Share

06 Membantu Ayah

Author’s POV

Gadis itu melangkah keluar rumahnya dan menemui sang ayah yang tengah bersiap-siap untuk berjualan keliling komplek,

“Yah, hari ini Naomi ikut ayah jualan ya,” pinta Naomi dengan sangat, terlihat dari ia yang memegang tangan sang ayah sebagai bentuk permohonannya,

“Bagaimana dengan pekerjaanmu, apa semuanya sudah selesai?” tanya Benny yang diangguki oleh Naomi,

“Sudah yah, hari ini Naomi free kok,” ujarnya yang langsung berlari kecil menuju gerobak yang seharusnya sang ayah bawa. Kali ini dia berinisiatif untuk mendorong gerobak itu, menggantikan sang ayah yang selalu melakukannya.

Benny hanya bisa mengangguk pelan sembari menyusul sang anak untuk yang sudah lebih dulu memulai untuk mendorong gerobak. Keduanya berjalan seiringan dengan Naomi yang mendorong gerobak tersebut.

Setibanya di tempat biasa sang ayah berjualan, gadis itu menyeka keringatnya, menunggu jikalau ada pembeli-pembeli yang akan membeli dagangan ayahnya. Sebenarnya ini bukan pertama kalinya gadis itu ikut bersama dengan ayahnya untuk berjualan seperti ini. Namun memang terkadang ia memiliki pekerjaan lainnya, sehingga ia sendiri tidak sering ikut dengan sang ayah,

Satu persatu pembeli mulai bermunculan dan semakin ramai, membuat keduanya hampir kewalahan. Hingga, keduanya mulai beristirahat ketika semua pembeli sudah pada duduk, menikmati makanan mereka. Naomi membayangkan bagaimana lelahnya sang ayah yang bekerja sendirian disaat ia tidak ikut dengan ayahnya. Berdua saja mereka hampir kewalahan, apalagi kalau dikerjakan sendirian?

“Apa memang selalu seramai ini, ayah?” tanya gadis itu yang digelengkan oleh Benny.

“Tidak kok,” kilahnya, berusaha untuk tidak membuat anak gadisnya khawatir akan dirinya,

“Mulai besok, Naomi akan terus temani ayah jualan hingga Naomi mendapat pekerjaan,”

Pria itu tampak tidak setuju,”Bagaimana dengan pekerjaan freelance mu? Memangnya kamu sudah tidak freelance lagi?” tanya Benny, membuat gadis itu memanyunkan bibirnya. Dari hati terdalamnya, padahal ia ingin sekali membantu sang ayah yang sudah tua usianya tersebut.

“Aku bisa melakukannya di malam hari, tidak perlu khawatir, yah…”

“Naomi…” panggil Benny, mengisyaratkan keberatannya terhadap permintaan Naomi. Naomi mengepalkan tangannya, bertekad jika ia tetap ingin membantu sang ayah,

“Aku hanya ingin membantu ayah, apa tidak boleh?” 

Benny menghela nafas, sedari dulu anak sematangwayang nya ini memang sudah keras kepala, jadi ia tidak terkejut dengan hal itu. Ia mengerti jika gadis itu melakukan semuanya karena khawatir dengan dirinya yang sudah tua ini,

Namun Benny mengkhawatirkan Naomi, bagaimana jika ia kelelahan? Bagaimana jika pekerjaannya bisa tertunda, dan segala macam kekhawatirannya juga bersatu. Namun melihat tekad sang anak yang tampaknya tidak bisa digoyahkan, akhirnya ia mengangguk pasrah. Karena bagaimanapun ia melarang Naomi, tetap saja gadis itu akan menolak dan memaksakan diri untuk ikut bersama dengannya,

“Tapi, jangan paksakan dirimu untuk selalu ikut dengan ayah, janji ya…” ujarnya yang diangguki semangat oleh Naomi. Seperti Naomi, pria itu juga tersenyum teduh. Melihat senyuman gadis itu yang menawan itu, mengingatkannya kepada sang istri yang sudah lebih dulu meninggalkan mereka. Ia merasa sangat beruntung memiliki Naomi bersama dengannya,

Selain Naomi bisa mengobati kerinduannya terhadap sang istri, Naomi juga tipikal gadis yang tidak neko-neko dalam hal bantu membantu kedua orang tuanya.

Disaat keduanya masih beristirahat, seorang wanita pun muncul mendekati mereka. Wanita ini tidak asing lagi bagi Benny, karena wanita itu adalah pelanggannya yang setiap hari datang untuk membeli dagangannya.

“Wah, tumben ada gadis cantik disini, biasanya pak de jualannya sendirian…” ujar seorang wanita yang menghampiri mereka dengan ramah,

“Ehehe iya tante, sekali-kali bantuin ayah,” ujarnya sambil menggaruk tengkuknya.

“Oh, jadi ini anaknya pak de?” tanya wanita yang dianggukki oleh Benny. Mata wanita itu kembali kepada sosok Naomi yang sangat simpel tersebut,

Sebuah kepribadian yang supel.

