Author’s POV
Naomi selalu merapalkan perkataan itu untuk menenangkan dirinya. Pria itu seharusnya tidak mengetahui jika gadis itu tinggal disini, karena ia sudah beberapa kali pindah-pindah rumah karena dikejar oleh hutang-hutang.
Baru saja dia bernafas lega, tiba-tiba ponselnya kembali berdering dan kembali ia bergidik ngeri dengan ponselnya sendiri. Ia berusaha untuk menahan dirinya untuk tidak memegang ponsel tersebut, hingga panggilan tersebut mati sendiri.
Setelah melihat panggilan itu sudah terputus, gadis itu perlahan mendekati ponselnya dan mengambilnya untuk melihat siapa gerangan yang meneleponnya lagi. Dan tanpa ia sangka, nomor tersebut bukanlah nomor yang sebelumnya meneleponnya.
Lebih tepatnya, yang saat ini memanggilnya adalah orang yang berbeda.
Karena ia kembali penasaran dengan nomor tersebut. Dengan jantung yang berdetak gila-gilaan, ia kembali menelepon nomor tersebut. Ia menunggu nomor tersebut mengangkat
Author’s POVSebelum ia benar-benar menelepon Seira, gadis itu memilih untuk mandi terlebih dahulu karena ia sangat gerah dan sedari tadi ia banyak sekali keringat. Walaupun ia penasaran dengan apa yang akan menjadi pembicaraannya dengan Seira, ia memilih untuk tidak terburu-buru menanyakan itu kepada Seira,Naomi menikmati kesegaran yang baru saja ia dapatkan setelah ia mandi. Ia mengusap rambutnya menggunakan handuk sebelum ia menggantung handuk tersebut di lemari. Matanya tertuju kepada ponselnya yang sebelumnya ia letak di meja. Tangannya mulai meraih ponselnya dan setelah ponsel itu ada di tangannya, ia mencari kontak Seira untuk ia panggil.Ia mengambil tempatnya untuk duduk di ranjangnya sebelum dia memencet tombol dial untuk memanggil Seira. Dan tidak lama kemudian, Seira pun mengangkat teleponnya,“Halo kak, aku udah di rumah nih…” kata gadis itu sembari ia membaringkan tubuhnya dengan ponsel yan
Author’s POVSeperti biasa, Naomi bangun jam 5 pagi dan mulai membantu sang ayah untuk menyiapkan bahan dagangan mereka. Sementara ia membantu sang ayah, Benny malah berharap anak sematang wayangnya untuk kembali beristirahat karena ia tahu kemarin gadis itu mengerjakan pekerjaannya sampai larut malam.Namun, seperti biasa, gadis itu menolak dan tetap kekeuh untuk membantu sang ayah dalam membuat dagangan mereka. Gadis itu merenggangkan tubuhnya setelah ia selesai membuat semua bakso untuk jualan sang ayah. Ia melirik jam dinding yang terletak di tidak jauh dari penglihatannya dan jam tersebut menunjukkan pukul setengah 7 pagi.“Udah, tinggalkan saja. Biar ayah yang urus selanjutnya,” ujar Benny yang diangguki oleh Naomi. Naomi bangkit berdiri dan berjalan menuju kamarnya untuk ia mengambil handuk dan mandi. Gadis itu tidak bisa menyembunyikan kesenangannya. Sembari dia mengusap tubuhnya, sembari juga ia bersenandung.Di
Author’s POVGadis itu terdiam, bahkan ketika pria itu bangkit dari kursi kebesarannya, ia juga masih diam di tempatnya. Inikah yang dimaksudkan dengan bertemu kembali yang pernah pria itu katakan kepadanya?Naomi tidak mengerti, mengapa ia harus berurusan dengan pria itu lagi? Apakah yang menjadi dosanya hingga ia harus meladeni pria yang sudah menghancurkannya hingga berkeping-keping. Dan sekarang pria itu datang kembali dengan janji manis yang tidak lagi bisa ia percayai.Kali ini, pria itu menjadi atasannya. Yang mana, sudah pasti pria itu akan menggunakan wewenangnya untuk mengatur dirinya sesukanya. Gadis itu memejamkan matanya, menahan segala perasaan yang ingin mencuat keluar dari dirinya.Mata gadis itu mengekori pria itu yang mulai bangkit dari kursinya dan berjalan mendekat kepada gadis itu. Alex menatapnya dalam dengan senyuman miring miliknya seakan dirinyalah yang saat ini berkuasa atas gadis itu. Ia m
