Pagi ini Nasya terbangun dari tidurnya ketika mendengar suara berisik dari lantai bawah, kepalanya menoleh ke samping dan mengernyit ketika tak menemukan putranya di ranjang. Kakinya melangkah menuju ke arah jendela untuk membuka gorden kemudian membuka pintu kamar melihat apa yang sedang terjadi di bawah sana.
Keina dan juga Carel tampak sibuk memindahkan meja dan kursi yang biasanya digunakan pengunjung restoran, begitupun dengan Gavin yang ikut membawa tempat sendok.
"Ibu, Ayah kenapa semuanya dipindahkan?" tanya Nasya heran.
"Kami akan menutup restoran ini Nasya." Keina menjawab disela-sela ia membawa meja menuju gudang belakang.
"Kenapa? Bukankah cuma ini penghasilan Ayah dan Ibu?"
Carlos tampak menghela napas, tangannya terangkat untuk menghapus keringat yang bercucuran di dahinya, "Iya. Itu dulu sebelum Ayah dan Ibu kehabisan modal, kamu tahu bukan orang-orang zaman sekarang lebih
Ini sudah tiga hari semenjak pengusiran Galen. Nasya mengurung diri di dalam kamar, mengabaikan sang Ibu yang sedari tadi mengetuk pintu. Pikirannya kacau ketika wajah Galen terlintas bak kaset rusak, hatinya sesak dan tak tenang, "Aku benci dia.""Nasya ayo buka pintunya, biarkan Ibu masuk!" teriak Keina keras, sejak tadi wanita paruh baya itu membujuk Nasya. Akan tetapi tak ada angsuran apapun, dia menoleh ketika mendengar langkah kaki yang mendekat."Nenek ...," panggil Gavin lirih dengan mata berkaca-kaca. Kaki kecil itu melangkah mendekat, tangannya terangkat untuk mengetuk pintu kamar, "Ibu ... Gavin ingin memeluk Ibu."Seketika Nasya mendongak mendengar suara Gavin, dia berdiri dan berlari menuju pintu. Saat pintu terbuka putranya itu langsung berhambur memeluk tubuh Nasya erat, dapat dipastikan bahwa bocah tersebut menangis."Kau mengurung diri sampai lupa dengan putramu sendiri," sindir Keina pelan. Mer
Sesuai permintaan Ratu semalam, hari ini mereka bertiga sudah berada di Mall. Menemani Ratu yang berjalan ke sana kemari hanya untuk mencari pakaian dalam, diikuti oleh Nasya dan Gavin yang sepertinya sudah mulai bosan mengikuti langkah Ratu."Model apa yang kau inginkan Ratu?" tanya Nasya dengan wajah masam, sudah setengah jam mereka berjalan bolak-balik sedangkan yang dicari tak kunjung bertemu.Gadis itu berdecak kesal, "Jangan mengeluh dulu, aku hanya ingin berputar-putar saja.""Rempong sekali. Cepatlah Tante kaki kecilnya ini sudah lelah," sahut Gavin pedas. Dia mencibir ketika Ratu memelototi dirinya, tak perlu memasang wajah takut bukan.Nasya tampak menghela napas. Ibu muda itu menarik Gavin ke dalam gendongannya, "Cepat selesaikan pencarianmu itu, aku akan membawa Gavin untuk berisitirahat. Jika sudah selesai telpon saja aku, sampai nanti."Bergegas pergi dari sana adalah jalan yang
Gelak tawa berderai di meja tempat Nasya duduk makan ice cream bersama Gavin dan juga Reyhan, setiap orang yang memandang pasti mengira mereka adalah keluarga. Tapi kenyataannya tidak, buktinya saja Gavin memandang tak suka pada sosok lelaki di depannya."Ibu kapan kita akan pulang?" tanya bocah itu menyela ucapan Reyhan yang baru saja akan keluar, langsung saja keduanya menoleh."Setelah berbelanja bahan makanan baru kita akan pulang," jawab wanita berambut hitam itu, dia mengecek semua benda yang ada di dalam tas kemudian berdiri, "Ayo kita pergi sekarang Gavin. Sepertinya Tantemu tidak akan puas berbelanja, hm ... Apa kau mau ikut Reyhan?"Pria itu menolehkan kepala, alisnya sedikit terangkat, "Apa boleh?""Tentu saja. Bener begitu kan Gavin?""Tidak!" tolak bocah itu cepat. Ia menyilangkan tangan dengan kepala yang menggeleng, tak lupa tatapan tajam yang sedari tadi dilayangk
