Pagi ini Nasya terlambat datang ke sekolah, karena tadi malam dirinya tak bisa tidur. Dan sekarang dia harus menjalankan hukuman yang diberikan oleh Pak Kusuma sebagai guru piket yang bertanggung jawab, dia memberikan hukuman yaitu membersihkan lapangan olahraga.
Matanya menangkap teman sekelasnya sedang pemanasan yang dipimpin oleh ketua Abian. Beberapa anak perempuan menertawakan Nasya yang sibuk memungut sampah, "Hei! Lihat di sana. Ada anak beasiswa yang terlambat!"
Gelak tawa berderai keras, Nasya menulikan telinga dengan apa yang mereka katakan. Wanita tersebut tetap menjalankan hukumannya.
"Mungkin dia kelelahan setelah melayani pelanggan semalam," ucap Rihanna membuat yang lainnya tertawa, Ratu yang mendengar hal itu menjadi geram. Gadis itu baru saja akan meremas mulut Rihanna, akan tetapi terhenti ketika guru olahraga datang bersama beberapa siswa laki-laki.
"Baiklah, pagi ini kita semua akan melakukan olahraga lari. Ayo berbaris dua bersaf kemudian lakukan pemanasan," suruh Guru tersebut.
****
Ratu memberikan air minum ke arah Nasya, wanita itu tampak begitu kepanasan dengan peluh yang membasahi seragamnya, "Apa kau lelah?"
"Tak perlu khawatir Ratu, aku tak lelah sedikit pun." Nasya tersenyum membalas pertanyaan Ratu. Keduanya tampak menikmati waktu istirahat dengan baik, Nasya baru saja akan mengeluarkan kotak bekalnya akan tetapi terhenti ketika Galen berdiri tepat di sisi meja.
"Ikut aku sebentar!" ujarnya datar kemudian pergi meninggalkan Nasya dengan wajah cengo. Tak mau membuang waktu Nasya langsung saja bangkit dan berpamitan pada Ratu yang senyum-senyum tidak jelas.
Galen berjalan mendahului Nasya, langkah kaki lelaki itu membawa mereka ke atas atap sekolah. Entah kenapa rasa gugup menggerogoti tubuh Nasya, ia bahkan tak sanggup menelan air ludah sendiri. Pria itu tak berbicara, ia hanya diam sambil menatap ke depan.
"Puas?" tanya Galen seketika membuat wanita yang berada di depannya tidak mengerti, Nasya mengangkat kepalanya dan tatapan Galen yang begitu marah.
Dia mulai mendekati Nasya, "Puas membuat aku dipukul oleh Ayahku sendiri? Pasti kau mengadu bukan?" Galen menatap tajam.
"A-apa?" tanya Nasya masih tidak mengerti, ia menutup matanya rapat ketika tangan Galen meninju tembok yang tepat berada di belakang tubuh Nasya. Dia benar-benar terpojok sekarang, tak dapat melarikan diri karena terkunci oleh tubuh pria tinggi di depannya.
"A-aku tidak mengatakan apapun Galen, percayalah!" jawab Nasya sebisa mungkin menahan rasa takut yang ia dera. Lagi-lagi matanya tertutup ketika Galen memukul tembok keras.
"Lihat saja apa yang akan terjadi kedepannya Nasya, memang benar bahwa aku akan bertanggungjawab akan tetapi bukan berarti aku memperlakukan mu dengan baik. Jadi, selamat datang di permainanku, Nasya sayang ...," ucap Galen membuat bulu kuduk Nasya merinding, setelah mengatakan hal itu ia langsung pergi meninggalkan Nasya sendirian.
Perlahan isakan tangis terdengar jelas di atas atap sekolah, tubuh Nasya meluruh ke atas lantai, "Apa lagi ini Tuhan?"
****
Matahari begitu terik membuat Nasya kelelahan berjalan dari sekolah menuju rumah, mungkin ini juga efek kehamilan nya. Wanita pendek berbalut baju SMA itu memandang heran ke arah restoran yang tidak di buka, tidak mungkin kedua orangtuanya melakukan libur kerja.
"Nasya pulang," ujar wanita tersebut memasuki rumah, matanya menatap pada sang Ayah yang sudah berdiri di atas tangga. Lelaki paruh baya itu seakan memberi kode agar Nasya mengikuti langkah kakinya, ia mengernyit ketika melihat Ayahnya berpakaian begitu rapi?
"Ada apa sebenarnya?" lirih Nasya, ia menaiki tangga pelan dan melihat empat orang dewasa termasuk Ayah dan Ibunya sedang duduk dengan Paman Dimas dan satu wanita yang belum Nasya tahu namanya, akan tetapi dapat di tebak bahwa itu adalah istri Dimas dan lebih tepatnya Ibu dari Galen.
