Share

13 Tidak Diterima (1)

Author’s POV

Sudah hari Jum’at dan hingga saat ini belum ada info apapun dari perusahaan Lewis Studio mengenai diterima maupun tidak diterimanya Naomi diperusahaan tersebut. Meskipun begitu, Naomi tetap melakukan aktivitasnya, yakni membantu sang ayah untuk berjualan.

Gadis itu tidak melepas senyuman hangatnya kepada para pelanggan yang membeli dagangan mereka. Meskipun gadis itu memiliki tubuh yang mungil, namun parasnya sangat elok untuk dilihat walaupun ia hanya berpakaian biasa saja. Tidak heran terkadang ia mendapat godaan dari para pelanggan-pelanggan pria yang memuja paras gadis itu,

Naomi hanya menganggap pujian dan godaan tersebut hanyalah angin lalu. Ia hanya tersenyum ramah dan mengabaikan godaan tersebut, tidak perduli seberapa tampannya pria yang memujinya tersebut.

“Ini…” ujar gadis itu sembari memberikan seplastik mie ayam dan bakso kepada seorang yang sedari tadi terus menanyakan kontak gadis itu,

“Loh, pertanyaanku belum dijawab loh tadi,”

“Hape saya lagi rusak, bang… Sorry ya…” kilahnya dengan sopan. Terlihat pria itu tampak kecewa dengan jawaban gadis itu dan dengan lesu ia mengambil plastik yang sudah sedari tadi menggantung di tangan Naomi.

Setelah pria itu sudah menjauh, sang ayah mendekatinya dan berkata,

“Pandai banget bohongnya,” goda si ayah, membuat gadis itu tertawa kecil,

“Iya, yah… Naomi malas meladeni cowok-cowok gak jelas seperti itu,” ujarnya dengan jujur,

“Ayah setuju kalau kamu terus begitu sama cowok lainnya,” ujarnya dengan jempol yang ia layangkan kepada Naomi, sebelum seorang pelanggan lainnya datang untuk memesan mie ayam.

“Sebentar ya…”

“Duduk disini saja bu,” ujar gadis itu yang mempersilahkan wanita itu untuk duduk sembari menunggu mereka menyiapkan mie ayam untuknya. Tidak membutuhkan waktu lama untuk mereka membuat mie ayam, karena gadis itu ada untuk membantu sang ayah yang sudah tidak gesit lagi dalam bekerja.

Setelah mereka selesai membuat semangkuk mie ayam, gadis itu memberikan mangkuk tersebut kepada wanita yang sedang menunggu tersebut. Naomi senang melihat dagangan mereka sudah mau habis, ia tidak bisa menahan kata-kata bahagianya terhadap Benny yang ikut senang juga.

Dan… tidak lama setelah itu, seorang pria datang kepada mereka. Sang ayah sudah menandai pria itu karena ia selepas Lina tidak muncul lagi, pria itu ada untuk memborong dagangan sang ayah.

“Mau borong lagi, mas?” tanya Benny yang diangguki oleh pria tersebut.

“Mie ayam baksonya ya pak, semuanya,” ujar pria itu yang diangguki oleh Benny. Gadis itu sempat termenung melihat pria itu sebelum pria itu mengalihkan tatapannya kepada gadis itu. Naomi memutuskan tatapannya dan membantu sang ayah untuk membungkus semua dagangan mereka untuk pria itu.

“Pria itu, mengapa ia bisa terlihat mirip dengan Alex?” batin gadis itu dengan heran.

Gadis itu berusaha untuk tidak menatap pria itu karena pria itu mengingatkannya dengan sosok Alex. Tubuhnya yang tinggi nan tegap, belum lagi wajahnya yang sekilas mirip dengan Alex.

“Hari ini sedikit ya, pak,” ujar pria itu yang diangguki oleh Benny,

“Iya, syukurlah hari ini sedang ramai. Kamu sih, telat datang… jadi sisa sedikit jadinya,” ujar Benny kepada pria itu. Pria itu tersenyum simpul sembari melekatkan sejenak pandangannya kepada gadis itu yang sedang ikut sibuk,

“Gak apa pak… yang penting masih ada mie ayam baksonya,” ujarnya sebelum ia mengembalikan tatapannya kepada Benny. Baik Benny maupun Naomi, keduanya tengah fokus untuk membungkus dagangan mereka. Dan beberapa pelanggan yang baru saja datang, mereka langsung memberitahu mereka jika dagangan mereka sudah habis,

“Oke sip,” ujar gadis itu sesudah ia memasukkan semuanya ke dalam kantong plastic terakhir. Ia memberikan pria itu plastik yang berisikan mie ayam dan bakso tersebut dan pria itu langsung membayarnya lebih. Begitu Benny membuka lacinya untuk mencari uang kembali, pria itu langsung menolak,

“Tidak usah pak, kembaliannya ambil saja,” ujarnya, membuat pria tua itu agak tergagu mendengarnya,

“A-apa tidak apa?”

