Lega hati Indira ketika mereka tiba di rumah siang itu. Pramono tidak henti-hentinya tersenyum dan memamerkan giginya yang masih utuh. Ketampanan masih jelas terukir pada wajah keriputnya.
"Kita pulang ...," bisik Indira mesra pada kakeknya. Pramono tertawa.
"Ini yang paling kakung tunggu!" seru Pramono dengan suara dipaksa keras.
Indira tersenyum bahagia. Dengan lembut ia membetulkan selimut kakeknya dan sekilas melihat kulit Pramono di tangan juga leher mulai menghitam. Inikah efek dari penderita diabetes, atau kanker itu mulai mengerogoti dengan ganas? Indira tidak mengerti. Namun Pramono terlihat sehat dan ceria.
"Pakde Pram!" seru Siwi yang muncul dengan sekeranjang hamper buah di tangan.
"Lho Mbak Siwi ...?" sambut Pramono terkejut sekaligus senang karena mendapat kunjungan. Siwi mencium tangan pria yang ia kenal dari kecil.
"Banyak yang tanya sama Siwi lho, Pakde. Teman-teman di Solo mau nengokin ..
Indira masuk agak terlambat pagi ini. Ban motornya sempat bocor dan ia harus menambal di bengkel terlebih dahulu.Dengan baju setengah basah karena keringat, Indira masuk ke ruangannya dengan lega. Udara dingin ac ruangannya memberi sedikit kesejukan dan menghilangkan rasa gerah.Tidak banyak karyawan yang mereka rekrut saat ini.Tia bagian HRD, Laras memegang Business Development, kemudian Kuncoro sebagai Finance and Cost Control juga merangkap Merchandising.Indira sebagai desainer utama, Dian adalah Marketing Manager dan beberapa bagian staf biasa yang berjumlah sekitar sepuluh orang termasuk beberapa satpam juga cleaning service.Mereka bekerja saling bahu membahu, terkadang tidak perduli dengan job-description mereka.Siwi sangat beruntung karena Shana dan Alden mempekerjakan orang yang tepat."Indi!" panggil Alden yang muncul dengan wajah khawatir. Indira yang sedang mengipas tubuhnya kaget."J
Kemelut ini akan menjadi beban tersendiri buat Indira. Melangkah ke titik percintaan bukan bagian dari rencananya. Dia tidak ingin terpecah konsentrasinya dan melupakan tanggung jawabnya pada Pramono.Keenan duduk sambil memainkan telunjuknya di bibir. Dia masih bisa merasakan rasa manis bibir Indira. Ternyata beda sekali berciuman dengan penuh perasaan cinta dan hanya sekedar nafsu belaka."Senyum-senyum sendiri neh ...," ledek Alden sambil menuang cairan whisky digelas. Tangannya terulur dan Keenan menyambut gelas berisi alkohol kesukaannya."Anggep aja, gue menang jackpot hari ini," ucap Keenan dengan penuh kebanggaan. Alden menduga sahabatnya telah mendapatkan Shana."Bibirnya lembut dan manis. Napasnya yang hangat membuatku mabuk dan terlena. Gila dicium aja udah bikin gue klepek-klepek," lanjut Keenan yang memang selalu terus terang pada Alden tentang hal apa pun.Berbeda dengan Alden, pemuda itu cenderung menilai ter
Tidak ada yang mampu menggantikan rasa kehilangan dari kematian orang tua. Indira tidak pernah mengenal kedua orang tuanya. Dia hanya memiliki Pramono sebagai keluarga satu-satunya.Gadis itu terpuruk dan hanya menyendiri di kamar. Narti selalu setia membawakan makan dan mengingatkan Indira untuk mandi. Sementara Keenan tidak pernah medapat respons dari Indira, hanya Alden yang mendapat sambutan laksana sahabat yang bisa menghibur Indira. "Mundur, Keen. Beri Indira waktu," saran Siwi kakaknya.Adiknya terlihat ingin membantah."Alden hanya menghiburnya. Tidak lebih, tidak kurang. Biarkan mereka berdua." Siwi kembali memberi pengertian.Alden tidak pernah melangkahi batasan yang dia tahu sudah menjadi milik Keenan.Bagaimanapun, Keenan harus belajar ikhlas.***"Kamu yakin mau kerja hari ini?" tanya Alden saat menjemput Indira pagi itu.Indira mengangguk dengan mantap. Narti melambaikan tan
Indira tidak pernah merencanakan dalam hidupnya untuk memiliki episode yang membingungkan. Selama ini dia menjalani hal yang pasti dan sudah ia duga alurnya.Siapa yang menyangka jika hatinya mulai bertingkah aneh dan mengalami perubahan yang terasa asing? Melewati hari yang kadang terasa cepat ataupun melambat, selalu kita sadari jika telah mencapai akhir. Bukankah terlalu cepat menilai jika kita masih dalam proses menuju?"Jangan diam. Kamu salah omong, ya?" tanya Keenan. Indira baru tersadar jika Keenan sudah berada di depannya sejak tadi."Enggak. Aku cuman ngerasa lagi mood jelek," tukas Indira jujur. Keenan terdiam."Aku terlalu cepat?" tanya pemuda itu kemudian. Indira menatap Keenan seperti menimbang.'Kenapa aku nggak bisa menemukan kembali rasa hangat saat dulu menciumnya? Baiklah, mungkin aku mulai sinting,' pekik Indira dalam hati.Stres yang dia rasakan ketika Pramono pergi, mungkin masih meninggalk
