Malam yang ditunggu pun tiba, di mana semua siswa sudah berkumpul di lantai bawah untuk menyambut pesta. Semua orang terlihat begitu rapi dan juga cantik malam ini.
"Apa pakaian ku terlalu terbuka?" tanya Nasya untuk kesekian kalinya. Pasalnya dress soft pink yang di pinjamkan Ratu hanya sampai menutupi betis Nasya.
Helaan napas kasar terdengar dari mulut Ratu, "Kau ini kenapa sih? Dari tadi bertanya hal yang sama terus." Kesalnya.
"Aku tidak percaya diri untuk ini Ratu, percayalah padaku!" jawab gadis pendek nan imut itu gugup, ia bahkan masih saja berusaha menurunkan dress yang dipakai sampai ke mata kaki.
"Jangan begitu, kamu tenang saja. Ada aku bukan disamping dirimu Nasya," jawab Ratu menggenggam tangan sahabatnya yakin.
Tatapan kagum terpancar jelas ketika Nasya dan Ratu berjalan menuju tempat minuman. Kedua gadis itu menampilkan ekspresi yang berbeda, Ratu dengan wajah yakin dan Nadya dengan rasa gugup.
"Hei, lihatlah si anak beasiswa itu. Kayaknya mau menggoda orang-orang di sini. Lumayan buat uang jajan dia kan?" sindir Rihanna keras membuat tubuh Nasya gemetar menahan marah.
"Jaga mulutmu itu sialan!" jawab Ratu menunjuk pada Rihanna, keduanya bertatap satu sama lain sampai ada suara heboh yang membuat mereka kehilangan fokus.
"Pak Eri, ada yang mabuk di luar!" teriak ketua OSIS keras, ia membuat semua siswa lainnya menjadi terkejut bukan main. Pak Eri selaku ketua pembimbing berlari mendekati Reyhan, sang ketua OSIS.
"Cepat, antarkan bapak ke sana." Keduanya berlari keluar, "Kalian semua tetap berada di sini. Jangan ada yang keluar ya." Ingat pak Eri.
Galen yang sedari tadi sibuk di sudut ruangan menunggu kehadiran kedua sahabatnya berdiri, dengan wajah datar dan aura menyeramkan pemuda itu berjalan melewati beberapa siswa yang menatap dirinya.
"Galen! Mau kemana?" tanya Rihanna yang mencegat langkah kaki pemuda tampan tersebut, gadis itu tampak begitu menggoda Galen dengan pakaian yang dia naikkan ke atas.
"Kau terlihat haus belaian Rihanna!" sarkas Ratu yang membuat kedua gadis itu kembali mengibarkan bendera perang. Nasya berusaha menarik paksa sahabatnya dari sana agar tidak terjadi keributan lebih dalam.
Galen menepis tubuh Rihanna, "Menepi lah! Jangan halangi jalanku!"
"Kau tidak mendengar ucapan pak Eri tadi? Jangan ada yang berkeliaran terlebih dahulu Galen," jawab Rihanna dengan nada manja. Namun, tetap di abaikan oleh pemuda itu.
Rihanna yang sudah menyadari ini terjadi dengan sengaja menyodok mulut Galen dengan minuman yang ia pegang, seringai jahat terpancar di wajahnya.
"Apa kau ingin mati?!" bentak Galen keras, ia bahkan mendorong tubuh Rihanna dengan begitu kuat membuat gadis itu langsung tersungkur dengan lutut yang terasa perih.
Dia menyeringai seram, "Lihat saja. Kau akan mencari diriku nanti nya!"
Galen mengabaikan perkataan Rihanna, ia menghapus jejak minuman yang menempel di area bibir dan pipi. Dengan langkah lebar, pemuda itu meninggalkan tempat pesta penutupan, persetan dengan kedatangan kedua sahabatnya.
Semua orang menahan tawa dengan keadaan Rihanna sekarang, sungguh sangat tidak tahu malu sekali. Sudah jelas bahwa Galen memasang lampu merah yang berarti tidak ada seorang pun yang boleh menerobos.
Sedangkan Nasya sudah khawatir sejak tadi, keringat dingin masih saja mengalir ketika beberapa orang melihat dirinya. Dengan sentakan pelan ia menarik tangan Ratu, "Aku tidak nyaman dengan ini semua Ratu."
"Bersabarlah Nasya, sampai pesta ini selesai dan kau tidak akan memakai ini lagi." Ratu mencoba meyakinkan sahabatnya yang terlalu memikirkannya pendapat orang-orang.