Rahmi mengelus perut buncitnya dengan pelan, matanya tak henti-hentinya menatap Nasya yang begitu shock. Tangannya terulur menyentuh jemari Nasya, "Boleh aku bercerita?" Wanita berambut hitam itu mengangkat kepala kemudian mengangguk, "Boleh." "Kau tahu lima tahun yang lalu, aku memutuskan untuk kembali lagi bersama suamiku. Meninggalkan Galen karena dia jelas-jelas memilihmu Nasya, bahkan setelah dia sadar dari koma orang pertama yang ia cari adalah dirimu, kau mungkin tak melihat bagaimana kacaunya Galen saat tahu bahwa kamu meninggalkan nya," jelas Rahmi menerawang, "Tapi ... Aku melihat segalanya. Dari dia yang tak semangat menjalani hari, bahkan selalu membuat ulah di kampus. Membuat Paman Dimas menjadi khawatir, untung saja Galen masih bisa menyelesaikan kuliahnya dan bekerja setelah itu." "Darimana kau tahu itu?" tanya Nasya. Rahmi mengedipkan mata dan tersenyum pada Nasya, "Bibi
Angin sore berhembus menerbangkan rambut hitam lurus milik Galen, dia menatap ke sekeliling berharap agar orang yang membuat janji dengannya tadi siang datang lebih cepat. Suara langkah kaki terdengar begitu jelas membuat pemuda tersebut segera menoleh."Kenapa kau lama sekali? Cepat katakan! Apa tujuanmu menemuiku sekarang?" tanya Galen dengan wajah datar.Perempuan yang berdiri di depan pemuda tampan itu menatap penuh ragu kemudian mengambil sesuatu di dalam tas, benda pipih berwarna putih tersebut terulur ke arah Galen."Aku ... Hamil," lirih perempuan itu sambil menundukkan kepala. Dia tidak mau melihat bagaimana reaksi yang akan diberikan oleh pemuda di hadapannya.Benda pipih berwarna putih tersebut terhempas ke tanah, ketika tangan besar pemuda di depannya menepis dengan kuat, "Itu bukan urusanku. Apa hanya ini yang ingin kau katakan? Sungguh, membuang waktuku saja!" Dia berbalik badan.
Suasana Pagi yang cerah membuat semua siswa begitu semangat, hari ini siswa tingkat akhir akan melakukan perjalanan studi tour ke area pegunungan. Banyak dari mereka yang membawa tas besar, baik itu berisi makanan maupun pakaian yang akan dipakai di sana nanti."Nasya? Apa kau membawa cemilan lebih?" tanya Ratu penuh harap, sangat di sayangkan karena ia tidak membawa tas cemilan yang sudah di siapkan semalam. Akan sangat terlambat jika Ratu kembali pulang untuk menjemput itu saja, bisa jadi ketika ia sampai di sekolah kembali maka bus sudah berangkat.Gadis cantik nan imut itu mengangguk, "Iya. Aku bawa lebih, tenang saja. Aku akan membaginya padamu nanti Ratu sayang.""Aaahh ... Terimakasih, aku sangat senang!" teriak Ratu memeluk tubuh Nasya yang lebih pendek darinya, hal tersebut membuat orang-orang menatap mereka berdua dengan sinis."Hei! Jangan berisik, kalian pikir ini hutan?!" bentak Rihanna yang sejak tadi
Malam yang ditunggu pun tiba, di mana semua siswa sudah berkumpul di lantai bawah untuk menyambut pesta. Semua orang terlihat begitu rapi dan juga cantik malam ini."Apa pakaian ku terlalu terbuka?" tanya Nasya untuk kesekian kalinya. Pasalnya dress soft pink yang di pinjamkan Ratu hanya sampai menutupi betis Nasya.Helaan napas kasar terdengar dari mulut Ratu, "Kau ini kenapa sih? Dari tadi bertanya hal yang sama terus." Kesalnya."Aku tidak percaya diri untuk ini Ratu, percayalah padaku!" jawab gadis pendek nan imut itu gugup, ia bahkan masih saja berusaha menurunkan dress yang dipakai sampai ke mata kaki."Jangan begitu, kamu tenang saja. Ada aku bukan disamping dirimu Nasya," jawab Ratu menggenggam tangan sahabatnya yakin.Tatapan kagum terpancar jelas ketika Nasya dan Ratu berjalan menuju tempat minuman. Kedua gadis itu menampilkan ekspresi yang berbeda, Ratu dengan wajah yakin dan Nadya
Nasya menangis sejadi-jadinya ketika bayangan semalam masih berputar jelas di benaknya. Kepala wanita itu terangkat ketika mendengar suara erangan yang bersumber dari arah tempat tidur.Mata keduanya saling bertemu, dapat dilihat bahwa Galen begitu terkejut melihat keadaan Nasya. pemuda itu bergegas menjadikan seprai sebagai alasan tubuhnya."Apa yang kau lakukan di sini?!" tanya Galen tak suka, ia berjalan menuruni ranjang dan melihat pakaian berserakan di lantai.Tatapan bertanya dan pemikiran aneh berputar di kepala lelaki itu, "Jangan bilang ... kalau kita ...."Wanita yang sejak tadi menangis kembali menitikkan air mata, ia bahkan menyembunyikan wajahnya di dalam lipatan kaki yang sudah terasa perih dan kaku."Keluar dari sini sekarang Nasya!" usir Galen lantang sambil melemparkan sebuah kemeja dan celana pendek ke arah Nasya.Kepala wanita l