Share

Drama Ibu Mertua (1)

Sambungan telfon Kenzie dengan Mamanya sudah terputus. Kenzie yang tadi berdiri kembali ke tempat duduknya.

"Elo! Seenaknya aja buat keputusan." Mata Natha melotot. 

"Kamu sebaiknya tenang dulu Nath, aku bakalan jelasin semuanya pelan-pelan," tutur Kenzie kemudian. "Dengerin dulu penjelasan aku. Kalau kamu marah-marah kayak gini terus, masalah kita nggak akan selesai." 

Natha menyadari bahwa perkataan Kenzie, hal itu membuat Natha menjadi bungkam. Terpaksa Natha menutup mulutnya rapat-rapat karna perkataan Kenzie ada benarnya. Sebenarnya malu, namun mau tak mau ia harus mengakui kesalahannya. Tindakannya yang selalu berlebihan akan memperkeruh suasana nantinya.

Setelah Natha sedikit tenang, Kenzie pelan-pelan mengatakan rencana yang yang akan mereka jalani kedepannya. "Jadi begini, nanti ketika kita sudah pulang sebaiknya kita berpura-pura menjadi sepasang kekasih yang memang hanya bertemu seperlunya saja." Tutur Kenzie kemudian.

Natha hanya memandang lurus ke arah Kenzie tanpa berucap sepatah katapun. Namun tiba-tiba saat mereka sedang asik berdiskusi, pelayanpun tiba-tiba datang.

"Maaf Mas, mba apakah kalian sudah memutuskan mau memesan apa?" Kata pelayan wanita yang mengenakan seragam abu-abu dengan sopan.

"Eh, maaf mba kami terlalu asik ngobrol sampai lupa mau pesan. Mau pesan apa Nath?" Kenzie menanyakan makanan apa yang ingin Natha pesan.

"Nasi Goreng sama es jeruk aja," balas Natha.

"Ya udah samain aja Mba," kata Kenzie kepada pelayan itu, setelah mencatat pesanan dari Natha dan Kenzie pelayan itu kemudian pergi meninggalkan mereka berdua.

Ketegangan kembali menyelimuti mereka berdua. "Sampai mana tadi?" Kenzie melupakan kata-kata terakhirnya saat berbicara kepada Natha.

"Sepasang kekasih pura-pura," Jawab Natha kemudian. 

"Ah ... kamu benar, tapi?" Kenzie memanglah orang yang paling suka menggantungkan perkataannya. 

"Apa?" 

"Kamu bisa akting nggak kira-kira?" Kenzie menggaruk kepalanya yang tidak gatal sama sekali.

"Menurutmu?" Natha malah balik memberikan pertanyaan kepada Kenzie.

"Kita coba dulu aja deh, tolong berusaha sebaik mungkin ya aktingnya." Kenzie menampilkan senyuman andalannya hal itu selalu membuat hati Natha kembang kempis dibuatnya.

"Hmmmmm ... " Natha menghembuskan nafasnya panjang. 

"Kamu menyesal?" Pertanyaan itu dilontarkan oleh Kenzie kepada Natha. 

"Nggak ada penyesalan di dalam hidup gue. Semua yang udah terjadi itu namanya takdir. Anggap aja ini hukuman karna gue nggak nurut sama orang tua." Natha terlihat ragu "bagaimanapun 'kan kita memang sudah menikah, terus ngapain kita harus berpura-pura lagi." Natha menyilangkan kedua tangannya dan kembali bersender pada kursinya sambil menarik nafas panjang.

"Iya juga ya, kamu pinter juga," Kenzie hanya nyengir seperti kuda.

"Baru tahu elo." 

"Tapi ada yang perlu di rubah," kali ini Kenzie mengatakannya dengan serius.

"Apa lagi hm?" Natha mendongakkan wajahnya. 

"Anu ... emmm ... bisa nggak kamu rubah panggilan kita berdua, setidaknya elo dan gue bisa dong dibuang?" Kenzie merasa gugup saat mengatakannya, takut-takut jika Natha akan membantahnya lagi.

"Ok, el, eh ka ... kamu mau dipanggil apa? Asal jangan Mas aja. Gue nggak suka kalo lo suruh panggil Mas." Natha terlihat kikuk saat mengatakan kata 'Kamu'.

