Share

Part 07

—07—

Clara masuk kembali ke rumah, setelah selesai menjawab panggilan yang membuatnya naik darah.Terlihat dari wajahnya yang memerah dan hilangnya senyuman di wajah yang masih terlihat cantik.

Clara bergabung bersama Dave dan Anggie yang kompak memerhatikan wanita itu. Clara duduk dan langsung mengambil makanan ke atas piring kosong. Lalu melahapnya dengan segera seperti orang kelaparan.

Padahal sebelumnya ia berkata kepada Anggie bawah dia masih kenyang. Dave dan Anggie melongo melihat Clara begitu lahap menyuapkan nasi berkali-kali ke dalam mulutnya, lalu mengunyahnya dalam jumlah banyak hingga kedua pipinya menggelembung menjadi chuby.

"Apa masakanku seenak itu?" tanya Dave.

Seketika Clara baru teringat bahwa makanan yang ia lahap sedemikian rakusnya adalah masakan Dave. Ia hanya sedang kesal dan meluapkannya begitu saja tanpa tahu dirinya sudah menjadi pusat perhatian kedua orang di hadapannya.

Batuk menghampirinya seketika... setelah ia berusaha mengunyah secara perlahan dan menelannya dengan susah payah.

Dave dengan sigap memberikan segelas air ke hadapan Clara. Lalu wanita itu menenggaknya hingga tandas. Menarik dan mengembuskan napasnya secara kasar.

"Bukankah Mom bilang tadi masih kenyang?" tanya Anggie dengan polosnya.

Seketika Dave terkekeh dan menatap heran Clara yang terlihat malu.

"Mungkin Ibumu sangat menyukai masakanku, kau juga, 'kan An?" tanya Dave. Mengalihkan sejenak tatapannya, lalu mengacak rambut Anggie yang mengangguk riang.

"Iya. Brokoli ini bahkan lebih enak dari buatan Mom!"seru Anggie.

Dave mengalihkan tatapannya kepada Clara yang menahan malu, terlihat wajahnya yang semakin tertunduk malu.

"Hah... kau tetaplah Clara yang dulu, sekalipun kau mengatakan semuanya sudah berubah." Dave mendesis, "kau tetaplah selugu itu, Cla." Sudut bibirnya tersungging naik ke atas.

Clara memberikan sorot mata yang tajam terarah kepada Dave yang terkekeh mengejeknya bersama Anggie yang ikut terkekeh.

Apa-apaan mereka? Bagaimana bisa keduanya kompak menertawakanku! keluh Clara dalam hati.

"Tapi setidaknya masakan Mom tidak seasin buatan dad," celetuk Anggie.

Menutup mulutnya dengan kedua telapak tangan mungilnya, ia terkikik geli. Mengingat saat ayahnya membuatkannya makanan yang sangat asin.

"O ya? Apa ayahmu tak bisa memasak?" tanya Dave.

Anggie menggelengkan kepalanya cukup kuat. Melirik Clara yang terdiam dengan wajah cemberut.

"Anggie jika kau sudah selesai... Cuci tanganmu dan bermainlah di kamarmu. Mom dan Mose ada pembicaraan serius," tutur Clara.

Anggie mengangguk, lalu beranjak dari duduknya, mendekati Dave dan mencium pipinya.

"Terima kasih untuk makan siang yang sangat enak. Bolehkah aku berharap kau akan membuatkannya setiap hari?" Anggie bertanya penuh harap.

Sedikit menoleh kepada Clara, takut jika ibunya marah.

Dave mengusap kepala Anggie dengan sayang. "Tentu... Aku akan ke sini setiap hari dan membuatkan makanan terenak untukmu," ujar Dave. Tersenyum dan mengusap pipi Anggie.

"Really?!" seru Anggie.

Dave kembali mengangguk. "Aku janji, asalkan ibumu mengijinkanku datang ke sini setiap hari." Dave menyahut sambil melirik Clara.

Clara merasakan aura persekongkolan dari tatapan Dave, lalu Anggie yang ikut menatapnya dengan sebutan cat eyes, yang membuat siapapun luluh dengan tatapan tersebut.

Helaan napas terdengar, sebelum wanita itu membuka mulutnya. "Apa kau tak memiliki kegiatan lain? Bagaimana bisa kau datang ke sini, sementara kau harus bekerja di Manhattan?!" tukas Clara.

