Semua siswa kelas XI SMA Scientia semakin bertambah sibuk di minggu-minggu menjelang pentas seni. Ada yang sibuk berlatih untuk tampil saat pentas seni nanti, ada yang ribut memikirkan kostum, ada pula yang masih bingung mencari pasangan seperti Karin. Lucky, yang diincar Karin untuk jadi pasangan, sepertinya tidak menyadari, walaupun Karin sudah berkali-kali memberi isyarat.
Alena sibuk dengan latihan gamelan, yang akan tampil di hari pertama pentas seni. Begitu juga Alva, yang terus berlatih dengan permainan biolanya. Beberapa kali, Alva berlatih dengan Sir Johan, guru seni musik mereka, setelah jam pulang sekolah.
Sementara itu, ujian akhir semester pertama juga sudah dekat. Mereka akan menjalani ujian satu minggu sebelum pentas seni. Dan itu berarti lebih banyak latihan soal, ulangan harian mendadak, belajar, dan belajar bagi semua siswa.
Alena merasa jadwal sekolah semakin padat. Dia lebih jarang bisa menghabiskan sore b
Hari Jumat, hari pertama pentas seni. Kegiatan belajar mengajar ditiadakan. Pentas seni adalah acara tahunan bagi seluruh siswa di SMA Scientia, sedangkan Prom Night hanya khusus untuk siswa kelas XI.Acara pentas seni diselenggarakan di aula utama sekolah, yang terletak di lantai lima, lantai paling atas. Seluruh lantai lima khusus dibangun untuk aula dan ruangan penunjangnya, seperti ruang ganti, ruang latihan, ruang transit, gudang peralatan, ruang sound system, dan sebagainya.Hari ini, Alena dan Karin akan tampil. Acara dimulai jam delapan pagi, tapi dari jam lima pagi, mereka sudah bersiap-siap. Bersama teman-teman yang lain, mereka berganti kostum dan berdandan di ruang ganti.Alena memakai pakaian kebaya berwarna merah dan rok kain yang sudah disiapkan dari sekolah, sedangkan Karin memakai pakaian penari berwarna-warni. Ada guru pembimbing yang membantu mereka, tapi karena jumlah siswa yang banyak, tetap saja
Alena dan Karin sampai di pintu gerbang samping asrama. Di sana, sudah ada beberapa teman cowok, yang sepertinya juga menjemput pasangannya yang tinggal di asrama. Karin sudah bertemu Lucky. Lucky tampak gagah dengan tuksedo berwarna hitam dan kemeja putih.Mendadak Alena tertegun. Ia melihat Alva berjalan ke arahnya. Alva tampak sangat... Alena kehilangan kata-kata. Alva memakai tuksedo berwarna putih dengan pinggiran kerah berwarna gold. Vest yang ia kenakan di dalam tuksedo dan dasi kupu-kupunya juga berwarna gold. Ia seperti pangeran berkuda putih yang sedang menjemput putrinya. Alena tersenyum gugup pada Alva. Mata Alva terus menatapnya dengan lembut."Kamu cantik banget...," puji Alva dengan suara setengah berbisik, saat mereka sudah berdiri berhadapan.Alena semakin berdebar-debar. "Kamu juga gagah banget... Kayak pangeran...," Alena balas memuji.Mata Alva bersinar dan wajahnya terlihat berseri-seri. A
Alena terbangun jam lima esok paginya. Ia merasa tidak bisa tidur lagi, karena ingatan akan apa yang terjadi di Prom Night masih sangat kuat. Biasanya, ia baru bangun dan mandi sekitar jam setengah enam.Alena meraih ponsel di atas meja samping tempat tidurnya. Seingatnya, semalam setelah ia merekam Alva memainkan lagu pertamanya, ia tidak membuka ponselnya lagi, bahkan ia langsung tidur setelah capek mengobrol dengan Karin.Ada chat dari Mama semalam, menanyakan bagaimana acaranya. Alena segera membalas chat Mama, bercerita bahwa semalam sangat luar biasa. Ia tidak leluasa bercerita panjang lebar lewat chat, jadi ia berjanji akan menelepon Mama nanti sore, setelah pulang sekolah.Alena segera bangun dan mandi. Rasanya tidak sabar ingin segera ke sekolah. Saat berganti pakaian di kamar, matanya tertuju ke selempang bertuliskan 'Queen of Prom Night', dan buket bunga yang ia taruh di meja belajarnya di samping
