Suara musik memecah gendang telinga. Pandangan mata terbatas akibat minimnya cahaya. Dua gadis cantik terlihat santai sambil menikmati Wine merah dengan permentasi sempurna yang berasal dari negeri Mode itu.
"Tambah lagi, Ra?" Suara tinggi sopran minor nyaris bersahutan dengan bising musik memekik keramaian malam yang sempurna. Mona bergoyang seirama dengan ketukan nada sambil memegang gelas.
"Gue udah nggak kuat," sahut Naura, yang mulai merasakan kepalanya pusing. Padahal dia baru saja meneguk setengah gelas.
Akhir-akhir ini Naura memang sedang mengurangi alkohol. Dia bahkan berniat untuk meninggalkan barang haram itu dan nggak ingin lagi menyentuhnya.
"Ah payah! Baru juga setengah botol. Tumbenan amat."
Tidak puas karena penolakan lewat mulut, Mona meraih botol yang nganggur di atas meja lalu menuangkanya di gelas Naura.
"Nggak ah. Kepala gue udah pusing," tolak Naura, saat perempuan berambut ikal itu menyodorkan gelas dan nyaris menumpahkannya di wajah Naura.
"Ya elah, baru segini doang. Ayo lah, sebentar lagi bos dateng," desaknya.
"Bos? Bos siapa?" Dahi Naura mengekerut. Yang ada di benaknya adalah sosok gendut berambut tipis dengan poni lurus ke depan. Siapa lagi kalau bukan si kang Jepp. Begitulah julukan kepada si pemilik perusahaan tempat Naura bekerja.
Laki-laki se-usia papanya yang selalu genit dengan karyawan perempuan. Sudah bukan rahasia umum kalau pria separuh baya itu tukang kawin. Dan sebelumnya, beredar kabar kalau dia baru saja menikahi istri ke tiga yang merupakan sekretaris pribadinya.
Awal diceritakan, Naura langsung nelen ludah. Nggak ngebayangin kalau setiap hari harus melayani dia. Sialnya, kerjaan Naura harus mempertemukan dirinya dengan kang Jepp. Karena Naura harus mengirim berkas-berkas ke meja yang mempunyai nama lengkap Jack Marc Sailendra itu, alias kang Jepp untuk meminta tanda-tangannya.
Naura baru satu minggu bekerja di perusahaan Galeery Global Advertising sebagai disain kreator. Yang sebelumnya dia bekerja di perusahaan Digital Advertising, yang masih berada dalam bidang yang sama. Hanya saja dia harus memutuskan berhenti lantaran putus cinta.
Memang harus. Karena pemilik perusahaan itu adalah laki-laki tampan yang sekarang sudah menjadi mantan pacar lantaran ketauan selingkuh sama sahabat dekat Naura sendiri. Menjijikan bukan? Kayak nggak ada perempuan lain aja sampai temen sendiri disikat, dumelnya.
"Gila! gue cabut sekarang." Tangan Naura cepat mengambil tas tangan miliknya yang tergeletak di sofa.
"Weits, mau kemana?" cegah Mona. Cepat sekali tangannya menyambar bahu Naura, sehingga membuat tubuh Naura membelok seratus delapan puluh derajat. "Easy sayang. Malam masih panjang kan."
"Mon, gue kebelet. Bentar ya." Naura mencoba mengakali teman seruangannya itu. Dan gadis yang terkenal bawel itu juga nggak kalah pintar. Dia punya cara untuk memastikan kalau Naura nggak akan membodohinya. "Tas lu. Siniin," pintanya.
"Tas, tas gue untuk apa?"
"Lu cuma mau ke toilet kan? Ngapain bawa tas."
Dan sekarang giliran Naura yang kehabisan akal. Nggak ada pilihan selain diam, duduk manis dengan wajah masam. "Iya. Gue nggak kemana-mana," pasrahnya.
"Gitu dong. Katanya mau ngelupain Vino," ledek Mona. Dia mencubit genit pipi Naura yang sudah berubah merah warnanya.