"Benarkah begitu?" tanya Anggie memelas, menatap Dave.

"Tenang saja, An. Aku memiliki banyak waktu untuk berlibur disini," jawab Dave mengelak perkataan Clara.

Tatapannya seolah mengatakan 'kau kalah, Cla!' dengan sunggingan senyum yang teramat mencurigakan ditunjukkan Dave kepada Clara.

Memaksa wanita itu untuk menuruti kemauannya, yang memiliki niat terselubung dengan menggunakan Anggie sebagai senjatanya.

"Huh!" Clara mengalihkan tatapannya, "Baiklah... Tapi jangan menjadi kebiasaan untukmu, An. Karena pria ini orang yang sangat sibuk!" tukas Clara.

Membuat Anggie berjingkrak kegirangan lalu memeluk ibunya sambil berucap terima kasih.

"Thank you, Mom!" serunya.

"You're welcome, dear... Sekarang, lakukan yang Mom minta," ujar Clara. Mencium kening Anggie.

Bocah itu membalasnya dan bergegas mencuci tangan di wastafel, lalu naik ke atas untuk menuju ke kamarnya.

Dave memerhatikan kemandirian Anggie yang begitu menurut terhadap Clara, didikan yang cukup tegas untuk bocah seusianya.

"Kau puas sekarang?!" tukas Clara.

"What?!" tanya Dave seolah mengejek.

Clara hanya mengembuskan napasnya kesal. Lalu beranjak untuk membereskan piring kotor.

Dave terkekeh dan hendak membantu, namun Clara menepis tangan Dave. Ia benci dengan gambar yang ada di tangan Dave —mengingatkannya dengan berita yang ia tonton.

"Tunggulah di ruang tamu. Kau tak perlu membantuku!"

"Aku hanya ingin...."

"Jika kau masih ingin di sini, turuti aku!" Clara menatap tajam Dave yang begitu pembangkang.

Dave terrsenyum dan mengangkat kedua tangannya ke udara.

"Kau seperti singa betina yang galak," celetuk Dave kembali mendapati sorot tajam dari mata indah itu.

"But, you're still my sweet cattie," timpal Dave mendekatkan wajahnya sambil menyeringai.

Mengedipkan sebelah matanya dan mengecup bibir Clara.

Membuat semburat merah tercetak di wajah Clara yang galak.

"Kau!"

"Ya, ya, kau menyukai itu." Dave melangkah dengan santai ke ruang tamu.

Dan mendaratkan bokongnya di sofa empuk tanpa rasa bersalah.

Sementara Clara menatap punggung Dave sambil memegangi bibirnya. Namun sedetik kemudian ia merutuki kebodohannya sambil memukul-mukul pelan bibirnya.

Dave sempat melirik tingkah lucu dan menggemaskan itu, lalu tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.

-

Setelah membereskan makan siang mereka.... Clara menghampiri Dave yang sudah menunggunya di sofa ruang tamu. Ia membawakan segelas orange jus kepada Dave.

"Apa yang ingin kau bicarakan, Cla?" tanya Dave.

"Well... sebelum ayah Anggie pulang... aku ingin menanyakan beberapa hal kepadamu," ujar Clara.

Mendaratkan bokongnya di sofa single berwarna creme, sementara Dave duduk di sofa panjang.

"Silahkan." Dave bersandar sambil melipat kedua tangan di depan dadanya.

"Bagaimana kau bisa menemukanku?"

"Itu rahasia," jawab Dave.

Membuat wajah Clara seketika menjadi sinis namun tetap ditahannya. Ia menarik napas, mengembuskannya dengan kasar lalu kembali melontarkan sebuah pertanyaan.

"Kau tinggal dimana sekarang?" tanya Clara.

Dave merasa semua itu pertanyaan yang tak penting untuk dibahas... Clara malah terlihat sedang mengulur waktu sekaligus menghindarinya jika hendak bertanya-tanya tentang kehidupannya selama ini.

"Sungguh kau ingin tahu? Apa semua itu penting untuk saat ini, Cla?" tanya Dave.

Memajukan tubuhnya dengan menopang kedua sikunya di atas kakinya. Menatap Clara begitu intens, untuk melihat bagaimana ekspresi wanita tersebut.

