Share

8. Kehidupan Baru

Nasya merapatkan selimut yang ia pakai, ketika di rasa angin segar menusuk kulitnya. Akan tetapi ia tersadar bahwa semalam dirinya tidur di sofa dan tak memakai selimut.

Manik matanya terbuka lebar, ia langsung duduk dan berlari ke kamar mandi ketika perutnya begitu bergejolak. Tubuhnya terasa lemas, akan tetapi ada tangan kekar yang menopang tubuh Nasya.

"Galen?" tanya wanita itu lirih, ia dapat mencium aroma maskulin dari tubuh Galen dan itu membuat dirinya tenang.

Lelaki itu kembali membawa tubuh istrinya ke atas ranjang, memberikan selimut dan juga minyak angin yang tersimpan di dalam laci lemari kecil di samping ranjang, "Pakai."

"Terima kasih," ucap Nasya mengambil benda itu dari tangan suaminya, ia mencium aroma minyak kayu putih dan menyandarkan tubuh di kepala ranjang. Tak ada lagi pembicaraan dari mereka, Galen yang duduk di tepi ranjang hanya diam.

"Hm ... Apa kamu yang memindahkanku semalam?" tanya Nasya, sejak tadi ia begitu penasaran dengan hal ini.

"Hm." Lelaki itu bergumam menjawab pertanyaan Nasya, ia berdiri dari duduknya dan mengambil handuk yang terletak di dekat kamar mandi.

"Apa kamu akan pergi sekolah?" tanya Nasya lagi membuat Galen menghentikan jalannya, ia memandang sebentar ke arah Nasya kemudian kembali melanjutkan langkah menuju kamar mandi.

Nasya bangkit dari ranjang, membersihkannya dan berjalan keluar dari kamar. Ia berniat akan memasakkan sesuatu untuk dirinya dan juga Galen, sembari menunggu lelaki itu mandi. Tangan kecil milik Nasya bekerja dengan cepat, memasukkan minyak dan menggoreng dua telur. 

Menu sarapan yang terlintas di pikiran nya sekarang ialah nasi goreng, matanya melirik jam yang menunjukkan pukul 06.30 yang berarti masih ada setengah jam untuk dia bersiap ke sekolah nanti. Suara langkah kaki terdengar begitu jelas dari arah tangga, di sana Galen sudah rapi menggunakan seragamnya.

"Aku sudah memasak untukmu Galen, ayo kita ...." 

"Tidak! Aku tidak akan sarapan apapun, kau makan saja sendiri." Potong Galen cepat sebelum Nasya benar-benar menyelesaikan kalimatnya, wanita itu tampak begitu kecewa karena penolong Galen.

Lelaki tersebut memakai sepatu dengan cepat, "Karena aku membantu tadi Pagi, bukan berarti kau juga harus memperhatikan diriku. Jangan bertindak seolah-olah kau adalah istri yang baik, satu hal yang harus kau tahu bahwa dirimu hanya pembawa sial bagiku." 

Deg! Tubuh Nasya menegang setelah mendengar kalimat terakhir Galen, ia benar-benar sakit hati sekarang. Perlahan air mata turun membasahi pipi Nasya, ia memandang kepergian Galen yang menutup pintu rumah dengan keras. 

"Apa lagi ini Tuhan?" lirih Nasya memandang sendu pada makanan yang sudah ia buat, dengan tangan yang bergetar Nasya memakan sarapan itu sendiri. Sesekali tetap menghapus air mata yang jatuh membasahi pipinya.

"Kuatkan Ibu sayang," ujar Nasya mengelus perutnya lembut. Hanya anak yang ada di dalam kandungan ini yang membuat Nasya harus bertahan bersama Galen, dia tidak boleh egois sekarang. Anaknya akan membutuhkan sosok figur seorang Ayah nantinya.

Setelah selesai dengan sarapannya, Nasya beranjak untuk segera mandi. Ia meletakkan makanan tadi ke dalam kotak bekal agar tak sia-sia, ia akan mengajak Ratu makan bersama nanti. 

****

Gerbang sekolah sudah ditutup, Nasya menghapus keringat yang memenuhi dahinya. Ia memohon pada satpam agar pagarnya dibuka, akan tetapi satpam tersebut tidak mau karena sudah lewat jam masuk. 

"Pak, bukakan pagar ini untuknya. Biar aku yang mengurus gadis itu nanti," ujar seseorang yang membuat Nasya mendongak. Di sana Reyhan, sang ketua OSIS menatap dirinya kasihan.

