Share

4. Flashback (End)

Nasya menangis sejadi-jadinya ketika bayangan semalam masih berputar jelas di benaknya. Kepala wanita itu terangkat ketika mendengar suara erangan yang bersumber dari arah tempat tidur. 

Mata keduanya saling bertemu, dapat dilihat bahwa Galen begitu terkejut melihat keadaan Nasya. pemuda itu bergegas menjadikan seprai sebagai alasan tubuhnya.

"Apa yang kau lakukan di sini?!" tanya Galen tak suka, ia berjalan menuruni ranjang dan melihat pakaian berserakan di lantai.

Tatapan bertanya dan pemikiran aneh berputar di kepala lelaki itu, "Jangan bilang ... kalau kita ...."

Wanita yang sejak tadi menangis kembali menitikkan air mata, ia bahkan menyembunyikan wajahnya di dalam lipatan kaki yang sudah terasa perih dan kaku.

"Keluar dari sini sekarang Nasya!" usir Galen lantang sambil melemparkan sebuah kemeja dan celana pendek ke arah Nasya.

 Kepala wanita langsung mendongak, "Apa ... Maksudmu?"

"Apa kau tuli? Keluar dari sini sekarang, aku tahu pasti kau bukan yang menjebak diriku? Kau memasukkan sesuatu dalam minuman yang aku minum tadi malam. Ayo cepat katakan!" ujar Galen masih dengan wajah datar.

Nasya menghapus air matanya, ia berdiri dengan susah payah dan mengambil pakaian yang dilempar oleh Galen tadi, "Aku tidak seperti yang kau bayangkan, setidaknya aku masih mempunyai hati nurani membantu mu yang mabuk berat semalam. Apa ini ucapan terima kasih yang kau berikan?"

"Kau pembohong, bagaimana mungkin perempuan bisa masuk ke dalam kawasan lelaki. Sekarang kau pergi dari sini dan anggap ini semua selesai." 

Nasya dengan sakit hati melangkah keluar dari kamar Galen, dengan langkah tertatih dan juga air mata. Apa dia salah untuk berbaik hati membantu Galen tadi malam? Lorong kawasan tidur lelaki begitu kosong dan sunyi, wanita tersebut berjalan dengan susah payah kembali menuju kamarnya.

Pasti Ratu menunggumu khawatir dirinya sekarang, Nasya menghabiskan begitu banyak waktu untuk kembali kamar, membuka pintu kamar dengan begitu pelan dan melihat sosok Ratu tidur di atas sofa. Sepertinya gadis itu menunggu kehadiran Nasya semenjak tadi. 

Wanita pendek tersebut melangkah menuju kamar mandi, menyalakan shower dan membiarkan air dingin membasahi seluruh tubuhnya yang terasa perih dan sakit. Air mata kembali menetes mengingat apa yang terjadi padanya, rasa bersalah langsung saja menghantui diri Nasya.

****

Ratu memandang wajah pucat Nasya, ia sudah bertanya tadi kenapa wanita itu tak pulang tadi malam. Akan tetapi tak dijawab oleh Nasya yang membuat Ratu menyimpan kata-kata nya. Bus berhenti di halaman sekolah mereka, semua siswa turun dengan tergesa-gesa.

Begitu pula dengan Nasya yang tampak tak semangat, ia melihat sang Ayah sudah menunggu dengan sepeda yang biasa ia gunakan ke pasar. Entah kenapa senyuman yang diberikan sang Ayah membuat dunianya berputar, rasa bersalah itu kembali muncul.

"Bagaimana dengan studi tour kamu Nasya? Apa menyenangkan?" tanya sang Ayah dengan semangat. Akan tetapi melihat wajah sang Anak yang begitu lesu membuat ia terdiam, "Mungkin kamu lelah. Ayo naik, kita pulang sekarang. Ibu memasak sesuatu yang enak hari ini."

Sepeda tua milik Ayah Nasya bergerak dengan pelan, hembusan angin sore membuat Nasya memejamkan mata. Tangannya bertengger pada pinggang lelaki hebatnya.

"Kalian sudah pulang? Ayo masuk Nasya, Ibu memasakkan makanan kesukaan mu sayang," ujar Ibu Nasya senang. Ia kembali terdiam ketika sang suami memberi kode bahwa putri mereka sedang lelah.

Ketika memegang bahu putri tunggalnya, "Naiklah ke atas. Mungkin kamu lelah dengan perjalanannya, untuk makanannya nanti saja." Ia mengiring tubuh putrinya menuju kamar.

Kening Keina mengernyit ketika melihat Nasya yang kesusahan menaiki tangga, namun ia menggelengkan kepala pelan. Mungkin itu efek kelelahan Nasya.

"Tidurlah. Pakaian kotormu biar Ibu saja yang mencucinya," ucap Keina merebahkan tubuh Nasya ke atas ranjang, menyelimuti tubuh mungil wanita itu dengan lembut.

Setelah Ibu Nasya keluar dari kamar, air mata dan juga isakan tangis terdengar di keheningan kamar Nasya. Wanita itu merasa sangat bersalah, ia begitu kotor dan menjijikkan sekarang.

"Apa ... yang harus aku lakukan Tuhan?" tanya wanita itu memeluk guling. Air mata jatuh membasahi bantal yang ia pakai, Nasya mendudukkan tubuhnya di atas ranjang kemudian memeluk kedua lututnya yang terasa seperti jelly.

"Kenapa rasanya ... Begitu sesak di sini?" Nasya menepuk dadanya keras, lagi-lagi perkataan Galen tadi kembali terngiang di kepalanya, ia benci dengan itu.

Kakinya menendang-nendang selimut kasar, "Aku hancur ... Aku hancur Tuhan, kenapa harus begini?" 

****

Nasya dengan susah payah membuka mata, sinar matahari langsung saja masuk memenuhi ruangan kamarnya.

"Apa kamu sudah bangun?" tanya sang Ibu dengan nada khawatir. Wanita tersebut tampak berjalan mendekati Nasya, "Biarkan Ibu mengompres kepalamu agar tak panas lagi."

Nasya mengernyit ketika handuk dingin mengenai kepalanya, "Apa ... Aku demam?"

"Iya. Mungkin ini efek kelelahan studi tour kemarin, jangan khawatir Ibu sudah menelpon wali kelasmu tadi, dan juga Ratu menitip salam padamu sayang," ucap Keina mengusap rambut sang putri dengan lembut. 

"Istirahat lah, Ibu akan kembali nanti." Ibu Nasya berdiri dan berjalan keluar dari kamar. Helaan napas kasar keluar dari mulut wanita tersebut, ia meresapi rasa dingin yang menguar dari handuk di atas kepalanya.

"Kenapa harus sakit? Kenapa tidak lenyap saja?" tanya Nasya lirih sambil memejamkan mata. Entah kenapa ia merasa tidak berguna lagi sekarang, bahkan untuk bernapas saja terasa begitu sesak.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status