"Tapi ... Sepertinya ini akan lama," lirih Nasya lagi. Helaan napas kasar terdengar begitu jelas dari mulut Ratu. Gadis itu memegangi pelipis nya dan menarik tangan Nasya untuk duduk di sebuah kursi kosong, gadis pendek nan mungil tersebut menurut saja mengikuti langkah kaki Ratu.
"Kita duduk di sini dulu, sampai pak Eri datang. Aku sangat yakin pasti anak IPS yang membuat ulah," ucap Ratu yang hanya di angguki oleh Nasya.
****
Sudah satu jam lebih semua orang menanti kehadiran pak Eri, bahkan pembimbing yang lainnya juga ikut turun tangan menyelesaikan masalah yang terjadi. Ratu berdiri dari duduknya dan menatap ke arah Nasya, "Apa kau ingin ikut? Aku mau ke toilet."
Gadis mungil itu menggelengkan kepala, "Tidak. Aku di sini saja menunggu kehadiranmu, jangan lama-lama."
"Iya. Aku tidak akan lama Nasya," jawab Ratu kemudian berlari ke arah pintu keluar. Selepas kepergian Ratu ada beberapa pemuda yang menghampiri Nasya.
Mereka tertawa mengejek dan mengapit tubuh Nasya, "Apa kau ingin kami temani?"
Gadis itu tampak tidak suka dengan perlakuan mereka, ia bergegas berdiri dan menyusul langkah Ratu. Akan tetapi pemuda-pemuda tersebut mengikuti langkahnya dari belakang, membuat Nasya begitu ketakutan. Ia berlari tak tentu arah, sesekali melihat ke arah belakang.
Kakinya berbelok pada lorong menuju tempat penginapan lelaki, dia bahkan tidak sadar di mana sekarang. Hanya satu tujuan Nasya sekarang yaitu mencari tempat untuk sembunyi agar tidak di tangkap oleh orang-orang tadi.
Kepala Nasya menjulur melihat keadaan, helaan napas lega keluar dari mulutnya. Akan tetapi jantung nya berdetak lebih kencang ketika tak tahu ada di mana ia sekarang, dengan mengandalkan langkah kakinya saja untuk menyusuri lorong gelap.
"Nghh ...."
Nasya terkejut ketika mendengar lenguhan panjang dengan suara berat, perasan takut merayapi tubuhnya. Dengan cepat gadis itu membalikkan badan akan tetapi suara seseorang meminta tolong membuat ia mengurungkan niat.
"Si-siapa di sana?" tanya gadis tersebut gemetar. Bisa saja itu adalah orang mabuk yang di katakan oleh ketua OSIS tadi, "Jawab aku!"
"Tolong ... Ini sangat panas dan ... menyiksa!" teriaknya tertahan. Dengan rasa kasihan dan penasaran Nasya berjalan mendekati lorong gelap di ujung sana. Entah kenapa kakinya membawa ia ke sana, dan terlihat seorang pemuda yang sangat ia kenal.
"Galen?" lirih gadis mungil itu sambil mendekati tubuh Galen, ia menepuk bahu dan juga pipi pemuda tersebut agar sadar. Akan tetapi aroma khas dan juga wajah memerah membuat Nasya yakin bahwa Galen dalam keadaan mabuk. Dia berdiri berniat mencari bantuan orang lain akan tetapi tarikan di tangannya, membuat ia kehilangan keseimbangan kemudian jatuh di atas tubuh Galen.
"Apa yang ...." Mata Nasya membulat ketika Galen membisik kan sesuatu.
"Antar aku ke kamar, siapapun kau." Pemuda itu tampak menahan sesuatu, Nasya dengan polosnya mengiyakan ucapan Galen dan melihat kunci kamar yang disodorkan.
Beberapa langkah dari sana, mereka berdua sudah sampai. Dengan sudah payah Nasya membuka pintu, belum lagi dengan berat badan Galen yang harus ia tahan. Gadis itu membuka pintu dan membawa Galen untuk masuk ke dalam kamar, merebahkan tubuh tegap tingginya di atas ranjang.
"Aku akan segera pergi ...," ujar Nasya pelan. Ia berjalan menuju pintu keluar akan tetapi di saat tangannya akan memegang handle pintu, tubuhnya tertarik ke belakang. Matanya membulat ketika Galen sudah berdiri didepan nya dengan tangan yang memutar kunci.
"Apa yang ...." Perlahan Nasya memundurkan langkah kakinya kebelakang, akan tetapi kalah cepat dengan Galen yang bisa menangkap tubuhnya cepat, mata gadis itu membulat ketika bibir mereka bertemu untuk waktu yang singkat.