Pagar tinggi yang terbuat dari besi hitam itu terbuka, membiarkan Nasya masuk ke dalam. Akan tetapi Reyhan seakan memberi kode agar Nasya mengikuti langkah kaki pemuda itu, dia membawa Nasya pada toilet.

"Aku tak menyangka anak beasiswa yang rajin dan disiplin seperti dirimu akan terlambat Nasya," ucap Reyhan membuat Nasya tersenyum canggung, pasalnya ini pertama kali ia berbicara dengan Reyhan walaupun sudah tiga tahun mereka sekelas.

Nasya mendongak menatap Reyhan yang lebih tinggi darinya, "Jadi aku akan membersihkan toilet ini?"

"Ya. Seperti yang kau lihat, lakukan ini sampai jam pelajaran pertama berakhir. Dan untuk absenmu aku akan mengatakan bahwa kau terlambat," ujar Reyhan sambil tersenyum. Ia mengelus rambut Nasya sebelum pergi meninggalkan wanita itu sendirian. 

Nasya memegangi kepalanya yang tadi dielus oleh Reyhan, "Ada apa dengan dia?" Tangan mungil Nasya mengacak-acak rambutnya kesal. Dia paling tidak suka jika ada orang lain yang memegang rambutnya tanpa izin, kecuali Ayah dan Ibunya.

"Baiklah Nasya, ayo kita bekerja." Nasya mengangkat kain pelnya tinggi, mulai membersihkan semuanya dengan semangat.

Saat bel pertama sudah terdengar jelas, Nasya meletakan kain pel yang sudah ia bersihkan itu di tempatnya kembali. Akan tetapi langkahnya terhenti ketika Rihanna dan dua temannya datang, gadis itu menyeringai puas.

"Ternyata pelayan kita sedang menjelma menjadi penjaga toilet," ujar Rihanna membuat kedua temannya tertawa keras. Gadis itu memegang baju seragam Nasya dan menyiram nya menggunakan air pel yang belum sempat Nasya buat tadi. 

"Lepaskan tanganmu dariku Rihanna!" pekik Nasya ketika merasakan seragamnya sudah basah semua, bahkan pakaian dalamnya pun terasa basah.

Rihanna tersenyum manis pada Nasya, akan tetapi itu bukan berarti pertanda baik, "Itu baru permulaan sayang. Jangan harap kau bisa lari dari kami. Ayo kita tinggalkan pelayan ini sendirian."

Mereka segera pergi dari sana meninggalkan Nasya yang terdiam, apa yang harus ia lakukan sekarang dengan pakaian basah. Tidak mungkin ia kembali ke kelas dengan pakaian begini, wanita itu masuk ke dalam salah satu bilik toilet berniat membersihkan seragam yang kotor. 

"Kenapa aku harus selalu ditindas begini?" tanya wanita berbadan dua itu lirih. Ia menarik pintu toilet akan tetapi di kunci dari luar, "Hei! Jangan main-main, ayo bukakan pintunya!"

Dan suara tawa kembali terdengar jelas di telinga Nasya, "Rihanna buka pintunya! Aku harus mengganti pakaian, ini begitu dingin Rihanna!"

"Aku tak peduli, membusuk saja kau di sana Nasya!" Rihanna pergi meninggalkan Nasya yang masih terkurung di dalam bilik toilet. 

Lagi-lagi Nasya menundukkan kepalanya, sudah tiga tahun ia ditindas oleh orang-orang seperti Rihanna. Ia mengambil ponsel yang terletak di dalam saku rok, berharap sekali bahwa benda pipih itu tak tidak kemasukan air akibat siraman Rihanna tadi.

Tangan mungil Nasya terlihat begitu bergetar, ia kenakan nomor Ratu dan mendekatkan benda tersebut ke telinganya, "Ratu ... tolong bukakan pintu toilet untuk Ratu."

Setelah mengirim pesan tersebut, Nasya hanya perlu menunggu kehadiran sahabatnya itu. Ia memeluk tubuhnya yang terasa dingin, tak lama kemudian pintu toilet terbuka lebar membuat Nasya menarik napas lega.

"Terimakasih Ratu, aku tahu kau ...." Nasya tidak jadi melanjutkan ucapannya ketika menyadari bahwa bukan Ratu yang menolong dirinya. Melainkan seorang lelaki yang menatap dirinya khawatir, mata keduanya saling menatap satu sama lain.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status