Author’s POVNaomi membalikkan tubuhnya dan berencana untuk meninggalkan pria itu sendiri. Namun, sebelum ia benar-benar meninggalkan ruangan megah tersebut, pria itu membius gadis itu dengan memanggil namanya. Naomi tidak mengerti, dipanggil seperti ini bukanlah hal yang pertama kalinya. Namun kali ini, pria itu seakan memiliki kekuatan untuk mempengaruhi dan mendominasi siapapun yang ia targetkan.“Tetap disini,” perintahnya membuat gadis itu terdiam. Tanpa gadis itu ketahui, pria itu berjalan mendekati gadis itu yang hampir saja membuka pintu megahnya. Dan ketika gadis itu berbalik, ia sudah menemukan pria itu yang mengunci dirinya dengan kedua tangan yang ia tempelkan di pintu.Gadis itu tidak memiliki jalan lain untuk ia bisa meloloskan dirinya dari pria itu. Bahkan ia juga tidak bisa memalingkan tatapannya karena pria itu mencondongkan dirinya kepada gadis itu dengan lekat. Naomi menelan ludahnya, dilihat dari sisi manapu
Author’s POVNaomi melihat sekelilingnya yang sangat sepi dan tidak ada sesiapapun di tempat VIP ini selain dirinya dan Alex yang sedang menikmati makan siang mereka. Tempat ini pastilah mahal, dan memang seharusnya tidak mengherankan lagi untuk pria itu makan di tempat ini mengingat ia adalah seorang yang kaya berat.Gadis itu tidak menyangka jika pria itu juga mempertimbangkan sarannya untuk tidak makan di tempat yang ramai karena ia tidak ingin ada yang mengenalnya. Awalnya ia sempat mencebik kesal karena Alex membawanya ke restoran yang ramai, namun kekesalannya tidak bertahan lama karena pria itu membawanya ke ruang VIP untuk menjauhi keramaian.Sembari ia memotong steaknya, ia melirik pria itu yang sedang makan sembari melihat ponselnya. Pria itu terlihat sangat sibuk.“Makanlah, letakkan ponselmu dulu,” ujar gadis itu yang langsung dilakukan oleh pria itu,“Ah iya…” ujarnya sembari kembal
Author’s POVNaomi tengah serius melanjutkan model yang sempat tertunda ia kerjakan karena waktu makan siang. Gadis itu dengan teliti mengerjakan setiap detail dari dungeon tersebut. Walaupun hari ini bukanlah deadline untuk mengerjakan dungeon itu dengan tuntas, namun gadis itu mengerjakannya jor-joran. Ia ingin menyelesaikan pekerjaannya tersebut sebelum deadline.Karena ia terlalu serius, ia tidak menyadari jika Adrian tengah berada di belakangnya, mengamati kelihaian gadis itu dalam mengerjakan pekerjaannya, seakan pekerjaan itu sudah menjadi makanannya setiap harinya.“Sudah berapa persen?” tanya Adrian membuat gadis itu tersentak. Ia membalikkan dirinya menatap Adrian yang nyengir kepadanya, sebagai pertanda ia tidak sengaja mengagetkan gadis itu seperti yang sudah ia lakukan.“Sudah 70 persen, kak,”“Adrian, without kak,” ujar pria itu yang diangguki mengerti oleh Naomi. Seb
Author’s POVBaru saja gadis itu hendak membuka mulutnya, berniat untuk mengatakan jika ia akan menyusul mereka, tiba-tiba Alex masuk ke dalam ruangan, membuat siapapun termasuk Naomi terdiam di tempat. Keenamnya memberikan membungkukkan diri mereka sebagai bentuk hormat mereka kepada sang CEO.“Kamu masih disini?” ujar pria itu dengan akrab kepada Naomi, sehingga yang lain matanya tertuju kepada Naomi yang tampak mati kutu di tempat. Naomi menelan ludahnya ketika ia menjadi pusat perhatian kelima rekannya,“I-iya pak,” ujarnya tanpa menatap balik pria itu yang masih menatapnya dengan sungguh,“Bukankah aku sudah bilang untuk ke ruanganku sepulang kerja?” ujarnya lagi, membuat gadis itu semakin ciut. Ia penasaran apa yang menjadi isi pikiran rekan-rekannya setelah mereka melihat interaksi dirinya dengan pria yang mereka kenal sebagai CEO itu,“Ma-af pak, saya akan segera ke ruangan ba
Author’s POV"Bisakah kau berhenti memegang tanganku disaat kita ada di lingkungan kerja?" ujar gadis itu, memecah keheningan yang sedari tadi terjadi sepanjang perjalanan mereka"Memangnya kenapa?"Gadis itu menatap pria itu dengan tidak percaya dan menghela nafas malas, "Aku penasaran dimana letak otakmu. Apa itu di dengkul?" sarkas gadis itu yang membuat pria itu terkekeh. Mendengar kekehannya tersebut, membuat gadis itu memutar bola matanya dengan malas,Lagi lagi pria itu tidak menggunakan akal sehatnya.“Mendengar kekehannya itu membuatku kesal,” "Aku sedang tidak memujimu loh," ujarnya sembari melipat tangannya,"Aku tahu," ujarnya, tanpa mengalihkan tatapannya kepada gadis itu."Kita bahkan tidak memiliki hubungan apapun,"“Jadi berhentilah membuat orang salah paham dengan kita,” lanjutnya lagi sambil memiringkan kepalanya,Pria itu tersenyum, "Kalau b