Alena merasa hari-harinya jadi jauh lebih berwarna, dan ia selalu bersemangat untuk berangkat ke sekolah. Mungkin karena ia tahu akan bertemu dengan Alva. Mereka selalu bersama di kelas dan waktu istirahat. Begitu juga sepulang sekolah, kadang mereka mengerjakan tugas atau PR bersama di perpustakaan, kadang Alva mengajari Alena bermain biola di rooftop, atau sekedar berjalan-jalan di sekitar sekolah dan asrama.Teman-teman sekolah juga sudah tidak menyoraki mereka berdua lagi, sepertinya pasangan 'Alvalena' sudah menjadi lumrah di sekolah mereka. Karin tidak pernah keberatan, jika Alena jadi lebih jarang bersamanya. Sepertinya ia juga mulai dekat dengan Lucky, dan beberapa kali menghabiskan waktu dengan Lucky. Alena merasa Prom Night membawa berkat tersendiri bagi dia dan Karin.Setelah pentas seni berlalu, masih ada agenda selanjutnya yang menunggu, yaitu pentas drama musikal. Latihan diadakan mulai hari Rabu ini. Alva mengantar Al
Hari Sabtu tiba, hari yang dinanti-nanti Alena dan Alva. Papa dan Mama menjemput mereka di asrama sekitar jam enam pagi, lalu mereka langsung berangkat menuju Magelang.Sepanjang perjalanan, mereka asyik bercerita tentang banyak hal, tentang Prom Night, nilai rapor, rencana pentas drama musikal di sekolah, pentas di Prambanan, dan latihan dengan komunitas musik klasik yang mereka kunjungi semalam. Papa dan Mama saling berpandangan sambil tersenyum, melihat betapa antusiasnya mereka berdua.Mobil Papa tiba di depan rumah Alva sekitar jam sembilan. Opa dan Oma sepertinya juga sudah sangat merindukan kehadiran mereka. Mereka bersalaman dan berpelukan begitu bertemu.Kemudian seperti biasanya, Oma akan menjamu mereka dengan masakan yang lezat. Menu pagi itu adalah nasi megono. Selain itu, ada juga pie apel dan puding kelapa buatan Oma untuk menemani mereka mengobrol.Alena membawa sehelai syal kain tenun
Selama seminggu ke depan, kegiatan di sekolah tidak terlalu padat, karena masih permulaan semester. Tetapi Alena disibukkan dengan latihan untuk pentas drama musikal, yang akan berlangsung kurang lebih tiga minggu lagi. Latihan sekarang diadakan lebih intensif, yaitu tiap hari Senin dan Rabu.Alva dengan setia mengantar dan menjemputnya setiap latihan, kemudian mereka akan menghabiskan waktu berdua. Jika ada tugas atau PR, mereka akan mengerjakannya di perpustakaan, kadang-kadang bersama Karin. Jika tidak ada, mereka menikmati sore di rooftop untuk bermain biola atau sekedar mengobrol.Hari Jumat adalah hari yang dinanti-nanti Alena, karena selain libur akhir pekan sudah tiba, Jumat sore adalah jadwal latihan komunitas musik klasik. Alva sudah setuju untuk ikut latihan lagi, dan Alena akan menemaninya.Alena sudah selesai mandi dan makan siang setelah pulang dari sekolah. Ia janji untuk bertemu Alva di rooftop. Alva tampak be
Minggu sore, Papa mengantar Alena sampai ke halaman depan asrama sekitar jam lima sore. Alva tadi sudah mengirim pesan, dia mungkin agak malam sampai di asrama. Alena merasa seolah-olah baru kali ini dia pulang ke asrama sendirian, tanpa Alva. Dia sudah terbiasa menikmati sore bersama Alva.Alena berjalan perlahan memasuki ruang tamu yang kosong, dan hendak menaiki tangga menuju kamarnya di lantai tiga. Karin juga belum pulang, dia biasanya naik bus yang jam enam sore dari Wonosari.Mendadak, Alena merasa dia butuh udara segar, berada sendirian di kamar akan membuatnya merasa sesak. Ia memutar arah berjalan ke ruang makan, terus menuju gerbang samping asrama, dan setengah berlari keluar, ke arah tempat rahasia dia dan Alva. Nafasnya terengah-engah karena berlari menaiki tangga.Sampai di atas, Alena berdiri sendiri di pinggir tembok, memandang langit senja di kejauhan. Semua kenangan manis, yang pernah dialaminya di atas roof
Pikiran Alena melayang kembali pada kejadian hari Minggu itu, ketika Alena sekeluarga pamit dari rumah Om Andre sekitar jam sembilan pagi, untuk pulang ke rumah di Jogja. Alena lebih banyak diam di mobil. Mama mungkin memperhatikan.Begitu sampai di rumah, Alena langsung naik ke kamarnya di lantai dua. Mama ternyata mengikuti dari belakang."Lena... Ada yang mau kamu ceritakan?" tanya Mama dengan suara lembut.Alena agak kaget melihat Mama sudah berdiri di depan pintu kamar."Mama... Nggak ada, Ma…" Tapi matanya yang sedih tidak bisa berbohong pada Mama.Mama melangkah menghampiri Alena, dan membelai rambutnya dengan kasih sayang. "Anak Mama sepertinya lagi banyak pikiran..."Mata Alena berkaca-kaca. Ia tahu ia tidak bisa berbohong di depan Mama. Ia menghambur ke pelukan Mama, dan mulai terisak. Mama menuntunnya duduk di pinggir tempat tidur."Kalau ini karena ke