Author’s POV
Gadis itu terdiam, bahkan ketika pria itu bangkit dari kursi kebesarannya, ia juga masih diam di tempatnya. Inikah yang dimaksudkan dengan bertemu kembali yang pernah pria itu katakan kepadanya?
Naomi tidak mengerti, mengapa ia harus berurusan dengan pria itu lagi? Apakah yang menjadi dosanya hingga ia harus meladeni pria yang sudah menghancurkannya hingga berkeping-keping. Dan sekarang pria itu datang kembali dengan janji manis yang tidak lagi bisa ia percayai.
Kali ini, pria itu menjadi atasannya. Yang mana, sudah pasti pria itu akan menggunakan wewenangnya untuk mengatur dirinya sesukanya. Gadis itu memejamkan matanya, menahan segala perasaan yang ingin mencuat keluar dari dirinya.
Mata gadis itu mengekori pria itu yang mulai bangkit dari kursinya dan berjalan mendekat kepada gadis itu. Alex menatapnya dalam dengan senyuman miring miliknya seakan dirinyalah yang saat ini berkuasa atas gadis itu. Ia m
Author’s POVNaomi membalikkan tubuhnya dan berencana untuk meninggalkan pria itu sendiri. Namun, sebelum ia benar-benar meninggalkan ruangan megah tersebut, pria itu membius gadis itu dengan memanggil namanya. Naomi tidak mengerti, dipanggil seperti ini bukanlah hal yang pertama kalinya. Namun kali ini, pria itu seakan memiliki kekuatan untuk mempengaruhi dan mendominasi siapapun yang ia targetkan.“Tetap disini,” perintahnya membuat gadis itu terdiam. Tanpa gadis itu ketahui, pria itu berjalan mendekati gadis itu yang hampir saja membuka pintu megahnya. Dan ketika gadis itu berbalik, ia sudah menemukan pria itu yang mengunci dirinya dengan kedua tangan yang ia tempelkan di pintu.Gadis itu tidak memiliki jalan lain untuk ia bisa meloloskan dirinya dari pria itu. Bahkan ia juga tidak bisa memalingkan tatapannya karena pria itu mencondongkan dirinya kepada gadis itu dengan lekat. Naomi menelan ludahnya, dilihat dari sisi manapu
Author’s POVNaomi melihat sekelilingnya yang sangat sepi dan tidak ada sesiapapun di tempat VIP ini selain dirinya dan Alex yang sedang menikmati makan siang mereka. Tempat ini pastilah mahal, dan memang seharusnya tidak mengherankan lagi untuk pria itu makan di tempat ini mengingat ia adalah seorang yang kaya berat.Gadis itu tidak menyangka jika pria itu juga mempertimbangkan sarannya untuk tidak makan di tempat yang ramai karena ia tidak ingin ada yang mengenalnya. Awalnya ia sempat mencebik kesal karena Alex membawanya ke restoran yang ramai, namun kekesalannya tidak bertahan lama karena pria itu membawanya ke ruang VIP untuk menjauhi keramaian.Sembari ia memotong steaknya, ia melirik pria itu yang sedang makan sembari melihat ponselnya. Pria itu terlihat sangat sibuk.“Makanlah, letakkan ponselmu dulu,” ujar gadis itu yang langsung dilakukan oleh pria itu,“Ah iya…” ujarnya sembari kembal
Author’s POVNaomi tengah serius melanjutkan model yang sempat tertunda ia kerjakan karena waktu makan siang. Gadis itu dengan teliti mengerjakan setiap detail dari dungeon tersebut. Walaupun hari ini bukanlah deadline untuk mengerjakan dungeon itu dengan tuntas, namun gadis itu mengerjakannya jor-joran. Ia ingin menyelesaikan pekerjaannya tersebut sebelum deadline.Karena ia terlalu serius, ia tidak menyadari jika Adrian tengah berada di belakangnya, mengamati kelihaian gadis itu dalam mengerjakan pekerjaannya, seakan pekerjaan itu sudah menjadi makanannya setiap harinya.“Sudah berapa persen?” tanya Adrian membuat gadis itu tersentak. Ia membalikkan dirinya menatap Adrian yang nyengir kepadanya, sebagai pertanda ia tidak sengaja mengagetkan gadis itu seperti yang sudah ia lakukan.“Sudah 70 persen, kak,”“Adrian, without kak,” ujar pria itu yang diangguki mengerti oleh Naomi. Seb
