Bianca menggerutu kesal, memukuli helmnya berulang kali sambil terus menahan jengkel memandang pada pasangan yang tengah berdiri tidak jauh darinya—Erna dan pria yang tidak ingin ia ketahui atau bahkan ia ingat namanya. Di matanya, kemesraan mereka begitu menjengkelkan. Hatinya dipenuhi rasa kesal dan kekecewaan berat, sehingga sedari tadi ia terus menyindir Erna. Ia tidak kuat berlama-lama di tempat itu, menghadapi dua orang yang paling tidak ingin ia lihat untuk saat ini. Kalau bukan karena Karl yang memaksanya untuk tetap tinggal di sana, mungkin ia sudah menghabiskan waktunya ke pantai yang terletak di ujung kota Waterford untuk menenangkan dirinya.
Tidak ingin terlihat konyol di depan Erna yang kini tidak lagi memedulikannya, ia berhenti memukul helmnya, mengenakan helmnya dan menyalakan mesin motornya. Ia mendongak
Tubuh Bianca membeku seketika. Skenario buruk terbesit di pikirannya. Ia berjalan menghampiri bawahan ayahnya, mendorong mereka mundur namun gagal karena perbedaan level kekuatan mereka.Telinganya semakin bisa mendengar suara Theodore. Kali ini bukan suara jeritan kesakitan kakaknya, melainkan suara Theodore yang berbicara dengan nada datar yang belum pernah ia dengar sebelumnya.Bersama Erick dan Isabella yang lega melihat keberadaannya, sekali lagi ia mencoba menerobos masuk ke dalam pintu itu.“Kalian bertiga, minggir,” ujar Karl, yang baru tiba di sana.
Veronica kebingungan saat Karl meminta seorang wanita muda berwajah bulat dengan kacamata berbingkai merah marun yang rambutnya diikat ekor kuda, mengenakan pakaian formal menjauh dari ruangan yang tidak ia ketahui. Matanya menangkap sosok seorang pria berwajah Asia bernama Erick yang tampak panik dan ketakutan, terus berusaha melawan beberapa orang pria bertubuh besar yang berdiri di sekitar pintu ruangan itu. Wajah pacarnya sama tegangnya seperti Erick, dan Bianca yang sudah tiba di sana sambil terus mencoba menerobos pintu itu juga berteriak memanggil nama kakak laki-lakinya. Rasa takut menjalar ke seluruh tubuhnya saat ia sempat mendengar suara teriakan penuh amarah yang meluap dari seorang pria tua dari dalam ruangannya itu, sebelum wanita yang diminta Karl untuk membawanya pergi dari tempat itu menariknya ke tempat lain.
Perhatian Veronica kini tertuju pada Bianca yang mendekap sambil menggenggam tangan seorang pria yang berbaring di atas tempat tidur dengan pakaian yang penuh darah, bernapas dengan irama yang pelan sehingga membuatnya sempat mengira bahwa pria itu sudah tidak lagi bersama Bianca. Ada semburat kelegaan di wajah sahabatnya itu saat melihat kakaknya. Lalu wanita itu berbalik, menyadari kehadirannya. Matanya berkaca-kaca, dan wanita itu menggunakan punggung tangannya yang menyisakan sedikit noda darah itu untuk mengusap air matanya.“Maaf. Aku sampai lupa sama kamu. Malah ngelihat kejadian yang tidak mengenakkan kayak gini …,” Bianca tertawa canggung, berdiri menjauh dari pria itu. Sekilas, ia mengamati pria yang berbaring di sana. Waktu awal ia bertemu dengan pria itu, ia mendapat kesan bahwa pria itu telah melalui banyak k
