Share

3. Flashback (2)

Malam yang ditunggu pun tiba, di mana semua siswa sudah berkumpul di lantai bawah untuk menyambut pesta. Semua orang terlihat begitu rapi dan juga cantik malam ini.

"Apa pakaian ku terlalu terbuka?" tanya Nasya untuk kesekian kalinya. Pasalnya dress soft pink yang di pinjamkan Ratu hanya sampai menutupi betis Nasya. 

Helaan napas kasar terdengar dari mulut Ratu, "Kau ini kenapa sih? Dari tadi bertanya hal yang sama terus." Kesalnya.

"Aku tidak percaya diri untuk ini Ratu, percayalah padaku!" jawab gadis pendek nan imut itu gugup, ia bahkan masih saja berusaha menurunkan dress yang dipakai sampai ke mata kaki.

"Jangan begitu, kamu tenang saja. Ada aku bukan disamping dirimu Nasya," jawab Ratu menggenggam tangan sahabatnya yakin.

Tatapan kagum terpancar jelas ketika Nasya dan Ratu berjalan menuju tempat minuman. Kedua gadis itu menampilkan ekspresi yang berbeda, Ratu dengan wajah yakin dan Nadya dengan rasa gugup.

"Hei, lihatlah si anak beasiswa itu. Kayaknya mau menggoda orang-orang di sini. Lumayan buat uang jajan dia kan?" sindir Rihanna keras membuat tubuh Nasya gemetar menahan marah.

"Jaga mulutmu itu sialan!" jawab Ratu menunjuk pada Rihanna, keduanya bertatap satu sama lain sampai ada suara heboh yang membuat mereka kehilangan fokus.

"Pak Eri, ada yang mabuk di luar!" teriak ketua OSIS keras, ia membuat semua siswa lainnya menjadi terkejut bukan main. Pak Eri selaku ketua pembimbing berlari mendekati Reyhan, sang ketua OSIS.

"Cepat, antarkan bapak ke sana." Keduanya berlari keluar, "Kalian semua tetap berada di sini. Jangan ada yang keluar ya." Ingat pak Eri.

Galen yang sedari tadi sibuk di sudut ruangan menunggu kehadiran kedua sahabatnya berdiri, dengan wajah datar dan aura menyeramkan pemuda itu berjalan melewati beberapa siswa yang menatap dirinya.

"Galen! Mau kemana?" tanya Rihanna yang mencegat langkah kaki pemuda tampan tersebut, gadis itu tampak begitu menggoda Galen dengan pakaian yang dia naikkan ke atas.

"Kau terlihat haus belaian Rihanna!" sarkas Ratu yang membuat kedua gadis itu kembali mengibarkan bendera perang. Nasya berusaha menarik paksa sahabatnya dari sana agar tidak terjadi keributan lebih dalam. 

Galen menepis tubuh Rihanna, "Menepi lah! Jangan halangi jalanku!" 

"Kau tidak mendengar ucapan pak Eri tadi? Jangan ada yang berkeliaran terlebih dahulu Galen," jawab Rihanna dengan nada manja. Namun, tetap di abaikan oleh pemuda itu. 

Rihanna yang sudah menyadari ini terjadi dengan sengaja menyodok mulut Galen dengan minuman yang ia pegang, seringai jahat terpancar di wajahnya.

"Apa kau ingin mati?!" bentak Galen keras, ia bahkan mendorong tubuh Rihanna dengan begitu kuat membuat gadis itu langsung tersungkur dengan lutut yang terasa perih.

Dia menyeringai seram, "Lihat saja. Kau akan mencari diriku nanti nya!" 

Galen mengabaikan perkataan Rihanna, ia menghapus jejak minuman yang menempel di area bibir dan pipi. Dengan langkah lebar, pemuda itu meninggalkan tempat pesta penutupan, persetan dengan kedatangan kedua sahabatnya.

Semua orang menahan tawa dengan keadaan Rihanna sekarang, sungguh sangat tidak tahu malu sekali. Sudah jelas bahwa Galen memasang lampu merah yang berarti tidak ada seorang pun yang boleh menerobos.

Sedangkan Nasya sudah khawatir sejak tadi, keringat dingin masih saja mengalir ketika beberapa orang melihat dirinya. Dengan sentakan pelan ia menarik tangan Ratu, "Aku tidak nyaman dengan ini semua Ratu."

"Bersabarlah Nasya, sampai pesta ini selesai dan kau tidak akan memakai ini lagi." Ratu mencoba meyakinkan sahabatnya yang terlalu memikirkannya pendapat orang-orang.

"Tapi ... Sepertinya ini akan lama," lirih Nasya lagi. Helaan napas kasar terdengar begitu jelas dari mulut Ratu. Gadis itu memegangi pelipis nya dan menarik tangan Nasya untuk duduk di sebuah kursi kosong, gadis pendek nan mungil tersebut menurut saja mengikuti langkah kaki Ratu.