Keina menarik tubuh putrinya mendekat, "Lebih baik kamu ganti pakaian terlebih dahulu. Nanti kita akan bincang-bincang." Dan membawa Nasya masuk ke dalam kamar.
"Apa itu anakmu? Nasya kecil yang dulunya begitu kecil sekarang sudah besar dan cantik saja ya," ucap Stelle memandang kagum pada Nasya.
Tak lama kemudian Nasya keluar dari kamar bersama dengan Keina, ia duduk di depan Dimas dan istrinya. Ia seperti seorang buronan saja sekarang, hingga deheman dari Dimas membuat Nasya kembali menegakkan kepala.
"Maksud kedatangan kami kemari adalah ingin tanggungjawab dengan apa yang sudah terjadi, aku sebagai Ayah dari Galen meminta maaf sebesar-besarnya," ucap Dimas membuka pembicaraan. Ia memandang pada kedua orang tua Nasya.
Kemudian menoleh pada sang istri, Stelle berdiri dari duduknya, "Aku kebawah sebentar."
"Apa yang akan kau lakukan sebagai tanggungjawab untuk putriku Dimas?" tanya Carlos seketika, entah kenapa ruangan yang tadinya sejuk menjadi canggung dan menyeramkan.
Kepala mereka semua menoleh ke arah seseorang yang sedang berjalan mendekat bersama Stelle, di sana sosok Galen muncul.
Carlos yang melihat wajah Galen begitu santai, membuat dirinya naik darah. Ia mendekati tubuh lelaki itu dan memberikan bogeman mentah. Kedua orangtuanya hanya diam, karena Galen pantas mendapatkan itu.
"Ayah, cukup sampai di sana!" ujar Nasya yang tidak bisa melihat Ayahnya memukul Galen lagi. Dia tak ingin dan juga takut.
Galen memegangi sudut bibirnya yang terasa perih, ia mendecih ketika sang Ibu langsung saja menarik tubuhnya untuk duduk di samping sang Ayah. Dengan posisi saling berhadapan dengan Nasya.
Lama berdiam diri, tak ada siapapun yang membuka pembicaraan. Carlos menghela napas kasar, "Jadi? Apa yang akan kau lakukan untuk itu?"
"Hanya ada satu pilihan, yaitu mereka harus menikah." Dimas menjawab seperti tak ada beban sedikit pun, Nasya langsung tersedak air ludahnya sendiri ketika mendengar hal tersebut.
Bagaimana mungkin dia harus menikah ketika dirinya masih sekolah, Carlos dan Keina tampak manggut-manggut. Memang benar kalau hanya itu pilihan utamanya.
"Kapan itu akan di lakukan?" tanya Keina membuka mulutnya.
Nasya mendongak menatap tak percaya, "Apa ini tindakan yang benar?"
Semuanya menatap pada Nasya ketika wanita itu mengatakan hal tersebut, begitupun dengan Galen yang menampilkan ekspresi datar.
Carlos mengernyit heran, "Kalau tindakan ini tak benar? Apa lagi yang menurutmu benar Nasya?!" Lelaki paruh baya itu menjawab dengan suara yang sedikit tinggi.
Nasya langsung saja takut dengan jawaban sang Ayah, karena ketika Carlos sudah meninggikan suaranya berarti lelaki itu benar-benar serius dengan apa yang ia pikirkan. Dia diam tak berkutik, membiarkan semua berjalan begitu saja.
"Minggu ini. Mereka akan menikah Minggu ini," ujar Dimas membuat keputusan. Yang lainnya menyetujui apa yang dikatakan oleh Dimas, kecuali Nasya dan Galen tentunya.
Tak sengaja mata Nasya menatap pada Galen, terlihat sekali pemuda itu ingin membantah akan tetapi tak bisa mengeluarkan suara. Ia memandang tajam pada Nasya, seakan tatapan itu bisa membunuh wanita itu sekarang.
"Baiklah, kita sepakat. Minggu ini mereka akan menikah, lalu bagaimana dengan sekolah dan uang bulanan mereka nanti?" tanya Keina. Sebenarnya hal inilah yang membuat ia kepikiran sejak tadi.
"Mereka akan tetap sekolah hingga lulus. Akan tetapi aku menyarankan agar Nasya tidak melanjutkan ke perguruan tinggi nantinya. Dan untuk uang bulanan Galen yang akan bekerja," jelas Dimas memberikan pencerahan pada kedua orang tua Nasya.
Galen menatap sang Ayah, "Bagaimana mungkin aku bisa bekerja dan sekolah secara bersamaan Ayah? Apa kau bercanda?!"
"Jangan membantah Galen! Ini semua demi kebutuhan kalian juga nanti. Dan untuk pekerjaan kau sudah mendapatkan nya bukan? Aku sudah memberikan satu perusahaan milikku padamu, jalankan itu dengan baik!" jawab Dimas memandang putra nya yang masih kesal dan menggerutu tak jelas.