Naura pasrah. Dia tahu betul apa yang terjadi selanjutnya setelah ini. Laki-laki maniak itu sudah lama mengincar dia. Sejak kaki Naura baru pertama kali menginjak lantai Galeery Advertising. Sisipan mata keranjang milik si tua bangka udah mengedar dari ujung kaki dan berhenti tepat di dua gundukan besar milik Naura yang menggelantung di dada. Untung aja Naura masih menahan emosinya kala itu, sebelum dia tahu kalau ternyata pria yang nyaris dia tampar adalah si pemilik perusahaan.
"Mau kemana lagi?" tahan Mona.
"Gue benaran mau ke toilet," sahutnya sinis. "Ini." Naura memberikan tas miliknya ke tangan Mona. "Lu pegang tas gue. Jagain baik-baik jangan sampe ilang, ngerti!"
Mona tergelak. "Jangan lama-lama."
"Rese banget si Mona. Kalau bukan temen udah gue runyam-runyam mukanya. Ngapain ngundang si tua bangka itu ke sini." Sepanjang melangkah dia terus ngedumel. Dengan ekpresi kesal sambil meremas-remas tangan seperti mengeringkan baju yang basah selepas dicuci. Dan begitu sampai di depan pintu toilet, jalannya terhalangi dengan tubuh pria yang menutupi jalan.
"Mas misi," ucapnya. Pria itu masih belum menghiraukan.
"Mas, permisi. Saya mau lewat," suaranya sudah sedikit meninggi. Naura sudah mulai geram lantaran terbawa emosi dengan Mona.
Sama sekali pria itu tidak bergerak. Sehingga memancing singa betina meraung. "Mas! Minggir! Gue mau lewat!" ucap Naura yang sudah tak beraturan lagi nadanya, sambil menabrakan dirinya ke bahu pria itu. Rupanya, si pria juga sedang mengantri untuk masuk ke dalam toilet. Dan pantas saja dia tidak mendengar suara Naura yang sudah melengking, lantaran dia menggunakan headset.
"Apa mbak nggak ngerti budaya antri?" ujarnya, masih dengan nada biasa. Namun sorot mata pria itu begitu tajam. Rupanya juga menawan. Naura sampai terkagum sejenak. Hingga dia sadar kalau harga dirinya sedang dipertaruhkan.
Naura juga tau kalau di balik pintu ini masih ada pengguna lantaran pintunya masih tertutup. Dan pria itu berdiri persis di depannya. Tapi nggak wajar kalau laki-laki ikut mengantri di toilet cewek. Udah kayak bodyguard aja!
"Ini toilet perempuan!" Naura ngegas. Namun dia lupa kalau di Exotic Club, toiletnya bisa digunakan semua gender. Naura memang baru pertama kali ke sini. Karena sebelumnya dia nggak pernah masuk ke tempat yang nggak ada lampu dan bising kayak gini. Paling jauh dia hanya nongkrong di kafe yang ada live musiknya. Menikmati Milkshake vanila dengan cemilan kentang goreng.
Bahkan dia baru kenal alkohol semenjak putus dari Vino dua bulan yang lalu. Sebelumnya, Naura hanyalah penggemar jus, milkshake dan susu.
Pandangan pemuda itu mendorong Naura untuk mengikuti pergerakan arahnya. Sontak Naura malu ketika melihat kalau di atas pintu toilet tertulis UNISEX alias bisa dipake laki-laki dan perempuan.
Anjay! malu banget gue! batinnya.
Bukan Naura namanya kalau nggak bisa membalikkan keadaan. Dia masih aja nggak terima kalau disalahkan. Apalagi kalau mengakui orang lain lebih unggul darinya, dia nggak akan sudi.
"Ya tapi ngalah dong sama perempuan. Situ kan cowok," ujar Naura sinis.
Pemuda itu geleng-geleng kepala. Dan kemudian, bola matanya memutar, seperti sedang mencari sesuatu. "Zack." Suaranya begitu lantang. Dan gegas saja laki-laki berseragam yang merupakan pegawai The Exotic Club itu menghampiri pemuda yang memanggilnya.