"Apa kau tak ingin bertanya langsung kepadaku, siapa saja wanita yang diberitakan dekat denganku... kau memilih percaya dengan semua itu dibandingkan bertanya kepadaku?" tanya Dave.

"Itu hakmu... Aku tak ingin mencampurinya," jawab Clara.

"Setidaknya tanyakan, kenapa aku berbuat demikian?!" tandas Dave.

Tanpa sadar telah mengunci Clara yang tercengang menatap sorot tajam yang pria itu tunjukkan kepadanya.

Entah bagaimana Dave lepas kendali dan menunjukkan kemarahannya karena terlalu geram dengan sikap Clara. Ia hanya ingin kembali dan menceritakan semuanya....

Semua yang ia lalui begitu berat. Dan Dave juga yakin. Apa yang lalui Clara pasti lebih berat darinya... ia hanya ingin wanita itu jujur dan menceritakan semua yang terjadi kepada.

Dave tak ingin menelan mentah-mentah informasi apapun tentangnya dari siapapun. Ia hanya percaya dengan apa yang dikatakan Clara. Namun sialnya wanita itu malah membohonginya. Membuatnya harus menambahkan kesabarannya yang hampir habis.

"Aku—" Ucapan Clara tertelan...

Raupan di bibirnya begitu menggebu, tidak seperti sebelumnya... Dave menciumnya begitu lembut, namun saat ini pria itu seakan sedang menunjukkan kemarahannya.

Hingga Clara merontah dan mendorong tubuh Dave dan melayangkan pukulan di pipi pria tersebut hingga tersadar.

Dave memegangi pipinya yang terasa panas. Matanya menatap Clara dengan tajam seolah ia tak menerima perlakuan Clara yang begitu keras kepala.

Mendustainya hanya karena berita yang tak diketahui kebenarannya. Bagi Dave itu seperti tindakan anak kecil yang memercayai ucapan orang dewasa yang membohonginya untuk sebuah kebaikan.

"I know you lying, Cla!" hardik Dave.

"Kau melakukannya untuk terlihat baik-baik saja, setelah kau menganggap aku bahagia dengan kehidupanku selama empat tahun terakhir. Asal kau tahu... aku tak sebaik kelihatannya. Namun aku tak ingin menunjukkan kepadamu," ungkap Dave.

Napasnya memburu terengah sambil berjalan mondar mandir di hadapan Clara. Wanita itu terdiam.... Diakuinya dalam hati... pikirannya salah dengan memercayai sebuah berita secara mentah.

"Dave, aku...." Clara hendak melangkah mendekati Dave untuk menenangkan pria itu.

"Apa yang terjadi disini?" tanya sebuah suara.

Clara dan Dave menoleh secara bersamaan... seorang pria muncul dari arah pintu, melangkah menuju ruangan dimana Dave dan Clara terlihat berargumen.

Dave tak terkejut sama sekali akan sosok yang datang, dia sudah dapat menduganya.

Hanya saja ia tak menerima semua yang terjadi saat ini. Dan baginya semua itu,  masih tak masuk akal. Mengingat bahwa Clara dan pria yang sedang mendekat ke arahnya itu, sedarah dari ayah yang sama.

Dave menghela napas mengejek kehadiran pria tersebut.

"Heh! so.. He is your husband?" tanya Dave.

Menunjuk pria yang berdiri di sampingnya.

"Dave... how are you?"

"Seperti yang kau dan Clara lihat di media... aku sangat baik!" tukas Dave.

Namun tatapannya tertuju kepada Clara, wanita itu terdiam... menopang sebelah siku tangannya dan memijat kepalanya.

"Oh ya...?" tanya pria yang baru tiba dan meletakan jasnya di sandaran sofa.

Melangkah melewati Dave, dan berdiri di belakang Clara sambil memegang kedua bahu wanita itu.

"Kukira kau hanya berpura-pura terlihat bahagia di depan layar kamera... namun dibalik semua itu kau terlihat hancur! Sama seperti wanita in—"

"Math, please!" Sela Clara.

Dave mengerutkan keningnya, saat pria yang dipanggil Math oleh Clara hendak mengatakan sesuatu yang disela wanita di hadapannya.

"Why, Cla... apa kau juga akan menjadi munafik sepertinya! berpura-pur—"

"Matheus Arthur Wesley! Berhenti bicara dan jangan campuri urusanku!" hardik Clara.

**

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status