Share

Lihat Saja Nanti

Ainsely menyusul Emily, penasaran kenapa Emily lama sekali, memangnya siapa yang datang?

"Emily, siapa yang datang?" tanya Ainsley.

"Dia …."

"Kau?" seru Ainsley menyadari siapa yang datang.

"Untuk apa kau datang kemari? Belum puas kau mengerjaiku?" tukas Ainsley.

"Aku hanya ingin mengantarkan laptopmu. Mungkin kau masih membutuhkannya," kata Dixon santai.

Ainsley merebut laptop itu dengan kasar. "Aku sudah menerima laptopku, jadi sekarang kau pergilah!"

"Ya, aku memang akan pergi." kata Dixon yang kemudian berbalik badan dan pergi.

"Emmm, Ainsley sepertinya aku juga harus pulang." kata Emily.

"Oke, kau hati-hati. Terima kasih sudah mengantarku pulang," balas Ainsley.

"Tak masalah. Sampai jumpa."

"Ya, sampai jumpa."

***

"Keterlaluan! Jika dia ingin menggangguku apa dia tidak bisa menggangguku saja, tidak perlu merusak tugasku juga! Dasar payah, merepotkan! Oh, atau jangan-jangan dia melakukn ini karena dia tidak ingin aku menyainginya, dan tidak ingin aku lebih unggul darinya? Dasar payah!" gerutu Ainsley.

Laptopnya basah dan tidak bisa menyala. Akhirnya Ainsley terpaksa mengerjakan ulang tugas yang sudah hampir selesai tadi menggunakan laptop lain.

"Dasar, merepotkan!" gumam Ainsley sendiri.

Tot tok tok.

Pintu kamarnya diketuk dari luar.

"Ainsley, cepat turun, jangan lewatkan makan malam," seru Brianna dari luar.

"Iya, Mom, aku akan segera turun," balas Ainsley sedikit berteriak agar ibunya bisa mendengarnya dari luar sana.

"Oke, kami menunggumu. Turunlah egera, Ainsley sayang."

"Yes, Mom."

Ainsley segera turun dari kasurnya kemudian pergi ke meja makan. Semua orang telah menunggu.

***

Ainsley turun dari kamarnya untuk menuju ke meja makan. Dan ternyata disana juga ada teman baik Freddy yaitu Felix, Helena dan juga Edison—anak mereka.

"Paman, Bibi, ternyata kalian disini? Selamat malam," sapa Ainsley pada Felix  dan Helena.

"Iya, bibi merindukan mommy mu jadi bibi kemari," balas Helena.

Ainsley mengangguk paham.

"Kak Ainsley, kau tidak menyapaku?" celetuk putra Helena dan Felix.

"Hai, Ed. Maafkan aku karena tidak menyapamu," balas Ainsley.

"Tak apa, aku memaafkanmu," balas Edison cepat.

"Oh ya, Kak. Setelah makan aku ingin berdiskusi denganmu? Masalah bisnis. Kau tahu? Aku sangat kesal pada daddy," lanjut Edison lagi.

"Hm, mengapa kau kesal pada paman Felix, Edison?" tanya Ainsley.

"Bagaimana tidak? Daddy saja tidak mau mengurus perusahaan kakek saat dia masih muda, tetapi sekarang dia memaksaku untuk masuk ke perusahaan. Merepotkan," gerutu Edison.

"Hahaha ... Tidak apa, Ed. Sekarang kau mungkin terpaksa melakukannya, tapi suatu hari kau akan menikmatinya. Sekarang ayo makan dulu. Setelah ini kita akan berdiskusi."

"Oke baiklah."

"Ainsley, makanlah yang banyak. Kau masih dalam masa pertumbuhan. Kau masih bisa bertambah cantik." celetuk Felix.

"Baik, Paman. Ainsley akan makan yang banyak," balas Ainsley kemudian semua orang tertawa.

"Bagus. Semuanya ayo makanlah yang banyak," lanjut Felix bersikap seolah dialah tuan rumahnya.

"Baik."

***

Tuk tuk tuk.

Suara dentuman alas sepatu yang mengenai lantai terdengar jelas pada pagi yang cukup sepi ini. Seorang gadis berjalan pada lorong, dia mengenakan masker, sweater, dan juga syal pagi ini. Itu karena dia tidak ingin seorang pun tertular.

Tiba-tiba seorang berjalan mensejajari langkah gadis itu dan tak lupa menyapa,

"Hai, Ainsley selamat pagi," sapanya manis.

Ainsley tak menyahuti. Tanpa melihatpun Ainsley tahu siapa dia.

"Ainsley, mengapa kau diam saja? Dan pagi ini kau nampak aneh. Mengenakan masker dan syal? Apa kau salah kostum mengira ini musim salju?" celetuk orang itu lagi.

"Hatci!" tiba-tiba Ainsley bersin.

"O-ow," reaksi orang itu saat Ainsley bersin adalah terkejut.

Sebenarnya Ainsley sudah jauh lebih baik, tapi untuk berjag-jaga jadi dia mengenakan perlindungan diri.

"Kau flu? Apa itu karen aku kemarin?" tanya orang itu lagi. Ya, siapa lagi yang senang mengganggu Ainsley selain Dixon?

"Jangan sok merasa bersalah dan pergilah sekarang juga. Aku malas melihatmu," tukas Ainsley.

"Oh, baiklah kali ini aku akan menurutimu. Aku akan selalu berada disampingmu dan membantumu,"  balas Dixon bertentangan dengan perintah Ainsley.

"Apa kau tidak mengerti bahasaku? Pergilah, Dixon. Kau sangat menggangguku!"

"Hei, aku minta maaf, oke?" kata Dixon.

Ainsley tiba-tiba menghentikan langkahnya, membuat Dixon hampir menbrak punggung Ainsley.