"Bantu aku menghilangkan penyiksaan ini ...," lirih pemuda itu sambil mendorong tubuh Nasya ke atas ranjang, dengan segala kekuatan gadis itu mencoba menahan pergerakan Galen. Akan tetapi kekuatan pemuda itu lebih besar darinya, membuat ia hanya bisa menangis tanpa henti.
Malam itu tepat di mana Nasya harus kehilangan sesuatu yang berharga dari hidupnya. Sebuah mahkota yang ia jaga begitu baik, hilang dalam satu malam.
Nasya menangis sejadi-jadinya ketika bayangan semalam masih berputar jelas di benaknya. Kepala wanita itu terangkat ketika mendengar suara erangan yang bersumber dari arah tempat tidur.Mata keduanya saling bertemu, dapat dilihat bahwa Galen begitu terkejut melihat keadaan Nasya. pemuda itu bergegas menjadikan seprai sebagai alasan tubuhnya."Apa yang kau lakukan di sini?!" tanya Galen tak suka, ia berjalan menuruni ranjang dan melihat pakaian berserakan di lantai.Tatapan bertanya dan pemikiran aneh berputar di kepala lelaki itu, "Jangan bilang ... kalau kita ...."Wanita yang sejak tadi menangis kembali menitikkan air mata, ia bahkan menyembunyikan wajahnya di dalam lipatan kaki yang sudah terasa perih dan kaku."Keluar dari sini sekarang Nasya!" usir Galen lantang sambil melemparkan sebuah kemeja dan celana pendek ke arah Nasya.Kepala wanita l
Nasya berjalan dengan begitu lunglai menuju rumahnya, keringat sudah membasahi baju putih abu yang di pakai. Di depan sana Nasya dapat melihat sebuah mobil berwarna hitam terparkir indah di depan rumah."Mobil siapa itu? Apa salah satu pelanggan Ayah?" tanya Nasya lirih. Ia memasuki restoran yang tampak begitu sepi. Hanya ada sang Ayah dan juga pria dewasa yang sepertinya seumur dengan Ayahnya, dengan langkah ringan Nasya berjalan mendekati tangga menuju lantai dua."Apa sudah pulang sekolahnya?" tanya Carel membuat Nasya menghentikan langkah kakinya."Iya. Aku baru saja pulang Ayah," jawab wanita itu dengan pelan. Ia mengernyit ketika sang Ayah melambaikan tangan ke arahnya.Carel memandang orang yang duduk didepannya, kemudian menyuruh Nasya untuk memberi salam, "Kenalkan dia sahabat Ayah sewaktu kecil dulu, namanya Dimas.""Halo Paman, aku Nasya." Wanita mungil tersebut membungkukkan ba
Pagi ini Nasya terlambat datang ke sekolah, karena tadi malam dirinya tak bisa tidur. Dan sekarang dia harus menjalankan hukuman yang diberikan oleh Pak Kusuma sebagai guru piket yang bertanggung jawab, dia memberikan hukuman yaitu membersihkan lapangan olahraga.Matanya menangkap teman sekelasnya sedang pemanasan yang dipimpin oleh ketua Abian. Beberapa anak perempuan menertawakan Nasya yang sibuk memungut sampah, "Hei! Lihat di sana. Ada anak beasiswa yang terlambat!"Gelak tawa berderai keras, Nasya menulikan telinga dengan apa yang mereka katakan. Wanita tersebut tetap menjalankan hukumannya."Mungkin dia kelelahan setelah melayani pelanggan semalam," ucap Rihanna membuat yang lainnya tertawa, Ratu yang mendengar hal itu menjadi geram. Gadis itu baru saja akan meremas mulut Rihanna, akan tetapi terhenti ketika guru olahraga datang bersama beberapa siswa laki-laki."Baiklah, pagi ini kita semua akan m
Keputusan telah dibuat, Nasya dan juga Galen sudah rersmi menjadi pasangan suami istri. Keduanya tampak sibuk dengan pikiran masing-masing ketika para tamu yang berasal dari kenalan Ayah dan Ibu Galen berpamitan pergi.Pernikahan mereka tidak dibuka secara publik, mengingat bahwa keduanya masih sekolah. Dimas dan Carlos sudah memperhitungkan itu matang-matang, jadi hanya orang-orang terdekat saja yang menghadiri pernikahan mereka.Nasya berdiri ketika Stelle dan Keina melambaikan tangan agar ia segera mendekat pada mereka. Wanita hamil itu tampak menampilkan wajah sendu, Keina membawa tubuh putrinya ke dalam kamar dan memeluk Nasya erat."Jaga dirimu Nak, Ibu tidak akan berada di dekatmu lagi. Kamu ingat bukan kalau sekarang dirimu sudah menikah," ujar Keina menatap kedua bola mata Nasya yang berkaca-ksca, "Tapi jangan khawatir, Kapan-kapan Ibu akan datang bersama Ayah."Nasya mengangguk paham, ia kembali memeluk tu