"Iya pak," sahutnya, setelah berada di sebelah Naura.
"Usir perempuan sinting ini!" perintahnya. Naura mendelik. Dia nanar mendengar suara bariton yang encer kayak bubur.
"Eh sembarangan lo! lo pikir lo siapa ngusir-ngusir gue?" bentak Naura. Sampai kedua bola mata terbelalak lebar seperti mau lepas.
"Baik pak."
"Mbak silakan pergi dari sini!" usirnya dengan kasar.
"Wah gila lu! Gue laporin sama bos lu, lho. Kalau lu udah berani ngusir pelanggannya," ancam Naura.
"Maaf mbak. Silakan pergi dari sini." Niko, nama dari pegawai yang sudah memegang lengan Naura sudah memberikan peringatan ke dua.
"Jangan kurang ajar ya!" Naura menghunuskan jari telunjuk ke wajah Niko sambil menatapnya tajam.
Dan tiba-tiba saja kejadian jadi ramai. Dua petugas bar datang.
"Mbak! Mau angkat kaki atau kami seret?" seru si kumis tebal berbadan gelap namun kekar. Naura yang hanya sendiri sudah mulai gemetar lantaran dikelilingi oleh empat laki-laki di depan pintu toilet.
Wajah murka menatap laki-laki tampan yang bermasalah dengannya, sebelum Naura beranjak. "Awas lo ya!" kecam Naura. Namun hanya disahuti dengan senyuman tipis oleh pria itu.
Singkatnya, Naura sudah kembali ke meja Mona. Dengan perasaan kesal dia mengambil tas miliknya.
"Eh Ra. Lu mau kemana?" cegah Mona.
"Lo tanya sama aja sama mereka ini." Naura menunjuk dua petugas keamanan bar yang mendadak jadi pengawal Naura.
Mona tertatap bingung. "Ada apa dengan teman saya pak?" tanyanya.
"Teman anda sudah buat masalah dengan bos kami," sahut si kumis tebal.
"Hah bos? Cuma karena si rese itu ngasih lo duit yang nggak seberapa udah lo anggep bos? Berapa yang dia kasih? Biar gue doubelin dari yang dia kasih ke lo," celetuk Naura jengkel.
Kedua orang itu saling berpandangan lalu geleng-geleng kepala. "Dia nggak kasih kita uang. Tapi dia memang-."
"Tuan Sam," sapa Mona, begitu melihat laki-laki yang baru saja bertengkar dengan Naura di depan pintu toilet. Sontak Naura tercengang sampai ke ubun-ubun.
"Lo kenal sama dia?" tanya Naura sinis.
"Ya dia bos yang gue bilang. Dia yang bos yang punya tempat ini," sahut Mona.
Mendadak jantung Naura meredam.
What the hell? Naura membeku.
Dasar pria aneh! Tidak mau mengalah sama perempuan, gerutu Kimmy dalam hati.Kimmy memilih duduk di sofa lobby. Warna merah maroon dari tanktop yang dia kenakan, menjadi perhatian para laki-laki yang ada di sekitaran. Kimmy mulai merasa risih dengan tatapan nakal dari pria-pria itu.Kimmy melihat dari balik kaca kalau hujan pun belum reda. Justru semakin deras. Dan kemudian, matanya beralih ke arah pemuda yang bertengkar tadi denganya. Dia melihat pemuda itu sedang duduk di sofa tengah dekat televisi.Kimmy memperhatikan gaya dari pemuda itu yang bisa dikatakan elegan namun tidak kaku. Di mana laki-laki yang sudah membuat moodnya rusak sedang mengangkat satu kaki sambil membaca majalah. Membuat Kimmy semakin jengkel.Sudah seperti bos saja gayanya, batin Kimmy menggerutu.Bersamaan dengan itu, salah seorang laki-laki paruh baya mendekati Kimmy. Dari sikap dan tatapanya, Kimmy tau betul apa yang diinginkan pria tersebut. Pria hidu