Hari ini genap seminggu sejak upaya pembunuhan yang dilakukan Phillip Pedrosa pada pacarnya, Theodore Pedrosa.Erick menarik kursi yang ada di dekat tempat tidur Theo, membuka halaman buku novel favorit Theo yang berjudul Being Henry David karya Cal Armistead yang sudah lusuh. Semua orang yang melihat buku lusuh itu pasti tahu seberapa sering pria itu membacanya. Sejenak ia mengalihkan pandangannya dari buku itu, memandang Theo yang masih belum juga siuman.Adegan yang ia baca saat ini adalah salah satu adegan favorit Theo, saat tokoh utamanya yang kehilangan ingatannya bertemu dengan seorang anak perempuan populer di sebuah sekolah di kota tempat Henry David pernah tinggal. Theo selalu mengatakan bahwa pertemuan kedua toko
Veronica melihat wajah Bianca yang mengerjap penuh ketakjuban saat memasuki mansion Karl. Setelah acara makan malamnya lagi-lagi gagal, akhirnya hari ini pacarnya baru bisa mengadakan acara makan malam tersebut. Erna sendiri membawa Alec, yang datang bersama seorang pria tua yang dari tampilan luarnya, memiliki watak keras dan pembawaan ala bangsawan Inggris era Edwardia—lengkap dengan pakaian serba hitam yang dikenakannya.“Sebelah sini,” Rebecca menghampiri mereka sambil memberi salam hormat pada mereka semua. Khusus untuk malam ini, Rebecca menutupi sebelah wajahnya menggunakan topeng, mengundang keheranan dari Erna dan Alec, namun tidak dengan pria tua di samping Alec yang seakan memahami kondisi Rebecca.“Mana Karl?” tanyanya pada Re
Sekembalinya dari apartemen Nikki, Karl menghampiri Pierre dan Alec yang sudah menunggunya di ruang kerjanya.“Kamu boleh pergi, Agnes.”“Baik, Yang Mulia,” Agnes membungkuk hormat. Baru beberapa langkah pelayan itu pergi, ia menghentikan langkah pelayannya itu. “Agnes?”Pelayan itu berbalik, menghadap Karl. “Ya, Yang Mulia?”“Sekali lagi aku mendapatimu bersikap kurang ajar pada pacarku dan juga semua anggota keturunan berdarah campuran klan Smith seperti yang kulihat tadi, nasibmu akan sama seperti pelayan yang kemarin kupecat. Paham?”
Hari ini, Febrina berniat memperkenalkan pria yang kini resmi menjadi pacarnya setelah pertemuan pertama mereka di bar malam itu—Gavin Brooklyn—pada adik perempuannya, Veronica. Memang, ia selalu memperkenalkan pacarnya pada adiknya, untuk meminta restu pada adiknya yang menjadi satu-satunya keluarga yang ia punya, setelah orang tua mereka cerai dan tidak mau mengurus mereka berdua. Tapi kali ini berbeda. Karena ia akan memperkenalkan pacar bukan-manusia pertamanya. Dan ia tidak yakin seperti apa reaksi Veronica begitu mengetahui bahwa Gavin bukan manusia. Apa ia harus memberitahu adiknya tentang identitas asli Gavin, atau tetap membiarkannya menjadi rahasia?“Pagi, Kak,” sambil menguap lebar, adik perempuannya berjalan keluar dari kamarnya, menyapa dengan mata setengah terpejam. Adik perempuannya itu berjalan menuju dapur, meraih gelas dan meminum air, lalu mema
Gavin tampak ragu saat mengatakannya. Beberapa kali ia mendapati pria itu mengulum bibirnya sendiri sambil memandang ke sekeliling, seakan mengkhawatirkan sesuatu.“Gavin? Aku nggak akan tahu apa yang sedang terjadi sampai kamu mengatakannya langsung. Jadi apa masalahnya?”Sekali lagi pria itu menunjukkan kepanikannya—hal yang tidak pernah diperlihatkan pria itu padanya sebelumnya. Ia terus menunggu beberapa menit, sampai akhirnya Gavin yakin untuk mengatakannya. “Kalian sebaiknya tidak berada di sini lebih lama. Ada yang mengincar adik perempuanmu.”“Mengincar Vero?” ulangnya penuh keheranan, berusaha diri menahan volume suaranya agar tidak terlalu keras karena tidak ingin adik perempuannya itu mendengar keterkejutannya tadi.