"Kamu dan aku Nath," lagi, Kenzie membenarkan ucapan Natha. "Jangan salah lagi."

"Iya ... kan masih nanti, ok deh gue coba. Jadi mau dipanggil apa?" Kesabaran Natha mulai goyah lagi.

"Emm ... apa bagusnya ya?" Kenzie nampak berfikir keras panggilan apa yang cocok untuk mereka berdua.

"Makanannya Mba, Mas." Seorang pelayan mengantarkan makanan yang telah mereka pesan. 

"Makasih Mba," mata Natha berbinar-binar melihat makanan yang ada di hadapannya. Seolah-olah liurnya akan menetes.

Menyadari akan hal itu Kenzie hanya menggelengkan kepalanya. "Makan dulu aja deh, nanti kita lanjutkan diskusinya," Natha langsung menyerbu makanan yang ada dihadapannya begitupun dengan Kenzie. Kedua pasangan itu makan tanpa ada yang bersuara, hanya denting sendok yang terdengar selain orang-orang yang lalu-lalang di dekat mereka berdua.

Bagaikan orang yang tak pernah makan, dalam waktu kurang 5 menit Natha sudah selesai menghabisakan makanan yang ada di hadapannya. "Akhirnya cacing di perut gue udah berhenti demo." Natha mengelus perutnya yang sudah terisi dengan nasi goreng seafood dan juga es jeruk.

Kenzie yang menyadari Natha telah selesai makan pun merasa kaget. "Udah selesai? Kamu gak kunyah makananmu?" 

"Jangan banyak tanya! Lanjutin makan lo, gue tungguin kok." Natha menyambar ponselnya lalu mulai memainkan game yang ada di ponselnya tersebut. Sementara Kenzie melanjutkan makan yang sempat terhenti oleh Natha.

Setelah selesai dengan kegiatan mereka. Kenzie memutuskan untuk kembali ke Hotel di mana mereka menginap. Sementara Natha hanya mengikuti kemauan Kenzie dan mulai mengikuti permainannya.

Di tengah perjalanan Kenzie merasa bersalah kepada Natha. "Maaf ya Nath, tapi kali ini memang keadaanya mendesak!" Namun bukannya menjawab perkataan Kenzie Natha hanya diam membisu tanpa kata. Fikirannya melayang-layang entah kemana. 

"Natha, kamu oke?" Kenzie mulai cemas saat Natha terlihat melamun.

"Nggak kok, aku baik." Terasa aneh ketika tutur kata Natha berubah menjadi melembut. Bukan seperti Natha yang biasa dalam waktu sekejap sikap arogan yang biasa dia tampilkan berubah menjadi lembut. 

Kenzie hanya menaikkan pundaknya, ia merasa bingung. "Semoga saja dia tak berubah saat sampai di Surabaya." Kata-kata itu hanya mampu diucapkan Kenzie di dalam lubuk hatinya saja.

Setelah perjalanan beberapa saat akhirnya mereka sampai di hotel. Dengan gerakan cepat Natha membuka pintu mobil lalu pergi meninggalkan Kenzie yang masih di parkiran.

Melihat Natha yang sudah pergi terlebih dahulu Kenzie bergegas menyusul menuju kamar. 

"Ceklek!" Pintu kamar dibuka oleh Kenzie namun Natha tidak ada di dalam. "Dimana dia? Ah ... mungkin di kamarnya." Kenzie pergi menuju kamar milik Natha.

Saat hendak mengetuk pintu kamar Natha, tiba-tiba saja pintu terbuka kenzie yang tidak siap pun terlaget dibuatnya. "Astaga!" Kenzie mengelus dadanya karena kaget dengan kemunculan Natha yang tiba-tiba.

Namun Natha masih dengan ekspresi wajah yang sama seperti saat dia keluar dari mobil.

Datar.

Tanpa ekspresi.

"Ayo!" Natha menatap Kenzie yang masih berdiri di hadapannya. 

"Kemana?" Kenzie malah terlihat bodoh dihadapan Natha.

"Ck ... katanya pulang ke Surabaya. Jadi nggak?" Wajah kesal Natha mulai keluar.

