Share

BUNGA CINTA AYU

Setelah memasuki pintu gerbang kompleks perumahan elit itu, Mayla mengisyaratkan Raka untuk berhenti di sebuah rumah yang lumayan besar berwarna dinding soft ungu. Warna itu memang warna favorit ibunya. Dan itulah kenapa barang-barang di rumah hampir semuanya berwarna ungu.

 

"Ini rumah Kamu?" tanya Raka yang segera dijawab anggukan oleh Mayla. 

 

"Terima kasih ya kak sudah diantar pulang," ucap gadis itu tulus. Dan Raka pun mengangguk dengan senyum tipisnya. 

 

"Sama-sama. Maaf juga tadi nggak sengaja nabrak kamu," ujar Raka dengan tulus juga.

 

 

"Iya Kak, nggak papa. Ya udah Mayla turun dulu ya?" katanya dengan nada khas anak ABG. Raka pun mengangguk.

 

Setelah itu, Mayla pun segera membuka pintu mobil. Namun anehnya, gadis remaja itu malah mematung dalam posisi duduknya di kursi mobil Raka. Sepertinya agak ragu untuk keluar.

 

"Ada apa?" tanya Raka keheranan. 

 

"Eee, maaf Kak. Boleh minta nomer ponselnya?" kata Mayla malu-malu. Raka terbengong sebentar, namun segera tertawa kecil saat menyadari apa yang sedang terjadi. Sepertinya anak ABG ini sedang kepincut dengan seorang 'mas-mas'. 

 

"Siniin ponselmu," kata Raka. Dan Mayla pun segera menyerahkan ponsel yang sedari tadi dia genggam dengan wajah bersemu merah pada Raka.

 

Dengan cekatan Raka segera menuliskan nomer ponselnya di layar dan menyimpannya dengan namanya.

 

"Udah, ini!" katanya saat mengembalikan ponsel itu pada si gadis ABG. Bibirnya tak henti tersenyum memikirkan bahwa ada gadis kecil yang tertarik padanya. Sepertinya setelah ini dia akan direpotkan dengan pesan-pesan iseng ini anak ABG, ucapnya dalam hati. 

.

.

.

Mayla berlari kecil dengan wajah ceria memasuki halaman rumah saat mobil Raka menghilang dari jalanan kompleks. Gadis itu begitu terkejut saat tiba-tiba sang ibu mencegatnya di ruang tamu. 

 

"Dianter siapa, May? Keren banget mobilnya," todong sang mama tanpa basa-basi. Mayla tidak heran, karena dia sudah sangat hafal watak ibunya. 

 

"Teman, Mah," jawab gadis itu sambil mencium punggung tangan sang ibu. 

 

"Cewek apa cowok? Nggak keliatan tuh tadi dari luar. Gelap banget kaca mobilnya," tanya Mayang. 

 

Mayla memutar bola matanya ke atas dan bersiap menjawab pertanyaan saat Mayang segera menodongnya dengan pertanyaannya lainnya lagi. 

 

"Cowok kan?" godanya.

 

"Bukan, Mah. Cewek kok," bantah Mayla.

 

"Ah masak. Bohong kamu ya? Emangnya temen kamu sudah ada yang boleh bawa mobil ke sekolah? Kan belum boleh?" kata ibunya tak percaya.

 

"Tadi sopirnya yang antar, Mah. Pulang sekolah tadi aku mampir sebentar ke rumah temen aku."

 

"Oooh, kirain pacar kamu. Makanya May, kamu mulai belajar dari sekarang dandan yang bagus, penampilan yang bagus, yang cakep gitu lho, biar nanti dapat suami kaya yang mobilnya keren," seloroh sang ibu sambil mengikuti anaknya yang berjalan masuk ke dalam tanpa menghiraukannya. 

 

"Ah Mama nih. Masih kecil juga disuruh mikirin suami," gerutu Mayla.

 

"Ya harus lah, memangnya kamu hidup mau apa? Nantinya kan juga harus punya suami. Cari suami yang kaya, pinter cari duit. Minim kayak papamu tuh. Jadi nanti kamu nggak susah hidupnya."

 

Lagi-lagi Mayla memutar matanya mendengar celotehan ibunya. Tiap hari memang selalu harta saja yang ada di pikiran wanita itu. Mayla kadang heran. 

 

"Dah ah, Mayla mau ganti baju dulu. Mama sanaan, jangan ikutin Mayla terus." Mayla mendorong tubuh mamanya keluar kamar.

