalian adalah adik kakak? dan tak dapat terelakkan bahwa darah yang ada di dalam tubuh kalian yakni dari gen yang sama, sebagai keturunan Wesley?!" sergah Dave.Semakin m
—09—Dave terdiam di dalam mobil yang masih diparkirkan di depan rumah Clara, ia memandangi lembaran kertas laminating putih yang bergambar sesosok wanita yang dicintainya. Gambar yang menunjukkan kegiatan Clara setelah perpisahan terjadi antara dirinya dan wanita yang dicintainya.Dave mengusap lembaran demi lembaran dengan perlahan dan membalik lembaran itu satu persatu, seperti sedang membaca agenda perjalanan wanitanya selama berpisah dengannya.Terdapat sebuah tulisan tangan Maggie yang menjelaskan sedang apa Clara di dalam foto tersebut. Dave terkekeh saat cerita yang dijabarkan dalam tulisan itu mengandung unsur keluguan seorang Clara."Kau memang tetap lugu, Cla... sekalipun kini kau berubah menjadi lebih dewasa. Apa tak sedikitpun kau merindukanku? Kau tak adil... kau tahu keberadaanku, namun tidak denganku. Dan yang lebih parahnya, kau bahkan tak pernah mendatangiku," lirih Dave dala
Clara menginjakan kaki di tempat semula ia memulai segala sesuatunya di kota Manhattan. Terletak di pusat kota yang penuh dengan hiruk pikuk germerlapnya dunia malam. Gedung pencakar langit yang menjulang tinggi begitu angkuh menghiasi kota pada malam di mana kini dirinya telah tiba di apartemen.Tepatnya di dalam kamar yang menghadap langsung keluar, menampilkan cahaya terang dari lampu jalan yang memantul di dinding kaca hingga menyilaukan penglihatannya saat berada dalam gelapnya ruang kamar tersebut.Clara dengan sengaja tak menyalakan lampu, karena menunggu kehadiran Dave dan menjelaskannya langsung. Clara tak ingin Dave melihat air matanya nanti saat berusaha menjelaskan semua. Ia hanya berharap pria itu mengerti dan tidak meninggalkannya, seperti yang ditakutkannya selama ini.Pintu kamarnya terbuka. Ia tahu Dave telah datang. Aroma parfum yang sama tercium dan tak pernah hilang dari ingatannya saat mendekap pria itu."I'mhere
Keheningan malam di ruang kamar apartemen Clara semakin terasa merasuk ke jiwa, sunyi meniupkan angin yang melintas melewati jendela kaca, menerpa kulit mereka dan merasakan dingin menghampiri keduanya. Dave semakin mengeratkan pelukannya, begitu juga dengan Clara yang kian masuk dalam dekapan pria itu. Saling menguatkan dan melepaskan kesedihan yang telah berlalu.Getaran di tubuh Clara perlahan mereda, tangisnya kini hanya menyisakan isakan yang mereda. Dave melepaskan pelukannya, menangkup kedua pipi wanitanya dan mengusap sisa air bening di ujung mata. Dave menunjukkan seulas senyum. Ia ingin memberi tahu, semua akan baik-baik saja dan mengikhlaskan yang telah berlalu.Jemari Dave mengusap surai coklat bergelombang milik Clara, mencium kening cantik itu begitu dalam. Menunjukkan betapa ia sangat menyayangi wanitanya, dan turut sedih melihat penderitaan yang teramat berat selama ini."Kau sudah merasa lega?" tanya Dave.Clara mengangguk dan berusaha me
Matheus tersenyum sambil menatap ponselnya, ia tahu tugasnya sudah selesai karena telah menyatukan kembali Clara dengan Dave, walau dirinya juga paham jika mereka tak semudah itu untuk kembali akur seperti dulu.Mengingat bagaimana keduanya terlihat sama-sama keras kepala dan sering bertengkar hanya untuk hal kecil. Matheus hanya menggelengkan kepalanya jika ia mengingat masa itu. Di saat ia masih begitu bodoh karena dimanfaatkan oleh ibu kandungnya hanya untuk kepentingan wanita yang nyatanya seorang kakak dari ibu yang berbeda.Dimanfaatkan dan diperalat oleh ibunya sendiri demi sebuah harta warisan adalah kesalahan terbesarnya. Ia tersadar ketika ibunya menuntut lebih dan bertindak dil uar batas perikemanusiaan.Matheus meminta berhenti dan ia cukup depresi saat menyadari kejahatannya. Ia cukup beruntung kala tersadar dan terpuruk. Seorang Maggie mau menemani dan membantunya kembali pulih, lalu melepaskan semua usaha bisnis yang dibangun kemudian diruntuhkan
"Kalau begitu... maaf, Cla. Aku tak bisa," ucap Dave.Seketika Clara tercengang dengan kalimat Dave yang di luar ekspektasinya. Setelah melihat kedekatan Dave dengan Anggie dua hari yang lalu, ia mengira pria itu akan membuka diri untuk anak perempuannya.Itulah Clara menjelaskan semuanya dan meminta Dave untuk mengerti. Walau ia tahu dirinya akan terlihat begitu egois dengan meminta banyak hal."Be..begitukah?" tanya Clara. Pandangan matanya bergerak gelisah ke kiri dan kanan.Clara tak tahu harus bagaimana merespon ucapan Dave. Hatinya terasa mencelos begitu saja, seperti baru saja mendapat penolakan secara tidak langsung. Kini matanya berkedip gelisah, berusaha menahan panas di pelupuk mata."Ba-baiklah. Kalau begitu aku akan segera kembali dan—""—Aku tak bisa bersaing dengan bocah perempuan semanis Anggie, Cla. Menurutmu apa aku tega membagi kasih sayang seorang ibu dengannya, hanya untuk kepentingan hidupku?" tanya Dave.