"Bentar aku ambil tas di kamar." Kenzie bergegas menuju kamar dan mengambil barang-barangnya.

Sementara Natha masih setia menunggunya di depan pintu kamar Kenzie.

Aneh! 

Dia yang punya rencana malah gue yang harus nunggu. Heran gue kenapa gue malah nurut banget gini sama dia ya? 

Baru juga kenal. Kalo ternyata dia orang yang jahat dan ada maksud lain gimana ya?

Kegelisahan mulai menyelimuti Natha. Rasa tidak percaya kepada Kenzie mulai menghampirinya. 

"Sudah siap? Nggak ada yang ketinggalan kan?" Kedatangan Kenzie membuyarkan lamunan Natha untuk kesekian kalinya.

Natha hanya menganggukkan kepalanya. Mereka berangkat menuju Bandara menggunakan Taxi.

Tak butuh waktu lama mereka sampai di Bandara Husein Sastranegara Bandung. Di sini Kenzie segera mengurus tiket penerbangan, dan kebetulan mereka mendapatkan penerbangan yang berangkat sekitar setengah jam lagi menuju Surabaya. 

Kemanapun Kenzie pergi Natha hanya mengekor di belakang Kenzie seperti anak ayam yang mengikuti induknya saat sedang mencari makan. Kenzie yang menyadari bahwa Natha sedang gugup, ia memberanikan diri untuk mengenggam tangannya. Ternyata dugaan Kenzie memang benar adanya, saat ini tangan Natha terasa dingin. "Tenang, semuanya akan baik-baik saja. Mama nggak bakal makan kita berdua kok." Tangan sebelah Natha meremas kemeja yang dikenakannya. 

Enak banget lo ngomong, iya nggak diterkam tapi di mutilasi. 

Terus aja begitu sampai lebaran monyet pindah ke lebaran gajah. 

Natha semakin kesal, namun ia tak ingin berkata-kata. 

Menghadapi permasalahannya beberapa hari ini sudah membuatnya merasa lelah dan penat.

***

Perjalanan dari Kota Bandung ke Surabaya berjalan dengan lancar. Kini Kenzie sudah dijemput oleh supir yang memang telah dikabari olehnya sebelum sampai.

"Mas Ken, di sini!" Pak Maman berseru setelah mengetahui majikannya telah tiba dan mencari keberadaanya.

"Ayo Nath!" Kenzie membukakan pintu belakang mobil untuk Natha. Semua sudah berada di dalam mobil Pak Maman mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.

"Loh, ini kan jalan menuju komplek rumah Gue Ken?" Petanyaan aneh mulai muncul di benak Natha. 

Ada apa ini? 

Kenapa arahnya menuju rumah?

Siapa Kenzie sebenarnya.

"Benarkah? Bagus lah. Mungkin kita bertetangga." Nampak senyum merekah di bibir Kenzie. Pak Maman yang mendengar percakapan antara Natha dan Kenzie pun mulai bingung.

Puk! 

Kenzie menepuk pundak Pak Maman "apapun yang Bapak dengar, jangan sampai Mama tau ya Pak!" Pak Maman menganggguk pelan menandakan dirinya mengerti. 

Mobil berhenti tepat di parkiran rumah 2 lantai dengan nuansa minimalis yang sudah dihiasi dengan dekorasi seperti akan diadakan pesta pernikahan.

"Apa ini Ken?" Natha menggigit bibir bawahnya. Perasaanya mulai gelisah tak menentu.

Dekorasi? 

Pernikahan?

Mertua?

Pertanyaan kembali menghantui Natha saat ini. Memikirkan hal itu membuat natha bergidik ngeri.

Seorang perempuan paruh baya sudah menunggu di depan pintu mobil sambil menyilangkan kedua tangannya. Kira-kira berusia 45 tahunan sampai 50 tahun namun masih terlihat cantik dan anggun.

GLEG

Natha mulai kesulitan menelan salivanya sendiri. "Kenz itu siapa?" Natha menahan lengan Kenzie yang akan keluar dari dalam mobil.

"Mama." Jawab Kenzie.

"What?" Mata Natha melotot dengan sempurna.

Bersambung ...


Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status