 

"Eh, ni anak dibilangin malah gitu sama orang tua," gerutu Mayang kesal. Wanita itu mencebik sebelum akhirnya meninggalkan pintu kamar anak sulungnya itu. 

.

.

.

Raka yang baru saja sampai di rukonya nampak terkejut saat melihat sebuah mobil mewah terparkir di depan. Dia seperti tak asing dengan mobil itu. Tapi milik siapa?

 

"Hai, Raka," sapa sebuah suara ketika dia baru saja menginjakkan kaki di lantai dasar rukonya. Ada seorang karyawannya sedang duduk bersama seorang wanita dengan dandanan rapi ala tante-tante kantoran. Setelan Blazer dipadu rok pendek warna merah terang. 

 

"Hei," sapa Raka sumringah saat menyadari bahwa Ayu, pemilik perusahaan Adityama yang ternyata sedang berkunjung ke rukonya. "Kok udah nyampe sini aja?" tanya Raka beramah ramah. 

 

"Ada acara meeting sama klien di Hotel Ambassador. Mampir sekalian sambil jalan," kata wanita itu dengan tersenyum manis.

 

"Udah lumayan lama lho Bang temannya nungguin," celetuk sang karyawan. 

 

"Oya? Maaf ya, ada insiden kecil tadi di jalan. Aku nabrak anak kecil," kata Raka sambil menepuk dahi dan mendudukkan diri di sofa. Sementara karyawannya yang tadi menemani Ayu sudah kembali naik ke lantai atas.

 

"Benarkah? Lalu gimana? Nggak parah kan?" Ayu nampak ikut cemas.

 

"Nggak sih, cuma lecet aja. Sudah kuantar pulang tadi."

 

"Ooh. Oya Raka. Aku baru tau lho kalau kamu ternyata pengusaha sukses ya? Aku kira tadi tempat ini cuma ruko biasa. Ternyata ada banyak karyawannya di dalam," kata Ayu sambil mengitarkan pandangannya ke sekitar ruko.

 

"Ah, cuma start up kecil kok, masih berkembang juga. Belum apa-apa, Yu."

 

"Jangan terlalu merendah. Karyawan kamu cerita banyak lho tadi. Dan aku termasuk orang yang selalu suka sama anak muda kreatif seperti kamu. Usia kamu masih muda lagi. Dua puluh lima tahun kan?" tanya Ayu, membuat Raka mendesis. Karyawannya nih pasti yang sudah cerita hal-hal nggak penting itu sama teman barunya ini. Ngapain juga harus ngomongin umur sih. Raka sekarang jadi merasa kayak anak kecil di depan Ayu. 

 

"Mungkin suatu saat kita bisa kerjasama, Raka. Aku dengar kamu internet marketer yang handal." Ayu tersenyum penuh arti. 

 

Kerjasama? Raka mengerutkan dahi. Tiba-tiba ada bola lampu yang menyala di kepalanya saat ini.

 

"Kamu bekerja dimana memangnya?" tanya Raka pura-pura tidak tahu. 

 

"Aku di Adyatama Grup. Perusahaan konstruksi. Kamu tahu?"

 

"Tentu saja. Itu kan perusahaan terkenal. Kamu pemiliknya?"

 

"Sebenarnya bukan milikku sih. Aku hanya meneruskan usaha ayahku," kata Ayu terkekeh kecil.

 

Ternyata selain enak diajak bicara, wanita ini rendah hati juga. 

 

"Wah, ternyata di depanku ini direktur Adyatama ya?" ucap Raka pura-pura terkejut. Namun ternyata mampu membuat wanita itu tersipu. "Akan jadi kehormatan jika bisa bekerjasama dengan perusahaan Anda yang besar itu, Bu," kelakar Raka yang membuat Ayu bertambah tersipu. 

 

Kini wanita itu merasa sedikit aneh dalam dirinya. Sepertinya dia mulai merasakan gejolak tak biasa setelah beberapa tahun hatinya dingin oleh makhluk bernama laki laki. 

 

"Oke kalau gitu aku pamit dulu. Tunggu kabar dariku ya Raka, karena sepertinya aku akan butuh banyak bantuanmu dalam memasarkan produk-produk perusahaanku. Biar lebih booming," kata Ayu sebelum akhirnya pamit untuk melanjutkan perjalanannya bertemu klien.

 

"Siaap, Bu! Hubungi kapan saja jika Anda perlu saya." Tak henti-hentinya Raka berkelakar hingga membuat hati Ayu hari itu menjadi berbunga-bunga karenanya. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status