Share

03 Kerinduan dan Ancaman

Author’s POV

Alex masih sibuk dengan berkas-berkas yang harus ia tanda tangani. Beruntung sang sekretaris, Darius sudah memeriksa isi berkas berkas-berkas yang menumpuk itu, sehingga tugas Alex mulai sedikit berkurang.

Dia adalah Alex Fernando Louis, seorang CEO sebuah perusahaan gaming terbesar di dunia. Perusahaan ini awalnya didirikan oleh kakeknya, dan akhirnya menurun kepada dirinya. Saat ini, perusahaan tengah membuat sebuah project game 3D, yang mana masa seperti ini adalah masa yang cukup berat dan menyibukkan untuknya.

Pria itu terdiam begitu ia menerima surat pengunduran diri dari salah satu 3D artist senior yang bertuliskan bahwa ia akan berhenti dua bulan kedepan. Ia kemudian memanggil sekretarisnya, Darius dan memintanya untuk menjelaskan mengapa ia tidak diberitahu mengenai pengunduran diri Adrian yang ternyata sudah diajukan 1 bulan yang lalu,

“Berkasnya bertimbun dengan berkas yang lain, pak...”

“Yang jelas, mengapa tidak ada yang memberitahuku?” ujarnya sambil mengibas-ngibaskan surat pengunduran diri tersebut.

“Maaf pak,” ujar pria itu dengan sopan.

“Buka lowongan secepatnya dan minta Seira--- manager 3D artist serta Adrian--- senior 3D artist untuk turun tangan. Kalau bisa, dua minggu selanjutnya kita sudah menemukan 3D artist yang akan menggantikan Adrian,” ujarnya sebelum dia meminta Darius untuk mengurus surat rekomendasi untuk Adrian.

“Baik, pak…” ujar Darius sembari mengundurkan dirinya dari hadapan Alex.

Alex menyenderkan tubuhnya di kursi kebesarannya, ia mengerang sambil merenggangkan tubuhnya yang mulai kelelahan dengan pekerjaannya. Pikirannya menyuruhnya untuk kembali bekerja karena ia harus secepatnya mengurus berkas-berkas ini supaya ia bisa melanjutkan agendanya selanjutnya.

Pikiran pria itu melayang ke pada ingatannya tempo hari yang lalu. Setelah 12 tahun berlalu, siapa sangka ia malah bertemu dengan sang mantan kekasih yang sempat menghilang darinya. Alex menghela nafas, memikirkan langkah seperti apa yang harus ia lakukan untuk mendapatkan kembali hati Naomi.

Gadis itu sangat berubah, mulai dari penampilannya yang terlihat dari wajahnya yang semakin tirus hingga dari cara ia bersikap kepadanya. Ah… meskipun begitu, cinta pria itu tidak berubah terhadap gadis itu. Ia berusaha merileksasikan tubuhnya dan menutup matanya. Ia memikirkan gadis itu dengan detail, matanya yang menyiratkan kelelahan sangat terlihat dengan jelas. Ia penasaran dengan apa saja yang sudah ia lewatkan dari gadis itu selama 12 tahun.  

Tidak bisa ditampik, pria itu sangat merindukan semua yang ada dari gadis itu. Mulai dari tatapan hangatnya, hingga tubuhnya yang indah itu. Alex menggigit bibirnya begitu ia teringat dengan hangatnya dan nyamannya dirinya saat berada di dalam gadis itu. Saat itu ia merasa bangga karena dia adalah pria pertama yang mendapatkan kehormatan gadis itu.

Ia mengetatkan rahangnya, berusaha untuk menekan hasratnya. Ia sangat menginginkan gadis itu melebihi apapun, karena tidak ada wanita manapun yang dapat memberikan sensasi yang luar biasa ini.

“Naomi…” panggilnya seakan gadis itu tengah ada di depannya.

Harus dan mulai darimanakah pria itu harus memulai? Pria itu belum ada ide apapun untuk memulai operasi pengejaran gadis itu. Mungkin ini terdengar aneh tapi pria itu sendiri yang memberikan nama seperti itu, karena untuk mendapatkan kembali hati gadis itu bukanlah hal yang bisa disepelekan, mengingat gadis itu sudah dingin kepadanya.

Ia harus mampu mencairkan tembok es yang gadis itu bangun untuk membatasi dirinya dengan pria itu. Namun, dengan jadwal yang padat dan banyaknya rapat yang harus ia hadiri sudah menguras tenaganya. Untuk beberapa hari ini ia belum melakukan pergerakan apapun untuk mengejar gadis itu, tapi yang jelas, gadis itu harus menjadi miliknya. Tidak perduli apapun yang akan menghadangnya dan apapun ganjarannya, ia tidak perduli.