TIIIN—TIIIN!Suara klakson mobil memecah di tengah derasnya hujan. Kimmy yang berjalan melipir di bahu jalan, seketika menahan langkahnya. Dia menyipitkan mata melihat ke arah mobil sedan yang menepi di dekatnya. Pemilik mobil itu membuka sedikit kaca jendela dari pintu sebelah kiri."Kimmy," panggilnya."Davina," ucap Kimmy. Lalu dia mendekati mobil milik sahabatnya itu dan masuk ke dalamnya."Aku baru menerima pesan kau, Kim. Kau kenapa? Kenapa hujan-hujanan seperti ini?"Kimmy mengusap wajahnya yang sudah penuh dengan air mata bercampur rintikan hujan. Rambut yang tadinya rapi, kini nampak berantakan. Penampilan Kimmy sudah sangat tidak karuan."Hari ini aku sial! Aku bertemu dengan cowok angkuh dan arogan. Aaaaach ... Pokoknya sial. Sial. Sial," jawab Kimmy. Dia mengumpat kesal."Kenapa kau melihatku seperti itu?" tanya Kimmy menatap heran sahabatnya. "Kau mau meledekku?""Kimmy
"Selamat pagi, Tuan Piero. Hari ini Tuan ada jadwal meeting dengan perusahaan Tuan Harits jam 10 pagi." Sasa—seketaris Piero, dia mengingatkan atasanya untuk rencana kerja hari ini sambil berjalan di belakang bosnya itu."Letakan itu di sana," perintah Piero kepada seorang pelayan yang membawakan setumpuk dokumen. Piero baru saja duduk di kursi kebesaranya.Piero Alexander, seorang laki-laki muda yang terbilang sukses di usianya yang baru menginjak 30 tahun karena memiliki banyak perusahan. Namun dia dikenal dengan pembawaanya yang super dingin, jarang senyum dan tidak banyak bicara, membuat karyawan-karyawannya segan.Wajahnya yang tampan sangat banyak digilai oleh para wanita. Tapi Piero tidak pernah ditemui dirinya berkencan atau bercumbu dengan gadis-gadis manapun. Kehidupanya yang misterius membuat banyak orang penasaran denganya."Ada yang bisa saya bantu lagi, Tuan?" tanya Sasa yang masih berdiri di depan meja kerja Piero sambil
Lebih dari tiga puluh menit sejak kedatangan Kimmy di kantor Aleandro, dia belum juga melihat pria tua itu masuk ke dalam ruangan ini. Kimmy mulai merasa bosan. Dia memutar-mutar pena dengan jari tanganya sambil menggoyang-goyangkan kaki.Bersamaan dengan itu, Kimmy membalikan tubuhnya bermaksud ingin melihat kegiatan orang-orang yang ada di kantor ini. Karena ruangan Aleandro hanya dibatasi oleh kaca yang transparan, jadi mata Kimmy dapat dengan bebas melihat sekitaran.Namun, tatapanya berhenti ketika dia melihat sepasang kaki dengan sepatu pantovel kulit berwarna hitam mengkilap berdiri tegak persis di belakangnya. Kimmy menaikan pandangnya hingga menyusuri sepanjang tubuh si pemilik kaki tersebut. Hingga pandanganya sampai ke dada lalu berakhir di wajah.Mata Kimmy nanar melihat seorang pemuda yang dibencinya hadir dihadapanya."Kau!" Kimmy menatap heran. Dia seperti melihat hantu di siang hari.Piero—pemuda yang membua
'Kim, si bos bilang kalau nanti malam kau akan menjamu tamu dari perusahan Oil and Gas PT. Deep Gasoline. Kau bilang, kau dipecat.'Pesan singkat dari Davina baru saja dibaca olehnya. Kimmy terpancing untuk duduk dari baringnya."PT Gasoline? Itu kan perusahaan milik Robert," gumam Kimmy.Dengan cepat dia membalas pesan singkat itu.'Dari mana kau tahu kalau PT Gasoline akan memesan seluruh kursi untuk malam ini?' [ Kimmy ]'Tuan Aleandro yang memberitahuku. Katanya dia sudah menghubungimu tapi kau tidak menjawabnya. Sebenarnya kau dipecat atau tidak?' [ Davina ]'Tuan Piero memintaku untuk bekerja kembali.' [ Kimmy ]'Tuan Piero? Aku tidak salah baca, kan? Bagaimana bisa laki-laki dingin itu meminta kau bekerja kembali? Atau jangan-jangan, kau sudah merayunya? [ Davina ]Wajah Kimmy berubah kesal karena membaca pesan dari Davina yang sudah menudingnya.'Jangan kau berpikir aku mau bekerja kemb
