-57-
Beberapa hari kemudian.
Di kediaman Theo tampak banyak pria tengah berkemas-kemas dan mengangkut berbagai perabotan ke mobil truk yang telah disewa. Mereka adalah karyawan bengkel yang sengaja diliburkan, serta beberapa sahabat Theo yang bersedia membantu.Sementara Nadine dan sahabat-sahabatnya telah lebih dulu berangkat menuju kediaman baru mereka di kawasan Kalibata. Para perempuan itu bersama ketiga calon nenek tampak sibuk mempersiapkan aneka menu makan siang buat para pria pengangkut barang.
Di ruang tamu, keempat pria paruh baya tengah serius membahas perkembangan kasus mereka melawan Bisma Hartawan dan sang putra, Bagaskara Aditya Hartawan.
Wajah Daniel tampak semringah karena yakin pihaknya akan menang di pertempuran kali ini, sebab pihak pengacara pihak Bisma telah menghubunginya dan meminta berdamai.
Satu jam kemudian, rombongan yang dipimpin oleh Theo tiba di rumah modern mini
Hai, akhirnya The Heir season 1 tamat. Nantikan kelanjutannya di season 2, ya. Jangan lupa tinggalkan jejak.
-1-Dering ponsel di saku kiri, membuat Theo terperanjat dan bergegas menghentikan aktivitas. Pria yang bernama lengkap Theonardus Liem itu segera mengambil benda yang tak hentinya berdering, dan mengernyitkan dahi saat melihat nama yang telah memanggil."Ya, Mbak?" sapa Theo."Buruan masuk, Nadine mabuk nih!" seru Indira, perempuan muda yang merupakan sahabat dari Nadine Alexandra, bos-nya Theo.Theo menutup telepon dan mematikan rokok, menginjaknya dengan cepat dan jalan memasuki sebuah lounge di kawasan Thamrin.Suasana dalam ruangan yang tidak terlalu terang, membuat Theo sedikit kesulitan untuk menemukan posisi tempat duduk bos dan ketiga rekannya tersebut.Pria bertubuh tinggi itu mengedarkan pandangan ke sekeliling, dan akhirnya bisa menemukan keempat perempuan itu yang tengah duduk di kursi bagian sudut kiri.Theo jalan mendekat dan disambut Indira dengan omelan yang tidak terlalu jelas. The
-2-Nadine menekan kepala Theo, dan memperluas sentuhan dengan isapan kuat. Napas gadis itu mulai terengah-engah, demikian pula dengan Theo.Tangan pria itu merambat naik. Menyusuri punggung hingga leher belakang Nadine. Berpindah ke leher depan dan mengusap rambut dan pipi gadis itu dengan lembut.Sejenak pria itu terdiam, menatap wajah perempuan yang tengah dibuai dalam dekapan dengan hasrat yang bergelora. Namun, alarm di otaknya berbunyi dan membuat Theo menghentikan ciuman. Menarik diri dan menempelkan ibu jari di sudut bibir Nadine yang masih memejamkan mata."Tidurlah, Bu, sudah malam," bisik Theo dengan suara bergetar.Nadine membuka mata dan sejenak merasa linglung. Gadis berkulit putih bersih ini memiringkan kepala ke kanan sambil mengusap rahang Theo yang mengeras. "Bukankah ini yang kamu inginkan, Bagas? Ayolah, aku akan memberikannya padamu," lirih Nadine dengan mata berembun.Theo menatap wajah sang bos denga
-3-"Aku tidak mau!" tegas Nadine, tak peduli saat Theo mengernyitkan dahi. "Coba deh kamu pikir, gimana caranya bisa balas dendam kalau hidup sederhana?" tanya Nadine dengan mata menyorot tajam.Theo mengusap rambut dengan tangan, merasa bahwa ucapan Nadine ada benarnya. Pria bertubuh tinggi itu memasukkan tangan ke saku celana dan menyandarkan diri ke dinding. "Oke, saya setuju. Tapi kita tidak akan tinggal di sini," ujarnya."Hmm, terus mau tinggal di mana?""Rumah saya.""Tidak mau! Rumahmu ... sempit."Theo terkekeh, mengangguk menyetujui pendapat Nadine. Rumah miliknya memang kecil, hanya sebuah rumah di perumahan sangat-sangat sederhana sekali."Begini saja, supaya adil, kita gantian tiap minggunya tinggal di mana. Karena aku jelas-jelas tidak mau dianggap mengejar kekayaanmu," usul Theo. Sengaja mengubah panggilan dari saya ke aku, agar bisa merasa lebih dekat.Nadine tampak terdiam
