Share

12 Setelah Wawancara (2)

Author’s POV

Awalnya, gadis itu berniat untuk berhenti bekerja sebagai freelancer sembari menunggu pengumuman yang akan ia dapatkan dari Lewis Studio. Namun ia tidak bisa menunggu dalam ketidakpastian, karena ia juga membutuhkan uang untuk ia bertahan hidup,

Jadilah dirinya tetap mengerjakan beberapa pekerjaan sembari menunggu pengumuman tersebut.

Disela-sela kesibukannya, seseorang meneleponnya. Ketika ia melihat nomor tersebut tidak ada di kontaknya, ia mulai mengambil ponselnya dan perlahan ia tempelkan ponsel itu ke telinga kanannya,

“Siapa sih yang nelfon malam-malam gini?” batinnya yang penasaran,

Gadis itu mengernyitkan dahinya karena tidak ada yang bergeming di telepon tersebut. Setelah sepersekian detik dia berpikir, akhirnya ia memutuskan untuk membuka mulutnya terlebih dahulu,

“Halo?” ujarnya dengan ragu,

Kerutan di keningnya tidak kunjung hilang ketika ia juga tidak kunjung mendengar suara sesiapapun disana. Ia mencoba untuk mengeluarkan suaranya, namun seseorang pun tidak terdengar ada di panggilan tersebut,

Gadis itu melepaskan ponsel itu dari telinga kanannya dan menatap layarnya dengan kerutan kening yang belum juga hilang darinya,

Dengan segera, ia mematikan panggilan tersebut dan meletakkan kembali ponselnya dengan kesal. Apa masih jamannya untuk menelepon dengan iseng tersebut?

Namun kekesalan gadis itu berhenti ketika ia mulai penasaran dengan siapa yang meneleponnya. Bukankah sedikit menyeramkan jika orang yang tidak dikenal bisa mengetahui nomornya? Darimana ia bisa mendapatkan nomornya?

Bulu kuduk gadis itu mulai naik, mengingat masa lalunya yang juga mengalami hal yang serupa. Saat itu ia masih kuliah dan ia menjadi korban dari stalker oleh seorang pria yang awalnya dia kenal dari kelas yang sama dengannya saat ia masih kuliah. Pria tersebut sangat terobsesi dengan dirinya, sampai-sampai ia menguntit gadis hingga ia bisa mendapatkan akses ke kamar gadis itu.  

Naomi berusaha untuk menenangkan dirinya dengan deru nafas yang ia coba kontrol. Ia tidak sadar, ketakutannya membuat air matanya keluar tanpa ia sadari. Gadis itu menutup matanya, berusaha untuk menenangkan dirinya dengan menarik nafas dan mengeluarkannya selanjutnya.

Ia menelan ludahnya, ia benci dirinya yang seperti ini.

Ia ingin sekali melupakan pengalaman yang tidak terlupakan itu. Menurutnya lebih baik jika ia mengalami amnesia daripada ia terus tersiksa dengan hal seperti ini.

Pria itu adalah Adit. Pria dengan perawakan cukup tampan namun dibalik ketampanannya terdapat seekor monster yang berada di dalam bayangannya. Pria itu awalnya mendekati gadis itu saat mereka satu mata kuliah. Namun lama kelamaan gadis itu mulai risih kepadanya karena pria itu terus ada dimanapun ia berada.

Pada akhirnya, gadis itu ingin melepas semua kontak yang berhubungan dengan Adit. Pria itu tidak terima, dan pada akhirnya ia bisa mendapatkan akses ke kamar gadis itu.

Ia hampir saja diperkosa, beruntung sang ayah secara tidak sengaja lewat dari kamar gadis itu dan mendengar sesuatu yang mencurigakan.

Akhirnya, pria itu juga dipenjara dengan masa tahanan 10 tahun penjara. Dan saat ini, sudah lebih dari 9 tahun berlalu semenjak insiden itu.

“Mungkinkah itu pria itu?” ujarnya yang langsung ia gelengkan,

“Seharusnya ia bebas beberapa bulan lagi,” ujarnya sembari melihat nomor tersebut lagi,

“Siapapun dia, dia benar-benar membuatku takut sekarang,”

****

“Apa Seira dan Adrian sudah memutuskan siapa yang terpilih?” ujar Alex begitu Darius masuk ke dalam ruangannya. Darius menggeleng karena memang Adrian dan Seira belum memutuskan siapa yang akan terpilih untuk menjadi pengganti Adrian. Sudah dua hari berlalu dan keduanya juga belum memutuskan apapun dari hasil wawancara yang telah mereka selenggarakan.

Sementara mereka masih memikirkan siapa kandidat yang lolos, Alex tidak berhenti memikirkan Naomi dan juga ia tidak pernah berhenti berharap jika Naomi adalah kandidat yang lolos tersebut. Tampak kekecewaan yang tersirat dalam wajah Alex, dan itu sebenarnya membuat Darius penasaran,

Mengapa Alex begitu ingin mengetahui kandidat mana yang lolos?

