Share

Kekuatan sepuluh jari

“Aku tidak akan menyesal kehilangan semua hartaku. Lagi pula, kita belum menandatangani surat perjanjian tersebut. Aku suamimu dan berkewajiban memberikan nafkah batin kepadamu. Aku mau meminta hakku malam ini kepadamu, Istriku!”

***

“Mas, Mas, woi Mas nyebut!” tutur Anggun dengan wajah tegang karena takut.

“Nyebut apa, Sayang!” bisik Rico dicampur desahan di telinga Anggun.

“Mama …,” teriak Anggun dengan mata berkaca-kaca. “Ampun Mas, cepatlah bangun dari tubuhku. Badanmu itu berat sekali,” racaunya sembari meronta-meronta agar terbebas dari kurungan tubuh Rico.

Rico menahan kedua lengan Anggun dengan kencang, kemudian dia memajukan wajahnya untuk meraih bibir ranum wanita yang berada di bawahnya itu.

Mata Anggun membulat dan tanpa aba-aba dia meniup mata Rico dengan kencang. “Pait, pait, pait. Pergi! aku masih suci dan tidak boleh ada pria yang menyentuhku selain suamiku,” teriaknya dengan napas terengah-engah.

“Hempt.” Rico berusaha menahan tawanya namun ternyata tidak bisa. Dia tertawa lepas dan terpingkal-pingkal mendengar ocehan istrinya itu dan melepaskan genggamannya sembari beranjak dari tubuh indah milik Anggun.

“Hahaha, dengarkan aku, ya, wanita suci. Aku ini suamimu, suami yang syah baik menurut agama maupun hukum. Jadi, sebenarnya aku bebas melakukan apapun kepadamu. Dan, jika kamu menolak keinginanku maka kamu akan berdosa,” ceramah Rico kepadanya.

“Tapi kan, aku tidak mencintaimu. Kamu juga telah menyutujui di persyaratan bahwa kamu tidak akan menyentuhku.”

“Hahaha, kamu bukan tipeku. Jadi jangan khawatir! Hanya Nisa yang aku anggap sebagai istri. Kamu? Hanya benalu yang hinggap di kehidupanku, paham!” tutur Rico sembari melangkahkan kakinya keluar kamar Anggun.

“EGP! Baguslah, berarti kamu beruntung punya benalu yang cantik jelita seperti aku, weks!” teriak Anggun dengan emosi.

Rico pun menutup pintu kamar Anggun dan kemudian pergi ke kamarnya. Rico mengganti pakaiannya dengan piyama tidur dan kemudian merebahkan diri di atas tempat tidur.

Pada saat dia memejamkan mata, wajah Anggun selalu hadir di pikirannya. Dia pun teringat dengan celotehan lucu yang dilontarkan oleh bibir mungil dan ranum milik Anggun. Dia tertawa sendiri membayangkan tingkah laku istrinya itu. Dan tidak sengaja tubuh indah nan seksi milik Anggun melintas di bayangannya tanpa permisi. Sang Junior yang sudah jinak dan tertidur kini terbangun kembali dan berdiri tegak bak tugu monas.

“Kamu bangun pada saat yang tidak tepat, Junior. Besok saja di kantor pada saat sedang bersama Nisa. Mulai besok kamu bebas bercinta siang dan malam dengan Nisa. Dia akan tinggal di rumah ini bersama kita. Akhirnya, aku bisa merasakan menjadi seorang suami. Tidur ada yang menemani, makan ada yang menghidangkan, mandi pun ada yang mandiin, Yuks kita tidur, Junior!” ajaknya kepada sang benda pusaka miliknya.

Semakin dia berusaha mengusir Anggun dari pikirannya maka semakin terbayang pula wajah dan tubuh indah milik wanita yang dia bilang sebagai benalu. Sungguh dia merasa tersiksa dengan Si Junior yang enggan tidur dan beristirahat dengan tenang. Dengan berat hati dia masuk ke kamar mandi kemudian menjinakkan miliknya itu dengan kekuatan sepuluh jari.

“Punya istri dua tapi tetap saja kamu harus merasakan cengkraman jari-jariku, Junior. Maafkan aku!” monolognya pada dirinya sendiri.

~Di dalam kamar Anggun~

“Enak saja bilang aku benalu, mana ada benalu seperti aku. Sudah baik, cantik lagi. Coba kalau bukan karena aku, mana mungkin dia bisa bersama dengan istri sirinya. Heuh, menyebalkan. Tampang oke, badan keren, sayang mulut itu cowok lemesnya kagak ketulungan. Sudah akh, mending tidur. Mubazir, gibahin cowok enggak berakhlak seperti Si Rico. Sebelas, dua belas donk aku sama dia, jika aku terus mengumpatnya. Ikh, amit-amit,” racaunya sembari bergidik.