“Kau milikku, Naomi,”

Ponsel pria itu berdering. Dengan malas ia menggapai ponselnya yang terletak disudut meja dan menempelkannya di telinga kanannya. Begitu ia mengetahui yang meneleponnya adalah agen yang ia utus untuk memantau sekitaran rumah gadis itu, ia langsung meluruskan duduknya.

“Bagaimana, apakah terjadi sesuatu?” tanya pria itu, sebelum ia mendapatkan sebuah informasi yang membuatnya terkejut,

“Apa?!”

****

Dengan suara pintu yang menggelegar, membuat gadis itu ragu untuk membukakan pintu. Sementara sang ayah, Benny memajukan dirinya untuk menghadapi beberapa orang kekar di balik pintu yang tengah menunggu mereka untuk membukakan pintu. Terdiri dari 3 pria, ketiganya berteriak sembari mengetok dan menggerakkan knop pintu dengan kasar.

Naomi memegang baju sang ayah dengan gelengan cepat, pertanda ia tidak ingin sang ayah menghampiri pria-pria yang tengah ganas memanggil mereka. Benny melihat sang anak dengan tatapan teduhnya sebelum dia melepas tangan gadis itu dan melangkah untuk membukakan pintu. Sang gadis teringat ketika sang ayah sempat menyuruhnya untuk bersembunyi dan gadis itu benar-benar bersembunyi di balik temboknya kamarnya,

“Ini dia orangnya,” ujar seorang pria plontos dengan otot yang sangat kekar. Pria itu secara tidak sengaja melihat Naomi yang sedang mengintip di balik kamarnya. Ketika mata mereka bertemu, gadis itu langsung menyembunyikan dirinya kembali di balik tembok.

“Kau punya gadis yang cantik ya...” ujar pria itu dengan seringai yang menyeramkan. Benny tidak berhenti meminta maaf, namun ketika ia mendengar pria itu membicarakan anaknya, pria itu langsung berlutut kepada pria kekar itu, memohon kepadanya untuk tidak melibatkan anaknya yang tidak tahu apapun,

“Kumohon tuan, jangan apa-apa kan anakku,”

Mendengar permohonan dari seorang pria paruh baya itu, ketiganya tertawa dengan gelegar. Salah satu pemimpin mereka, pria plontos itu, menarik berjongkok sambil menirukan perkataan pria tua itu dengan ejekan. Ia menarik kerah Benny dan mengangkatnya dengan mudah. Melihat sang ayah yang tengah dalam situasi yang mencekam, gadis itu berlari untuk mendapatkan sang ayah yang tengah di tarik kerah bajunya.

Sebelum gadis itu menyentuh sang ayah, pria plontos itu menghempas Benny hingga ia tersungkur. Pria itu berjalan, menyentuh wajah gadis itu yang elok parasnya.

“Ku mohon lepaskan ayahku,” ujarnya, membuat pria plontos itu memiringkan kepalanya,

“Kau memintaku untuk melepaskannya dari hutang-hutangnya, begitu?” ujarnya lagi.

Gadis itu melirik sang ayah yang sedang berusaha untuk bangun. Ia menggigit bibirnya, hatinya seakan tersayat melihat sang ayah yang tengah berusaha membelanya itu. Gadis itu juga ikut memohon kepada pria plontos itu untuk memberikan dirinya dan ayahnya kesempatan untuk membayar hutangnya.

“Baik, aku berikan waktu satu bulan,” ujarnya, membuat bapak anak itu saling menatap,

“Jika dalam seminggu tidak bisa di selesaikan...” pria itu menghentikan perkataannya sembari menatap gadis itu dari atas hingga kebawah, seakan ia adalah makanan yang empuk untuk ia cicipi,

“Gadis ini kami bawa,” ujarnya sebelum pria itu menutup pintu rumah mereka dengan kuat. Mereka pergi sembari berteriak ‘satu bulan lagi’.

Dari balik jendela, gadis itu melihat pria itu sudah pergi menunggukan mobil mereka. Sesudah melihat para pria itu pergi, Naomi langsung menghampiri sang ayah dan membantunya untuk berdiri. Gadis itu menangis melihat pengorbanan sang ayah yang begitu menyayanginya.

Sementara Benny, ia tersenyum sembari mengeluskan kepala gadis itu dengan sayang. Setelah perusahaan sang ayah bangkrut, duka mereka melebar ketika tidak lama kemudian sang ibu pergi meninggalkan mereka untuk selamanya,

Mengapa... mengapa Tuhan tidak adil kepadaku?”

Kehidupan percintaan yang telah rusak, kebangkrutan, hingga kematian ibunya, semuanya itu menyerang gadis itu di usianya yang masih muda. Pekerjaannya sebagai seorang freelancer pun tidak terlalu membantu sang ayah untuk melunaskan hutang sang ayah.

Kali ini gadis itu bertekad,

Ia harus mencari pekerjaan secepatnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status