Bukankah pria itu terlihat sedikit berlebihan?

Alex tampak tidak sabaran, seakan ia ingin keputusan itu sekarang juga diputuskan,

Hal itu benar-benar membuat Darius penasaran, namun ia memendam rasa penasaran itu karena bertanya kepada Alex hanya akan membuatnya terlihat tidak sopan. Ia berusaha untuk bersikap seformal mungkin kepada Alex walaupun Alex sebenarnya adalah sahabatnya sejak keduanya berada di kampus yang sama. Bahkan terkadang sikap formal Darius yang di kantor terbawa pada saat mereka menghabiskan waktu bersama di luar kantor.

Terkadang Alex juga yang memintanya untuk tidak bersikap terlalu formal kepada dirinya, namun pria itu menolak. Darius merasa ia harus bersikap professional saat bekerja,

“Katakan kepada mereka, begitu mereka sudah memutuskan siapa yang terpilih, hubungi aku,” ujar pria itu yang mendapat anggukan dari Darius. Darius hendak mengundurkan dirinya, namun disaat seperti itu, pria itu menghentikannya sejenak,

“Tunggu!” ujar pria itu, membuat Darius kembali berbalik menghadap Alex,

“Ya, pak?”

Alex menghela nafasnya dan menatap Darius dengan malas,”Bisakah kita bersiap informal saja?” keluh pria itu yang mulai malas dengan sikap formal pria itu. Sementara Darius, ia menggeleng dengan sopan,

“Tapi kita sedang di kantor, pak,”

“Baik di kantor maupun di luar kantor, kau terus bersikap formal kepadaku,”

“Sudah seharusnya saya seperti itu,” ujar Darius lagi,

“Ini perintah,” ujar pria itu, mencoba untuk mendominasi pria itu,

Darius menghela nafas, sebelum ia melepaskan segala keformalannya dan menatap Alex dengan tangan yang ia lipat,

“Apa kata orang jika aku bersikap informal seperti ini kepadamu?” ujarnya pria itu yang mulai melepas keformalannya kepada pria itu,

“Kau begitu perduli dengan perkataan orang, huh? Seharusnya kata yang harus kau dengarkan dan perdulikan adalah kataku, karena aku adalah atasanmu,” ujar pria itu dengan tangan yang ikut ia lipat. Melihat itu, Darius melepaskan tangan yang ia lipat dan mengangguk sopan,

“Baik, mulai sekarang aku akan bersikap informal seperti yang kau inginkan, tapi… aku akan bersikap formal di depan rekan-rekan kerja lainnya,”

Alex mengangguk,”Baiklah, itu lebih baik,” ujarnya yang hampir memutuskan rantai percakapan mereka. Hal ini dimanfaatkan Darius untuk menanyakan sesuatu yang membuatnya penasaran.  

“Kalau begitu, bisakah aku bertanya sesuatu?”

“Apa itu?” tanya Alex yang mulai mengabaikan tatapannya dari Darius dan beralih ke berkas-berkas yang ia periksa,

“Kenapa kau ingin sekali ikut campur terhadap siapa yang akan diterima diperusahaan ini? Kau terlihat tidak seperti biasanya,” ujar pria itu, membuat Alex kembali menatapnya,

“Hmm… aku belum bisa mengatakannya kepadamu,”

“Oh ayolah, sebelumnya kau memintaku untuk bersikap informal,” ujar pria itu membuka tangannya sebagai gestur nya yang menunjukkan kekecewaannya. Alex terdiam sejenak, menimang-nimang apakah ia perlu memberitahukan apa yang menjadi isi pikirannya kepada

“Aku sedang menanti seseorang…” ujar pria itu, sebelum dia benar-benar menatap Darius,

“Dan orang itu ada di daftar 10 orang yang lolos seleksi tersebut?”

Pria itu mengangguk,”Benar,”

“Apa dia itu seorang yang sama dengan gadis yang selama ini kau cari?” ujarnya, membuat pria itu tertegun, bagaimana pria itu bisa tahu?

“B-bagaimana kau bisa tahu?”

“Aku hanya menebaknya dan ternyata benar,” ujarnya dengan enteng.

“Selama ini aku mencarinya namun aku tidak mendapatkan apa-apa. Hingga aku bertemu dengannya secara tidak sengaja. Dan siapa sangka juga dia melamar di tempat ini? Aku sangat ingin ia masuk ke perusahaan ini,”

“Wow… takdir kalian berdua untuk bertemu sangatlah hebat,”

“Ya kan? Aku benar-benar merasa jika Tuhan memberikanku kesempatan untuk meraihnya kembali,” ujarnya dengan tangan yang mengepal di udara. Pria itu bersumpah jika ia akan memperjuangkan gadis itu dengan caranya setelah ia mengetahui keputusan Seira dan Adrian.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status