-4-Beberapa menit kemudian, Pak Daniel sudah duduk berhadapan dengan Theo. Menikmati makanan tanpa suara. Yang terdengar hanya denting sendok dan garpu yang beradu dengan piring.Nadine dan Theo sesekali saling melirik. Tangan pria bertubuh tinggi itu terulur dan menggenggam jemari Nadine yang sangat dingin di atas pahanya. Perempuan berbibir tipis itu berusaha menenangkan gemuruh dari dalam hati. Entah kenapa, ada rasa gugup dan aneh bila Theo menyentuhnya."Kalian nginap di sini 'kan?" tanya Bu Rianti sambil mengedipkan sebelah matanya."Iya, Mi. Kebetulan besok Na ada janji mau ketemu Hera," jawab Nadine."Hera yang berkacamata itu, ya? Udah lama dia nggak ke sini." Bu Rianti mengusap punggung tangan kiri sang suami yang masih diam membisu."Hu um, sibuk dia, Mi. Kan usaha wedding organizernya lagi naik daun sekarang," jelas Nadine."Kamu beneran serius mau menikah dengan Theo?" Suara berat Pak Dan
-5-Nadine merasakan pipinya kembali menghangat. Tidak mampu menolak saat bibir penuh pria tersebut menyusuri setiap inci wajahnya. Bergeser sedikit demi sedikit hingga menyentuh rahang lembutnya dan membuat Nadine mendesah tanpa sadar.Theo menurunkan bibir dan membasahi leher jenjang itu dengan kecupan basah. Sedikit berlama-lama untuk menikmati keharuman tubuh perempuan itu. Bertambah semangat saat Nadine meremas rambutnya dengan suara lenguhan kecil di bibir yang sensual.Pria bertubuh gagah itu menarik diri dan mengusap pipi halus Nadine. Menatap sepasang mata sipit beriris cokelat muda itu sesaat, sebelum akhirnya mencumbui bibir Nadine yang merespon dengan hangat.Pagutan melenakan itu membuat mereka lupa dengan keadaan bahwa mereka belum menikah. Keinginan untuk dipuaskan semakin menghebat. Tangan Nadine mencengkeram erat pundak Theo agar tubuh mereka menempel.Tiba-tiba Theo menghentikan ciuman dan menarik diri. Mena
-6-Setibanya di kediaman orang tua Nadine, sebuah mobil hitam mewah sudah terparkir di depan garasi. Theo mengarahkan mobil ke sebelah kanan dan berhenti. Segera turun dari mobil dan membukakan pintu untuk bos-nya, yang sebentar lagi akan menjadi pengantinnya.Nadine jalan memasuki rumah dari pintu samping yang berhubungan dengan garasi. Pekikan kecil terdengar dari bibirnya, saat tubuh tiba-tiba dirangkul dari belakang dan diiringi dengan jitakan kecil di kepala."Bagus, ya! Mau nikah nggak ngomong-ngomong!" protes suara berat yang sangat dikenal."Aduh, sakit tau, Ko!" hardik Nadine sembari membalikkan badan dan balas memeluk sang koko."Rasain! Bisa-bisanya aku dilangkahi begitu aja. Untung tadi Mami langsung nelepon, jadi bisa cepat-cepat ke sini," sahut pria bertubuh sedang itu seraya tersenyum lebar. Mendaratkan kecupan di dahi sang adik dan kembali memeluknya."Ehm, Ko, engap!" protes Nadine yang m
-7-Pria berparas manis itu memutari mobil dan membuka pintu bagian penumpang. Membantu Nadine yang masih terkaget-kaget itu untuk turun."Aku mau pulang ke apartemen," pinta Nadine."Nanti malam kuantar, sekarang di sini dulu. Aku mau istirahat, capek," balas Theo sambil membuka pintu bagian belakang dan mengangkat dua tas travel mereka.Pria bertubuh tinggi itu melangkah menaiki teras rumah bercat biru gelap tersebut, merogoh saku dan mengeluarkan beberapa kunci. Memasukkan salah satunya dan membuka pintu."Ayo," ajaknya pada Nadine yang masih mematung.Theo melangkah masuk dan menyalakan kipas angin besar di langit-langit ruangan. Nadine menyusul dengan ragu-ragu dan duduk di kursi sederhana. Memindai sekeliling ruangan dengan perasaan campur aduk.Pria berambut cepak itu berbelok ke kiri dan memasuki kamar utama. Menyalakan pendingin udara setelah sebelumnya meletakkan kedua tas travel di lantai.&n
-8-"Apa kamu mau nginap di sini?" tanya pria itu seraya mengulaskan senyuman."Ehm ... oke. Tapi, besok berarti kita harus bangun pagi-pagi banget. Karena aku ada rapat penting," jawab Nadine dengan suara pelan.Tatapan Theo seolah-olah membiusnya untuk tetap diam dan tidak memberontak saat bibir pria itu menyusuri pipi hingga telinganya. Tanpa sadar tangan Nadine terangkat dan merangkul leher Theo.Pria itu merapatkan tubuh dan mendaratkan kecupan di dahi dan bagian lain wajah ayu perempuannya. Deru napas hangat keduanya berpadu dengan isapan lembut. Nadine meremas rambut Theo dan membiarkan pria itu menguasai bibirnya.Tiba-tiba Theo mengangkat tubuh Nadine dan menggendongnya. Berjalan menuju kamar tanpa menghentikan ciuman panas mereka. Mendudukkan perempuan itu di atas meja rias dan menyusuri setiap lekuk tubuh dengan tangan terlatih.Dengan gerakan cepat semua yang menutupi tubuh pun terlepas. Theo merunduk