Nasya menundukkan kepala sedih, padahal sudah jelas rencananya di masa depan bahwa ia akan kuliah. Menjadi orang sukses, membahagiakan kedua orang tuanya, kemudian menikah dengan orang yang ia cintai. Tapi, kenapa takdir berkata lain?
"Apa semuanya akan berjalan begitu rumit nantinya?" tanya Nasya lirih, perlahan air mata jatuh ke atas pahanya. Ia tak bisa membayangkan apa yang akan ia lalui ke depannya, dapatkah Nasya menjalani semua dengan sabar?
Keputusan telah dibuat, Nasya dan juga Galen sudah rersmi menjadi pasangan suami istri. Keduanya tampak sibuk dengan pikiran masing-masing ketika para tamu yang berasal dari kenalan Ayah dan Ibu Galen berpamitan pergi.Pernikahan mereka tidak dibuka secara publik, mengingat bahwa keduanya masih sekolah. Dimas dan Carlos sudah memperhitungkan itu matang-matang, jadi hanya orang-orang terdekat saja yang menghadiri pernikahan mereka.Nasya berdiri ketika Stelle dan Keina melambaikan tangan agar ia segera mendekat pada mereka. Wanita hamil itu tampak menampilkan wajah sendu, Keina membawa tubuh putrinya ke dalam kamar dan memeluk Nasya erat."Jaga dirimu Nak, Ibu tidak akan berada di dekatmu lagi. Kamu ingat bukan kalau sekarang dirimu sudah menikah," ujar Keina menatap kedua bola mata Nasya yang berkaca-ksca, "Tapi jangan khawatir, Kapan-kapan Ibu akan datang bersama Ayah."Nasya mengangguk paham, ia kembali memeluk tu
Nasya merapatkan selimut yang ia pakai, ketika di rasa angin segar menusuk kulitnya. Akan tetapi ia tersadar bahwa semalam dirinya tidur di sofa dan tak memakai selimut.Manik matanya terbuka lebar, ia langsung duduk dan berlari ke kamar mandi ketika perutnya begitu bergejolak. Tubuhnya terasa lemas, akan tetapi ada tangan kekar yang menopang tubuh Nasya."Galen?" tanya wanita itu lirih, ia dapat mencium aroma maskulin dari tubuh Galen dan itu membuat dirinya tenang.Lelaki itu kembali membawa tubuh istrinya ke atas ranjang, memberikan selimut dan juga minyak angin yang tersimpan di dalam laci lemari kecil di samping ranjang, "Pakai.""Terima kasih," ucap Nasya mengambil benda itu dari tangan suaminya, ia mencium aroma minyak kayu putih dan menyandarkan tubuh di kepala ranjang. Tak ada lagi pembicaraan dari mereka, Galen yang duduk di tepi ranjang hanya diam."Hm ... Apa kamu yan
Nasya menerima pakaian kotor miliknya yang diulurkan oleh pemuda di depannya, wanita itu menganggukkan kepala dan tersenyum, "Terima kasih Reyhan."Ya, memang Reyhan yang tadi datang membantu Nasya. Karena merasa khawatir wanita itu tak kunjung kembali, padahal bel jam pelajaran pertama sudah berbunyi, dan juga Reyhan sempat mendengar pembicaraan Rihanna bersama kedua temannya. Bergegas saja Reyhan menyusul Nasya.Pintu UKS dibuka dengan kasar, membuat keduanya menoleh. Di sana Ratu datang dengan wajah yang begitu khawatir, "Apa kau baik-baik saja?"Dia berlari mendekati Nasya, memeriksa tubuh sahabatnya itu dengan teliti. Takut saja ada yang lecet, maka ia tak segan-segan memukul wajah Rihanna. Helaan napas lega keluar dari mulut Ratu."Untung saja kau tak apa Nasya. Aku baru saja membaca pesanmu, dan bergegas menuju toilet. Akan tetapi aku tak menemukanmu di sana, bergegas saja aku ke sini," ujar R
Nasya memuntahkan isi perutnya ke wastafel, tubuhnya terasa lemas sekarang. Setelah mencuci mulut dan wajah wanita itu kembali berjalan menuju ranjang, dan melihat sosok Galen masih tertidur tenang.Nasya menghirup aroma kayu putih yang ia simpan di bawah bantal, menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Bibirnya bergetar hebat, belum lagi dengan rasa pusing yang mendera kepalanya.Dia tersentak ketika merasakan pergerakan dari kasur sebelahnya, yang menandakan bahwa Galen sudah bangun. Dengan perlahan Nasya melirik suaminya yang duduk di tepi ranjang, lelaki tampan tersebut mengacak-acak rambutnya kasar kemudian berjalan menuju kamar mandi.Tak lama kemudian Galen sudah siap dengan pakaian sekolahnya, lelaki itu menatap Nasya sebentar kemudian melenggang pergi."Aku harus pergi sekolah, jika tidak aku akan ketinggalan pelajaran." Nasya bangkit dari ranjang, berjalan sambil berpegangan pada dinding. Tubuhnya terasa b