Nasya merapatkan selimut yang ia pakai, ketika di rasa angin segar menusuk kulitnya. Akan tetapi ia tersadar bahwa semalam dirinya tidur di sofa dan tak memakai selimut.Manik matanya terbuka lebar, ia langsung duduk dan berlari ke kamar mandi ketika perutnya begitu bergejolak. Tubuhnya terasa lemas, akan tetapi ada tangan kekar yang menopang tubuh Nasya."Galen?" tanya wanita itu lirih, ia dapat mencium aroma maskulin dari tubuh Galen dan itu membuat dirinya tenang.Lelaki itu kembali membawa tubuh istrinya ke atas ranjang, memberikan selimut dan juga minyak angin yang tersimpan di dalam laci lemari kecil di samping ranjang, "Pakai.""Terima kasih," ucap Nasya mengambil benda itu dari tangan suaminya, ia mencium aroma minyak kayu putih dan menyandarkan tubuh di kepala ranjang. Tak ada lagi pembicaraan dari mereka, Galen yang duduk di tepi ranjang hanya diam."Hm ... Apa kamu yan
Nasya menerima pakaian kotor miliknya yang diulurkan oleh pemuda di depannya, wanita itu menganggukkan kepala dan tersenyum, "Terima kasih Reyhan."Ya, memang Reyhan yang tadi datang membantu Nasya. Karena merasa khawatir wanita itu tak kunjung kembali, padahal bel jam pelajaran pertama sudah berbunyi, dan juga Reyhan sempat mendengar pembicaraan Rihanna bersama kedua temannya. Bergegas saja Reyhan menyusul Nasya.Pintu UKS dibuka dengan kasar, membuat keduanya menoleh. Di sana Ratu datang dengan wajah yang begitu khawatir, "Apa kau baik-baik saja?"Dia berlari mendekati Nasya, memeriksa tubuh sahabatnya itu dengan teliti. Takut saja ada yang lecet, maka ia tak segan-segan memukul wajah Rihanna. Helaan napas lega keluar dari mulut Ratu."Untung saja kau tak apa Nasya. Aku baru saja membaca pesanmu, dan bergegas menuju toilet. Akan tetapi aku tak menemukanmu di sana, bergegas saja aku ke sini," ujar R
Nasya memuntahkan isi perutnya ke wastafel, tubuhnya terasa lemas sekarang. Setelah mencuci mulut dan wajah wanita itu kembali berjalan menuju ranjang, dan melihat sosok Galen masih tertidur tenang.Nasya menghirup aroma kayu putih yang ia simpan di bawah bantal, menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Bibirnya bergetar hebat, belum lagi dengan rasa pusing yang mendera kepalanya.Dia tersentak ketika merasakan pergerakan dari kasur sebelahnya, yang menandakan bahwa Galen sudah bangun. Dengan perlahan Nasya melirik suaminya yang duduk di tepi ranjang, lelaki tampan tersebut mengacak-acak rambutnya kasar kemudian berjalan menuju kamar mandi.Tak lama kemudian Galen sudah siap dengan pakaian sekolahnya, lelaki itu menatap Nasya sebentar kemudian melenggang pergi."Aku harus pergi sekolah, jika tidak aku akan ketinggalan pelajaran." Nasya bangkit dari ranjang, berjalan sambil berpegangan pada dinding. Tubuhnya terasa b
Wanita berbadan dua itu membuka pintu rumah dengan pelan, matanya melihat sosok Galen yang sudah duduk di atas sofa ruang tengah dengan mata yang fokus pada laptop. Wajahnya terlihat begitu serius membuat Nasya merasakan debaran aneh, ia memegangi dadanya yang berdegup kencang."Sudah puas melihatku?" tanya Galen mengangkat kepala. Matanya terlihat begitu sayu, mungkin ia kelelahan."Maaf, aku tidak bermaksud." Wanita itu menundukkan kepala, ia membalikkan badan dan berniat pergi dari sana. Langkahnya terhenti ketika mengingat sesuatu, mulutnya terbuka seperti ingin mengatakan sesuatu.Galen menatap istri mungilnya itu tajam, "Apa lagi? Tak bisakah kau pergi dan tidak mengangguk konsentrasi ku lagi?""Ba-baiklah, aku minta maaf." Nasya menaiki tangga dengan terburu-buru, mendengar ucapa Galen barusan membuat ia jatuh kembali. Padahal tadi dirinya begitu bahagia ketika tahu bahwa pemuda itu merangkul tubuhnya erat, b