***

Anggun sudah terbangun pagi-pagi sekali, karena ada kuliah pagi. Namun, sebelum mandi dia membuat sarapan terlebih dahulu untuk dirinya sendiri.

Wangi masakan Anggun tercium di indra penciuman Rico yang masih tertidur di dalam kamarnya. Dan, kebetulan juga cacing pita di dalam perutnya telah meronta-meronta meminta segera diisi makanan. Dia pun mencuci mukanya kemudian turun ke bawah dan pergi ke ruang makan.

Rico penasaran sebenarnya siapa yang memasak? baru kali ini dia mencium aroma masakan yang memanjakan indra penciumannya. Dia pun lantas pergi ke dapur, dan betapa terkejutnya pada saat dia menemukan sosok wanita yang mengenakan daster berwarna kuning dengan bagian pundak satu tali yang menampakan keindahan kulit putih dan bersih.

“Seksi,” bisik Arnold dengan pelan nyaris tak terdengar.

“Heh, mau apa kamu ke sini, Mas? Ganggu konsentrasi memasakku saja,” ketus Anggun yang masih merajuk karena disebut benalu oleh Rico.

“Kamu, masak apa sih? Kamu tahu, masakanmu itu bau busuk. Tidurku terganggu karena aromanya,” ucap Rico berbohong untuk mempertahankan harga diri.

“Idiii…h, ini orang ya! sudah dibantuin masih aja mulutnya lemes. Minggir!” senggol Anggun kepada Rico.

“Mau dibawa kemana makanan itu?” tanya Rico dengan ketus sembari tolak pinggang.

“Mau dimakanlah, biar enggak bau busuk! Aku akan habiskan nasi goreng ini dengan segera,” sahut Anggun sembari melangkahkan kakinya ke meja makan.

Sedangkan Rico hanya bisa memelas dalam hati, pasalnya dia ingin sekali mencicipi nasi goreng buatan Anggun yang sangat menggiurkan tapi dia terlalu gengsi untuk mengakuinya. Rico pun mengambil segelas air mineral dan kemudian duduk di meja makan tempat Anggun sedang melahap nasi goreng. Dia benar-benar sedang mengasihani dirinya sendiri pasalnya dia ingin mencoba masakan tersebut. Air liurnya hampir saja menetes tetapi keburu dia tutupi dengan meminum air putih dalam gelas yang sedari tadi berada di genggaman tangannya.

Pada saat Anggun memasukan nasi goreng itu ke dalam mulutnya, tak sengaja Rico tiba-tiba latah dan mengikuti gerakan bibir Anggun yang terbuka lebar untuk menyantap nasi goreng tersebut. Anggun mengetahui hal itu, kemudian dia beranjak dari kursinya dan pergi ke dapur.

“Ini makanlah!” tutur Anggun sembari memberikan sepiring penuh dengan toping telur mata sapi dan udang crispy.

“Tidak! Aku takut sakit perut jika memakan masakanmu,” tutur Rico masih mempertahankan gengsinya.

“Ya sudah, aku kasih Bi Darmi saja kalau kamu tidak mau.”

“Eh, jangan sampai Bi Darmi sakit. Biar aku saja yang berkorban untuk Bi Darmi. Tubuhku sudah aku asuransikan,” ujar Rico sembari mengambil piring dari tangan Anggun.

“Terserah!” sahut Anggun dengan kesal dan kembali ke tempat duduknya.

Rico memakan nasi goreng buatan Anggun dengan lahap. Dia baru menyadari bahwa wanita yang duduk di depannya ini masakannya sangat enak. Dia mengakui dalam hatinya jika Anggun adalah sosok wanita sempurna. Selain pintar, cantik dan dia juga pandai memasak. Suaminya pasti beruntung mendapatkan istri seperti Anggun.

‘Eh, tunggu-tunggu bukankah aku suaminya?’ tanyanya pada diri sendiri. ‘Berarti secara tidak langsung aku mengakui bahwa diriku adalah orang yang beruntung mendapatkan Anggun,’ tuturnya dalam hati.

Melihat Rico sudah menghabiskan sarapannya, Anggun berinisiatif untuk mengambil dan mencuci piring yang telah mereka gunakan.

Anggun menghampiri Rico, dan tak sengaja mata Rico membelalak melihat puncak dada Anggun yang tercetak dengan jelas di daster yang sedang dikenakan oleh istrinya itu.

Plak! Tiba-tiba pipi Rico terasa perih oleh tamparan Anggun.

“Kenapa kamu menaparku?” tanya Rico heran.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status