Jantung Kimmy mulai terasa kencang berdetak. Matanya tajam namun penuh dendam menatap pria yang merupakan ayah tirinya itu."My daughter. Kau keluar dari rumah demi bekerja di tempat ini? Sebagai wanita penghibur," cibir Robert, sambil tertawa meledek.Robert mendekati wajah Kimmy. "Berapa bayaranmu semalam. Seharusnya kau tidak perlu sampai pergi dari rumah jika hanya menginginkan uang yang tidak seberapa itu. Aku bisa memberikan jauh lebih banyak dari yang kau dapati di sini. Asal kau mau tidur denganku tiap malam. Mommymu sudah payah. Goyanganya tidak seenak dulu," bisik Robert di telinga Kimmy.Kimmy memerah matanya dan mengepal tanganya. Ucapan Robert membuat darahnya mendidih. Apalagi, laki-laki itu telah menghina Mommynya. Luka lama yang dilakukan Robert terhadap dirinya belum juga kering. Dan sekarang, laki-laki itu berulah lagi."Bagaimana? Kau mau menemaniku tidur malam ini?"PLAK! PLAK!Semua mata ter
Dag Dig Dug ...Jantung Kimmy mulai berdetak kuat. Di dalam tempat seperti ini, bisa siapa saja yang akan mendatanginya. Itu yang membuat Kimmy cemas.Kimmy berjalan dengan mengendap-endap. Prilakunya mirip seperti seseorang yang ingin mencuri. Kimmy mengintip dari lubang kecil yang ada di tengah-tengah daun pintu. Namun, dia tidak melihat siapa pun yang ada di luar sana.Kimmy membuang napasnya. Seketika bulu romanya bergidik. Berbagai macam hal melintas di dalam pikiranya. Dari yang berasal di dunia nyata sampai yang ghaib."Apa aku salah dengar?" Gumam Kimmy. Dan kemudian, dia beranjak kembali menuju ranjang.KNOK—KNOK."Oh Shit! Siapa sih!" Umpat Kimmy. Dan kemudian, dia kembali lagi ke arah pintu tersebut. Kimmy melakukan hal yang sama. Tapi kali ini, keberanianya sedikit muncul. Dia membuka pintu itu."AAAARRRGH!" Teriak Kimmy pecah. Ketika melihat seseorang dengan tubuh mungil namun berwajah d
Kimmy menantang balik tatapan Piero tanpa berkedip seteik pun. Hingga suara klakson mobil milik orang lain membuyarkan adegan itu. Mobil Piero berhenti di tangah jalan. Sehingga membuat sedikit kemacetan.KNOK—KNOK.Kaca mobil Piero diketuk oleh seseorang."Woy! Kalau mau pacaran jangan ditengah jalan!" Maki pria itu.Piero membuka pintu mobilnya. BRUAAAK! Dia menghajar pemuda itu hingga wajah dari pemuda itu menghantam body mobil. Piero melakukannya beberapa kali. Dan memancing orang lain ikut campur dalam keributan ini.Piero dikeroyok oleh beberapa pemuda yang merupakan teman dari laki-laki yang sudah dipukulnya hingga babak belur. Dan tidak ada satu pun yang berani memisahkan mereka. Walau ada beberapa orang yang menyaksikan ini. Namun, mereka hanya sekadar menonton saja.Kimmy keluar dari dalam mobil. "HENTIKAN! HENTIKAN!" pekik Kimmy merelai keributan itu. Dia menarik lengan tangan dari salah seorang pria