Begitulah dalam benaknya,

“Iya bu, dia ini ngotot banget mau ikut,” ujar Benny yang disikut oleh gadis itu, tanpa menghilangkan senyumannya kepada wanita tersebut,  

“Wah bagus dong, berarti anaknya rajin,” ujar wanita bernama Lina tersebut dengan kedua jempol yang ia layangkan di udara,

“Ya kan tante,” ujar gadis itu, mendukung apa yang gadis itu kerjakan,

“Iya dong!” ujarnya wanita itu yang melihat hal itu baik.

“Oh ya pak de, saya mau borong semua mie ayam baksonya ya…”

Gadis itu menahan kesenangannya dengan senyumannya yang tidak bisa lepas dari bibirnya. Sementara Benny, ia mengernyitkan dahinya karena Lina selalu saja memborong semua dagangannya,

“Memangnya ada acara apa bu? Kok hampir tiap hari borong?” tanya pria itu dengan penasaran,

“Um, anu… Orang rumah suka dengan mie ayam bakso bapak, jadi saya borong aja semuanya biar bisa makan mie ayam baksonya sepuasnya hahaha,” ujarnya sembari menggaruk tengkuknya yang tidak gagal.

“Yaudah kali, yah… toh tantenya mau borong, kan bagus,” bisik gadis itu kepada sang ayah yang tadinya bertanya seperti itu. Dengan cepat, gadis segera itu membungkus semua dagangan sang ayah. Dibantu Benny, keduanya mulai memplastiki semua bakso berserta dengan mie ayam yang nantinya ia berikan kepada Lina.

Begitu mereka selesai, gadis itu tersenyum dan memberikan semuanya kepada Lina. Lina juga mengeluarkan uang yang lebih untuk keduanya,

“Ini, kembaliannya ambil saja ya…”

“Lagi?” ujar Benny yang tidak percaya. Lina adalah pelanggan yang baru-baru ini juga menjadi pelanggan Benny. Dan setiap kali ia datang, ia biasa memborong mie ayam dan bakso Benny. Wanita itu juga sering memberikan uang lebih yang mana ia selalu tidak menerima kembalian dari Benny,

“Iya… terima aja ya… saya iklas kok,” ujar Lina yang diangguki semangat oleh gadis itu. Ia menatap sang ayah yang tampaknya seperti menaruh curiga terhadap Lina.

“Makasih ya, tan…” ujar gadis itu dengan sopan,

“Oke, sama-sama. Saya duluan ya…” ujar Lina yang mulai melangkah menjauh dari mereka. Setelah wanita itu sudah berada jauh dari mereka, Naomi berbalik kepada Benny dan melipat tangannya di depan ayahnya,

“Kok ayah begitu sih? Bukannya bagus ya kalau ada yang memborong?” ujar gadis itu,

“Ayah tidak menyangka aja. Setiap hari ia datang, setiap hari juga dia memborong. Kalau sekali dua kali masih okelah, namun dia sudah melakukannya lebih dari 3 kali,” ujar pria itu dengan bingung,

“Bagus dong yah, jadi cepat laku dagangan kita,” ujar gadis itu yang hanya bisa diangguki oleh Benny. Gadis itu melihat sekitarnya, masih ada beberapa orang yang tengah duduk menikmati makanan mereka. Ia melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 3 sore yang mana ini juga terlalu cepat untuk pulang.

Akhirnya, gadis itu memilih untuk menunggu beberapa pembeli yang masih makan tersebut dan ketika sudah tidak ada lagi orang yang makan, keduanya kemudian bergegas untuk pulang.

Sepanjang jalan, gadis itu mendorong gerobak dengan ayah yang berada di sampingnya. Hari ini mood gadis itu sedang baik, karena tidak disangka-sangka jika ada yang memborong dagangan sang ayah hingga habis, terlebih lagi ini masih sore dan masih ada waktu sampai malam gadis itu mengerjakan pekerjaannya untuk deadline beberapa hari kemudian.

“Bagaimana dengan lamaranmu? Apa sudah ada kabar?” tanya sang ayah, membuka kesunyian yang sedari tadi menghiasi atmosfer mereka.

“Hmm… hari ini terakhir pendaftarannya sih, yah… sebenarnya Naomi juga ragu bisa diterima di perusahaan besar itu,” ujarnya dengan lesu,

“Kok begitu?”

Naomi menatap Benny, menunjukkan ketidakpercayaan dirinya terhadap CV yang sudah ia kirimkan. Lewis Studios adalah perusahaan gaming yang sangat besar, sudah pasti ia harus berkompetisi dengan orang-orang yang pastinya lebih jago dan berpengalaman dibanding dirinya,

“Itu perusahaan besar, aku ingin sekali masuk sana. Tapi pesaing ku juga pasti sangat banyak,” ujarnya sambil menunduk,

Sang ayah mendekatkan dirinya kepada gadis itu dan menepuk bahunya untuk memberikannya kekuatan,

”Ayah tidak memaksakan kamu untuk diterima di perusahaan itu ya… kamu jangan anggap ini sebagai beban kamu, mengerti?” ujar pria itu, yang diangguki mengerti oleh Naomi.

Benar, seharusnya ia tidak tertekan dengan apa yang menjadi hasilnya. Meskipun ia berharap banyak, tapi menjadikannya sebagai beban tentu akan menyiksa dirinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status