Wanita berbadan dua itu membuka pintu rumah dengan pelan, matanya melihat sosok Galen yang sudah duduk di atas sofa ruang tengah dengan mata yang fokus pada laptop. Wajahnya terlihat begitu serius membuat Nasya merasakan debaran aneh, ia memegangi dadanya yang berdegup kencang."Sudah puas melihatku?" tanya Galen mengangkat kepala. Matanya terlihat begitu sayu, mungkin ia kelelahan."Maaf, aku tidak bermaksud." Wanita itu menundukkan kepala, ia membalikkan badan dan berniat pergi dari sana. Langkahnya terhenti ketika mengingat sesuatu, mulutnya terbuka seperti ingin mengatakan sesuatu.Galen menatap istri mungilnya itu tajam, "Apa lagi? Tak bisakah kau pergi dan tidak mengangguk konsentrasi ku lagi?""Ba-baiklah, aku minta maaf." Nasya menaiki tangga dengan terburu-buru, mendengar ucapa Galen barusan membuat ia jatuh kembali. Padahal tadi dirinya begitu bahagia ketika tahu bahwa pemuda itu merangkul tubuhnya erat, b
Pagi ini semua siswa dihebohkan karena berita yang tertulis di mading sekolah, bahkan ada beberapa foto juga di sana sebagai bukti. Nasya baru saja datang dengan buku tebal di tangannya, wanita itu berniat akan mengembalikan buku tersebut ke perpustakaan sekolah.Ujian pertama akan di mulai beberapa menit lagi, akan tetapi ia merasa heran ketika melihat tatapan sinis yang ditujukan padanya."Ada apa dengan mereka?" tanya Nasya tak mengerti, langkah kakinya terhenti ketika melihat sudah banyak orang yang berdiri di depan kelasnya. Dengan rasa percaya diri Nasya berjalan pelan melewati mereka akan tetapi tubuhnya malah terdorong keras ketembok membuat ia meringis kesakitan."Masih bisa bersikap normal, padahal dirinya sedang viral. Benar-benar perempuan tak tahu malu sekali," ujar seorang gadis yang tampaknya adalah ketua dari mereka."Apa maksudmu?" tanya Nasya tidak mengerti. Ia memegang tangan san
Nasya terbangun dari tidurnya, ia menggeliat dan melihat ranjang di sebelahnya kosong, pikirannya langsung tertuju pada Galen. Setelah kejadian itu Nasya mengatakan pada dirinya sendiri untuk tidak berharap lagi pada Galen.Perutnya berbunyi meminta untuk di isi, bergegas saja Nasya berjalan keluar kamar. Dia memasuki ruang tengah yang langsung menuju dapur, matanya menatap kosong pada ruangan itu."Apa Galen tidak pulang?" tanya wanita tersebut di dalam hati, dengan cepat ia menggelengkan kepala mengusir pemikiran yang masih bersangkutan dengan Galen.Setelah selesai dengan sarapannya, Nasya memutuskan untuk segera pergi ke sekolah dengan berjalan kaki, hitung-hitung menghemat biaya karena uang bulanan yang sempat di berikan oleh kedua orangtuanya hampir habis. Dia tidak mau meminta uang pada Galen Walaupun itu sudah tanggungjawab lelaki tersebut.Baginya akan lebih baik diberi oleh lelaki itu sendiri daripada haru
Nasya sudah siap dengan seragam sekolahnya, wanita itu tampak begitu segar walaupun raut wajahnya masih sedikit pucat. Setelah dua hari libur atas perintah Dokter dan paksaan dari orang tuanya, sekarang ia memaksakan diri untuk sekolah.Karena dia sudah ketinggalan ujian, jadi ia berniat untuk melakukan susulan. Dia menuruni tangga dengan pelan, matanya melihat sosok Galen yang duduk di atas sofa ruang tengah dengan pandangan yang tertuju pada dirinya.Pria itu langsung berdiri ketika Nasya meliriknya, dia berjalan mendekat dan menarik tangan istrinya, "Pakai ini. Aku tak ingin kau membuat masalah yang menjerumuskan diriku di sana."Ia memberikan sejumlah uang, setelah melakukan hal tersebut langsung saja Galen pergi meninggalkan Nasya yang mematung menatap kepergian suaminya."Apa diriku benar-benar menjadi beban bagi Galen?" lirih nya sendu. Tangannya terulur untuk mengunci pintu, dan berangkat menuju sekola