Keenan masih memimpin rapat hingga siang. Satu persatu problem yang muncul mulai menemui titik terang. Ada dana sebesar dua puluh milyar yang raib dalam lima tahun terakhir dari perusahaan ini. Sedangkan ia baru saja dia beli dari nenek tirinya.Inilah kenapa, perusahaan kopi kemas yang sudah berjalan puluhan tahun masih membutuhkan kucuran dana dari papanya.Rupanya pakde dan pamannya yang menguras keuntungan. Eyang Widari melakukan transfer yang cukup fantastis selama lima tahun terakhir hingga beberapa kali. Keenan merasakan kegeraman pada keluarga papanya kembali memuncak. Dia tidak paham, kenapa ada manusia yang bisa menjadi benalu selama bertahun-tahun tanpa dikejar rasa bersalah. Di mana Nurani dan kewarasan mereka?Keenan akui, sebagai pribadi dia juga termasuk manusia yang berfoya-foya. Tapi setelah dia mulai terjun ke dunia bisnis, pria itu baru sadar, bahwa dirinya melakukan kesalahan yang sangat bodoh.Kucuran
Selama makan malam, Alden mulai memaparkan hasil penyelidikannya tentang Bagus dan Sandi. Paman Keenan dan Siwi.“Om Bagus itu ternyata punya galeri batik sendiri di Jogja. Yang mengejutkan, tidak ada aktivitas pembuatan batik sama sekali. Dia hanya menerima tampungan batik dari pengrajin lokal. Yang paling mengejutkan, Om Sandi menjadi partnernya dalam mensupplai semua kebutuhan batik galerinya. Itu semua hanya untuk kedok, karena Mercure Asia mulai mengambil stok dari mereka sejak empat bulan yang lalu. Seminggu setelah kita menandatangani kontrak,” papar Alden.Siwi terlihat gemas dan jengkel dengan semua fakta yang terungkap satu persatu.“Dan maaf, akhirnya aku mulai mengulik satu persatu. Perusahaan Om Seto, ayah kalian, juga sudah disusupi sama Om Sandi dan Om bagus. Keduanya menjadi supplier terselubung untuk perusahaan garmen kalian. Om Seto mungkin nggak tau kalo benang yang mereka beli kualitasnya jelek. Kedua om kalian menyabotase dan
Indira masuk kantor pagi itu dengan langkah gamang. Sekilas dia melihat Alden yang masuk bersama Siwi ke ruangan meeting. Hatinya berdesir. Terakhir kali dia bicara dengan Alden dalam suasana tidak menyenangkan. Dia ingin menghindari dan berusaha tidak ada pembicaraan yang harus dia lakukan dengan Alden.Indira mengakhiri keresahan hatinya dan memilih tenggelam dalam desainnya. Ada target yang harus dia penuhi. Mungkin itu yang terpenting saat ini.***Alden membahas dengan Siwi tentang konsep butik yang akan mereka pasarkan dengan brand sendiri. Alden bahkan mengajukan diri eebagai investor untuk membangun pusat belanja yang akan mereka realisasikan dalam masa dekat. Shana muncul dan mereka semakin tenggelam dalam pembicaraan yang lebih mendalam.“Salatiga akan menjadi tempat yang tepat?” tanya Alden pada kedua wanita yang dia andalkan.“Mungkin akan sedikit sulit awalnya, tapi jika kita bisa menciptakan rumah mode atau pusat belanja
Mudah mengucapkan, sulit melakukan. Itu dilema setiap manusia. Indira mencoba menepati ikrarnya untuk tidak menangis, namun setiap mengunjungi makam kakeknya, dia meratap.Langit kembali cerah hari ini. Indira mengayuh sepedanya kembali ke rumah. Dia berhenti sebentar di depan toko buku dan berniat membeli novel. Pengunjung tidak begitu ramai. Indira menuju ke kumpulan buku novel yang mungkin menarik minatnya. Sejenak dia tenggelam dalam pencarian.“Indi.”Gadis itu menoleh dan melihat Keenan berdiri dengan keranjang berisi buku. Dari sekilas Indira melihat, Keenan membeli buku yang berkaitan tentang kopi dan juga kemasan produk.“Keen,” sapa Indira kembali. Rasa canggung menguasai keduanya.“Kamu suka baca novel?” tanya Keenan. Indira mengangguk dan menunjukkan buku yang dia pilih.“Aku suka novel fantasi, ada rekomendasi?” tanya Indira basa basi. Keenan tidak menjawab namun berjalan ke jajaran rak buku dan men