Share

74. Bangku Taman

Saat istirahat kedua, aku dan Mino duduk di bangku yang biasa kami tempati di tepi lapangan. Kalau dipikir-pikir lagi, sudah lama kami tak duduk di sana, meski hanya untuk saling bertukar cerita satu sama lain.

“Sudah lama kita tidak duduk di sini.” Aku meluruskan kaki lalu menarik nafas dalam.

Terik matahari terasa seperti akan membakar ubun-ubun menjadi daging panggang. Ungtunglah tempat duduk kami dilindungi oleh pohon rindang yang menjulang ke langit. Jika aku boleh menebak, mungkin usia pohon di belakang kami ini sudah puluhan tahun.

“Hm. Kau yang selalu sibuk.” Mino menjawab singkat. Dia memasang wajah polos tak bersalah seolah dia tak sibuk.

Aku berdecak sebal. Lapangan olahraga di depan kami kembali ramai. Aku heran kenapa mereka suka sekali berolahraga di tengah cuaca panas seperti ini.

Aku menghela nafas, “apa mereka tidak kepanasan?” Aku bergumam sendiri.

Sejujurnya juga tak menginginkan jawaban untuk pertanyaan itu. Aku hanya
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status