Author’s POVBaru saja gadis itu hendak membuka mulutnya, berniat untuk mengatakan jika ia akan menyusul mereka, tiba-tiba Alex masuk ke dalam ruangan, membuat siapapun termasuk Naomi terdiam di tempat. Keenamnya memberikan membungkukkan diri mereka sebagai bentuk hormat mereka kepada sang CEO.“Kamu masih disini?” ujar pria itu dengan akrab kepada Naomi, sehingga yang lain matanya tertuju kepada Naomi yang tampak mati kutu di tempat. Naomi menelan ludahnya ketika ia menjadi pusat perhatian kelima rekannya,“I-iya pak,” ujarnya tanpa menatap balik pria itu yang masih menatapnya dengan sungguh,“Bukankah aku sudah bilang untuk ke ruanganku sepulang kerja?” ujarnya lagi, membuat gadis itu semakin ciut. Ia penasaran apa yang menjadi isi pikiran rekan-rekannya setelah mereka melihat interaksi dirinya dengan pria yang mereka kenal sebagai CEO itu,“Ma-af pak, saya akan segera ke ruangan ba
Author’s POV"Bisakah kau berhenti memegang tanganku disaat kita ada di lingkungan kerja?" ujar gadis itu, memecah keheningan yang sedari tadi terjadi sepanjang perjalanan mereka"Memangnya kenapa?"Gadis itu menatap pria itu dengan tidak percaya dan menghela nafas malas, "Aku penasaran dimana letak otakmu. Apa itu di dengkul?" sarkas gadis itu yang membuat pria itu terkekeh. Mendengar kekehannya tersebut, membuat gadis itu memutar bola matanya dengan malas,Lagi lagi pria itu tidak menggunakan akal sehatnya.“Mendengar kekehannya itu membuatku kesal,” "Aku sedang tidak memujimu loh," ujarnya sembari melipat tangannya,"Aku tahu," ujarnya, tanpa mengalihkan tatapannya kepada gadis itu."Kita bahkan tidak memiliki hubungan apapun,"“Jadi berhentilah membuat orang salah paham dengan kita,” lanjutnya lagi sambil memiringkan kepalanya,Pria itu tersenyum, "Kalau b
Author’s POV“Apa boleh aku ikut bernyanyi?” tanya Alex yang mengundang tolehan dari gadis itu dan semua orang yang ada di ruangan. Semuanya langsung mengangguk dan Naomi pun memberikan mic tersebut kepada Alex.“Mau lagu apa pak?” tanya Adrian kepadanya,“Alex, panggil saja aku Alex…” ujar Alex yang diangguki kaku oleh semua orang,“Baik pak, eh Alex… Mau lagu apa?”“Main Hati, Andra and the Backbone,” ujar pria itu yang diangguki oleh Adrian. Naomi tidak bisa melepaskan pandangannya terhadap pria itu yang hendak menyanyikan lagu itu. Ingatannya kembali melayang dimana ia dan pria itu menghabiskan waktu mereka di karaoke sehabis mereka pulang sekolah.Saat itu pria itu juga memilih lagu tersebut untuk ia nyanyikan. Naomi bisa merasakan kesenangan yang pernah ia rasakan ketika pria itu menyanyikan lagu itu untuknya. Ia masih ingat rasanya mencint
Author’s POVGadis itu masih melirik Alex yang masih mengetatkan rahangnya dengan kesal. Ia membenci suasana panas seperti ini. Alex yang marah-marah tidak jelas dan dirinya yang ikut terpancing oleh amarahnya. Ia hanya tidak bisa membayangkan akan jadi apa hari esok jika pria itu terus marah kepadanya.Maka dari itu, ia memutuskan untuk meredakan amarahnya sendiri dulu sebelum dia mulai menenangkan Alex yang masih terbakar amarah,“Kau masih marah?” ujar gadis itu setelah sekian lama keduanya hening. Pria itu tidak menjawab apapun, ia hanya fokus kepada apa yang ada di depannya, bukan gadis itu yang sedang mengajaknya untuk berbicara,“Kau mengabaikanku?” ujar gadis itu yang masih belum mendapat respon apapun dari Alex.“Felix itu sudah berkeluarga… ayahku sudah menganggapnya sebagai anaknya sendiri. Jika aku memintanya untuk tinggal di hotel, hal itu hanya akan membuat ayahku kecewa meng
Author’s POVNaomi mengeringkan rambutnya menggunakan handuk sembari bersenandung dengan indah. Ia menghentikan aktivitasnya ketika ia mendapat panggilan dari ponselnya. Ia melihat sekilas siapa yang meneleponnya dan dia langsung mengangkatnya. Walaupun itu adalah nomor yang tidak di kenal, namun ia seakan tidak asing dengan nomor tersebut,“Halo? Siapa ya?” tanya gadis itu, membuat pria yang meneleponnya itu sedikit kecewa,“Kamu tidak menyimpan nomorku?” ujar Alex, membuat gadis itu melepaskan sejenak ponselnya dan melihat akhir dari nomor itu,“Pantesan rasanya gak asing,” batin gadis itu,“Ada apa?” tanya gadis itu tanpa basa-basi,“Kamu tidak berniat menanyakan keadaanku?” ujar pria itu lagi, membuat gadis itu memutar bola matanya dengan malas.“Kenapa kau ingin sekali kutanya-tanya seperti itu?” ujarnya denga