"Kita duduk di sini dulu, sampai pak Eri datang. Aku sangat yakin pasti anak IPS yang membuat ulah," ucap Ratu yang hanya di angguki oleh Nasya. 

****

Sudah satu jam lebih semua orang menanti kehadiran pak Eri, bahkan pembimbing yang lainnya juga ikut turun tangan menyelesaikan masalah yang terjadi. Ratu berdiri dari duduknya dan menatap ke arah Nasya, "Apa kau ingin ikut? Aku mau ke toilet."

Gadis mungil itu menggelengkan kepala, "Tidak. Aku di sini saja menunggu kehadiranmu, jangan lama-lama."

"Iya. Aku tidak akan lama Nasya," jawab Ratu kemudian berlari ke arah pintu keluar. Selepas kepergian Ratu ada beberapa pemuda yang menghampiri Nasya.

Mereka tertawa mengejek dan mengapit tubuh Nasya, "Apa kau ingin kami temani?" 

Gadis itu tampak tidak suka dengan perlakuan mereka, ia bergegas berdiri dan menyusul langkah Ratu. Akan tetapi pemuda-pemuda tersebut mengikuti langkahnya dari belakang, membuat Nasya begitu ketakutan. Ia berlari tak tentu arah, sesekali melihat ke arah belakang. 

Kakinya berbelok pada lorong menuju tempat penginapan lelaki, dia bahkan tidak sadar di mana sekarang. Hanya satu tujuan Nasya sekarang yaitu mencari tempat untuk sembunyi agar tidak di tangkap oleh orang-orang tadi.

Kepala Nasya menjulur melihat keadaan, helaan napas lega keluar dari mulutnya. Akan tetapi jantung nya berdetak lebih kencang ketika tak tahu ada di mana ia sekarang, dengan mengandalkan langkah kakinya saja untuk menyusuri lorong gelap. 

"Nghh ...." 

Nasya terkejut ketika mendengar lenguhan panjang dengan suara berat, perasan takut merayapi tubuhnya. Dengan cepat gadis itu membalikkan badan akan tetapi suara seseorang meminta tolong membuat ia mengurungkan niat.

"Si-siapa di sana?" tanya gadis tersebut gemetar. Bisa saja itu adalah orang mabuk yang di katakan oleh ketua OSIS tadi, "Jawab aku!"

"Tolong ... Ini sangat panas dan ... menyiksa!" teriaknya tertahan. Dengan rasa kasihan dan penasaran Nasya berjalan mendekati lorong gelap di ujung sana. Entah kenapa kakinya membawa ia ke sana, dan terlihat seorang pemuda yang sangat ia kenal. 

"Galen?" lirih gadis mungil itu sambil mendekati tubuh Galen, ia menepuk bahu dan juga pipi pemuda tersebut agar sadar. Akan tetapi aroma khas dan juga wajah memerah membuat Nasya yakin bahwa Galen dalam keadaan mabuk. Dia berdiri berniat mencari bantuan orang lain akan tetapi tarikan di tangannya, membuat ia kehilangan keseimbangan kemudian jatuh di atas tubuh Galen.

"Apa yang ...." Mata Nasya membulat ketika Galen membisik kan sesuatu.

"Antar aku ke kamar, siapapun kau." Pemuda itu tampak menahan sesuatu, Nasya dengan polosnya mengiyakan ucapan Galen dan melihat kunci kamar yang disodorkan.

Beberapa langkah dari sana, mereka berdua sudah sampai. Dengan sudah payah Nasya membuka pintu, belum lagi dengan berat badan Galen yang harus ia tahan. Gadis itu membuka pintu dan membawa Galen untuk masuk ke dalam kamar, merebahkan tubuh tegap tingginya di atas ranjang.

"Aku akan segera pergi ...," ujar Nasya pelan. Ia berjalan menuju pintu keluar akan tetapi di saat tangannya akan memegang handle pintu, tubuhnya tertarik ke belakang. Matanya membulat ketika Galen sudah berdiri didepan nya dengan tangan yang memutar kunci.

"Apa yang ...." Perlahan Nasya memundurkan langkah kakinya kebelakang, akan tetapi kalah cepat dengan Galen yang bisa menangkap tubuhnya cepat, mata gadis itu membulat ketika bibir mereka bertemu untuk waktu yang singkat.

"Bantu aku menghilangkan penyiksaan ini ...," lirih pemuda itu sambil mendorong tubuh Nasya ke atas ranjang, dengan segala kekuatan gadis itu mencoba menahan pergerakan Galen. Akan tetapi kekuatan pemuda itu lebih besar darinya, membuat ia hanya bisa menangis tanpa henti.

Malam itu tepat di mana Nasya harus kehilangan sesuatu yang berharga dari hidupnya. Sebuah mahkota yang ia jaga begitu baik, hilang dalam satu malam.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status