Pria itu tersenyum,”Iya pak, makasih ya pak, mbak,” ujarnya sebelum ia berbalik meninggalkan mereka berdua. Gadis itu hanya diam menatap pria itu yang sudah berjalan menjauhi mereka. Tentu saja dia senang dagangan sang ayah laku, hanya saja mengapa pria tersebut terus membuatnya teringat dengan Alex?

Ia menghela nafas dan menggeleng,”Tidak, pokoknya dia bukan Alex, titik!” batinnya. Ia tidak bisa membayangkan jika pria itu benar-benar ada disini. Naomi tidak tahu harus bersikap seperti apa kepadanya jika ada Benny disampingnya.

“Naomi,”

“Naomi!” panggil sang ayah dengan nada yang sedikit ia naikkan,

“Eh iya, yah… ada apa yah?” ujar gadis itu dengan sedikit keterkejutannya terhadap panggilan tersebut.

“Kamu udah periksa email kamu?” ujar sang ayah yang digelengkan oleh gadis itu,

“Belum yah…” ujarnya sembari melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 5 sore.

“Periksa sekarang… ayah penasaran…” ujarnya yang membuat gadis itu sedikit melirik kepada beberapa pemuda yang tadinya ia tolak untuk diberikan nomor ponselnya. Mereka semua masih makan sembari bersenda gurau, membuat gadis itu mendekati sang ayah dengan berbisik,

“Nanti saja, yah… masih ada mereka. Entar ketahuan kalau Naomi bohong soal hape Naomi,” ujarnya yang diangguk mengerti oleh Benny.

Setelah sekian lama mereka berdiri, akhirnya mereka mendapat kesempatan untuk duduk dan beristirahat sejenak. Mereka menunggu pelanggan mereka untuk makan dan mengembalikan piring mereka sebelum mereka memutuskan untuk pulang,

Dan sudah jam 6 sore. Semua orang perlahan sudah pada pulang. Dan disaat itulah keduanya bersiap-siap untuk pulang. Naomi juga mencuci semua gelas dan mangkuk sebelum keduanya memutuskan untuk pulang.

Dengan segera, Naomi mendorong gerobak tersebut untuk menuju rumah mereka. Sepanjang jalan, dirinya dan sang ayah saling berbincang mengenai perandaian mereka jika gadis itu benar-benar diterima di Lewis Studio.

Tidak terasa, keduanya akhirnya sampai ke rumah mereka dan gadis itu buru-buru meletakkan semua perkakas ke dapur tanpa mencucinya terlebih dahulu. Ia buru-buru masuk ke dalam kamarnya dan membuka ponselnya setelah sekian lama ia menahan dirinya untuk tidak bermain hape.

Dengan mata yang sedikit ia tutup, ia membuka emailnya dengan perlahan. Ketika ia mulai membuka matanya dengan jelas, rasa kecewa tercetak di raut wajahnya ketika ia belum mendapatkan satu pesan apapun dari Lewis Studio. Gadis itu menunduk, sepertinya dirinya tidak diterima.

Ia meletakkan mengambil charger untuk mengisi daya baterainya yang sudah sekarat. Gadis itu menghela nafasnya dan meninggalkan ponselnya yang sedang mengisi daya.

Sepertinya harapannya untuk masuk Lewis Studio tidak terkabul.

Gadis itu pada akhirnya bertolak untuk keluar dari kamarnya dan berjalan menuju dapur untuk ia mencuci wadah dan perkakas lainnya yang digunakan untuk berjualan tadi. Gadis itu menahan kesedihannya dan air matanya yang jatuh karena harapannya yang sudah pupus. Gadis itu berkali-kali menyeka air matanya menggunakan punggung tangannya,

“Hah… hari yang kurang menyenangkan,” ujarnya,

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status