"Untuk apa kau minta maaf jika kau terus mengulangi kesalahan yang sama?" tanya Ainsley.

"Tidak, aku benar-benar minta maaf. Aku tidak akan mengulanginya lagi," kata Dixon. "Sampai kau sembuh." lanjutnya lagi.

"Jadi maksudmu jika aku sudah sembuh kau akan seenaknya mengerjaiku lagi?" sentak Ainsley.

"Yaaa ... Begitulah," balas Dixon enteng.

"Dasar tidak waras! Jangan ikuti aku lagi. Aku tidak ingin melihatmu lagi. Aku mrmbencimu, Dixon!" kata Ainsley kemudian pergi begitu saja. Ia sangat tidak sabar menghadapi Dixon.

Dixon tersenyum menatap kepergian Ainsley. Senyum miringnya menimbulkan kecurigaan sipapun yang melihatnya.

"Apa lagi yang kau rencanakan, hm?" tanya Emily yang tiba-tiba muncul dari belakang Dixon.

"Oh, hallo, Emily, bagaimana kabarmu hari ini?" tanya Dixon yang Emily yakini itu hanya basa-basi saja.

"Tidak perlu beromong kosong. Sekarang katakan saja apa maumu, Dixon. Sungguh aku tidak akan membiarkanmu berulah lagi. Ingat itu!" ancam Emily.

"Memangnya kau bisa apa untuk menghentikanku, hm? Menggodanya adalah hobiku. Kau tidak akan bisa menghentikanku."

"Dan dia adalah sahabatku. Aku tidak akan membiarkan siapun menyakitinya, apa kau tahu itu?"

Dixon terkekeh mengejek. "Kita lihat saja nanti, Emily," kata Dixon terdengar menantang. "Bye, Emily," lanjutnya kemudian pergi.

Emily menatap kepergian Dixon dengan sangat kesal.

"Ainsley sangat ingin lulus lebih cepat. Jika dia terus saja dan selalu merusak tugas Ainsley maka aku tidak akan membiarkannya. Awas saja kau, Dixon."

***

"Hei, Bro. Kau nampak sangat bergembira. Apa kau baru saja menang lotre?"  tanya Erlan, salah satu teman Dixon.

"Tidak. Tidak ada istilah menang lotre di dalam kamusku," balas Dixon.

"Lalu apa yang membuatmu sebahagia ini?" tanya Erlan lagi.

"Aku tidak akan memberitahumu, Erlan. Aku tidak akan membagi kebahagiaanku padamu," balas Dixon.

"Dasar kau pelit! Apa menurutmu jika kau membagi kebahagiaanmu makan kebahagiaanmu akan jadi berkurang, begitu?" tanya Erlan kesal.

"Tidak hanya itu saja. Kau mungkin bisa saja mengambil kebahagiaanku jika kau berniat jahat, kau bisa saja merebutnya dariku. Iya kan?"

"Astaga. Kau ini memang payah! Tidak tahu cara menghargai orang lain. Apa salahnya kau berbagi? Tapi jika kau tidak ingin melakukannya kau juga tidak perlu menuduh orang ssmbaranga."

Sebenarnya Erlan dan Dixon adalah teman yang cukup dekat. Tetapi memang begitulah Dixon. Kata-katanya selalu pedas.

"Ya sudah. Aku kan sudah mengatakan bahwa aku tidak ingin berbagi. Kau yang memaksa dan sekarang kau yang mengomel. Siapa yang payah?"

"Sudahlah. Aku malas berdebat denganmu," serah Erlan.

"Mr, Larkson memanggilmu tadi. Ssbaiknya kau segera datang ke ruangannya," lanjut Erlan.

"Hm? Ya baiklah. Aku akan datang kesana jika aku sudah ingin melakukannya," balas Dixon enteng.

"Astaga! Mengapa ada orang sepertimu? Aku sangat ingin mebunuhmu sekarang."

"Tidak akan bisa. Karena sebelum kau membunuhku mungkin aku yang akan lebih dulu membunuhmu." balas Dixon tetap santai.

Erlan memutar bola matanya jengah. "Terserah!"

***

"Semuanya sangat bagus, Ainsley. Kau sudah bekerja keras dan hasilnya sangat memuaskan. Aku senang."

"Terima kasih, Mister."

"Baiklah aku sudah memutuskan. Kau akan segera lulus."

"Baik, sekali lagi terima kasih banyak, Mister. Aku sangat senang jika anda puas," balas Ainsley.

"Ya, sekarang kau boleh keluar."

"Baik, permisi, Mister."

Ainsley pun keluar dari ruangan tersebut. Dengan senyum terkembang yang terus keluar, Ainsley melangkah dengan semangat.

"Akhirnya ... Sebentar lagi ...."

"Aku akan segera pergi dari kampus ini dan aku tidak akan bertemu denganmu lagi, Dixon," gumam Ainsley pelan.

"Siapa bilang kita tidak akan bertemu lagi?" tiba-tiba Dixon muncul entah dari mana.

"Apa maksudmu?" tanya Ainsley.

"Haha … kita lihat saja nanti, Ainsley."

***

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Fitri Amalia
Baiklah aku pikir Dixon ada kelainan jiwa sedikit hahahah. Kalau begitu jangan sembuh dalam waktu cepat Ainsley. Turuti saran pembaca mu ini atau kau akan kembali diganggu oleh Dixon
goodnovel comment avatar
Fitri Amalia
Iya lahhh Ainsley itu flu gara² lu bambang. Makanya kalau ada rasa itu disayang jangan dijailin Mulu. Lagian kalau juga emang sayang nyatain langsung jangan ditunda-tunda ntar diambil orng hmmmmmmmm rasakan akibatnya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status