Jantung Kimmy mulai terasa kencang berdetak. Matanya tajam namun penuh dendam menatap pria yang merupakan ayah tirinya itu.
"My daughter. Kau keluar dari rumah demi bekerja di tempat ini? Sebagai wanita penghibur," cibir Robert, sambil tertawa meledek.
Robert mendekati wajah Kimmy. "Berapa bayaranmu semalam. Seharusnya kau tidak perlu sampai pergi dari rumah jika hanya menginginkan uang yang tidak seberapa itu. Aku bisa memberikan jauh lebih banyak dari yang kau dapati di sini. Asal kau mau tidur denganku tiap malam. Mommymu sudah payah. Goyanganya tidak seenak dulu," bisik Robert di telinga Kimmy.
Kimmy memerah matanya dan mengepal tanganya. Ucapan Robert membuat darahnya mendidih. Apalagi, laki-laki itu telah menghina Mommynya. Luka lama yang dilakukan Robert terhadap dirinya belum juga kering. Dan sekarang, laki-laki itu berulah lagi.
"Bagaimana? Kau mau menemaniku tidur malam ini?"
PLAK! PLAK!
Semua mata terkejut saat Kimmy mendaratkan tanganya di pipi Robert sebanyak dua kali.
Robert terlihat merintih sakit sambil memegang pipinya.
"KURANG AJAR!" sergahnya. Bersamaan dengan sebelah tanganya yang sudah melayang di udara.
Kimmy menutup matanya. Seakan dia pasrah untuk menerima tamparan balasan dari pria itu. Namun, setelah beberapa detik berlalu, pipinya belum merasakan sakit. Itu yang membuat Kimmy perlahan membuka matanya. Dan mendapatkan kalau ada seseorang yang menahan tangan Robert.
Kimmy menatap nanar, dia melihat untuk kedua kalinya Piero menyelamatkan dia dari sebuah tamparan keras laki-laki.
Kimmy melihat Piero yang menatap dingin ayah tirinya.
"Tuan Piero. Ada apa? Kenapa kau membela pegawai murahanmu ini," ujar Robert kesal. Dia pun terlihat kaget kalau yang menahan tanganya adalah pemilik club malam The Exotic.
Piero melepaskan tangan Robert setelah keadaan kembali kondusif.
"Kimmy! Apa yang kau lakukan! Cepat minta maaf kepada Tuan Robert!" Seru Aleandro dengan nada tinggi.
Kimmy terdiam. Dia hanya memandangi satu per satu laki-laki yang ada di hadapanya dengan wajah datar.
"Kau selalu saja membuat masalah! Cepat kau minta maaf kepada Tuan Robert!" Perintah Aleandro tegas. Wajahnya sudah semakin merah. Entah karena dia marah atau kebanyakan menenggak alkohol. Entahlah.
Tanpa banyak bicara, Piero menarik tangan Kimmy dan membawanya ke suatu tempat.
"Kau tunggu di sini!" Perintah Piero. Dia menyuruh Kimmy berdiam di ruangan kantor kecil yang berada di dalam club ini. Dan kemudian, Piero kembali ke dalam club meninggalkan Kimmy seorang diri.
Sampai saat ini pun, Kimmy belum sadar dengan apa yang terjadi. Yang dia tahu adalah dia kesulitan untuk mengatur napasnya agar tetap normal. Begitupun dahinya yang sudah mulai mengeluarkan bintik-bintik keringat kecil. Padahal ruangan di club atau di kantor kecil ini sangatlah dingin.
"Kenapa dia membelaku?" Gumam Kimmy.
Kimmy berada di ruangan ini cukup lama tanpa melakukan apa pun selain duduk dan meremas tanganya. Dia terpikirkan untuk meraih hp untuk menghubungi Davina. Namun sebelum dia sempat menekan nomer sahabatnya itu, seorang pegawai lain yang bekerja di club ini menegurnya.
"Kimmy, kau ditunggu Tuan Piero di luar," katanya. Dan kemudian, Kimmy beranjak keluar. Lalu menemui si pemilik club itu di dekat meja bartender.
Kimmy melihat jam di pergelangan tanganya. Waktu baru menunjukan pukul sepuluh malam. "Tapi kenapa club ini sudah sepi?" Gumam Kimmy heran ketika dia mengetahui orang-orang di dalam club ini sudah tidak ada. Padahal biasanya club ini akan tutup pada pukul lima pagi.
Kimmy mencari atasanya itu di dekat meja bartender seperti yang dikatakan Lauren baru saja. Namun, sudah empat kali matanya menyapu sekitaran meja bar dan juga kursi-kursi pelanggan, dia tidak melihat Piero.
"Apa dia sudah pulang?" Kimmy bertanya-tanya sendiri.
Kimmy hendak membalik tubuhnya dan menemui Lauren kembali yang berada di ruang kitchen. Namun, tanpa sengaja tubuhnya menabrak seorang pria yang tidak lain itu adalah Piero.
"Tuan," ucap Kimmy kaget.
Tanpa berkata apa pun, Piero menarik tangan Kimmy seakan seperti sedang menggiringnya.
"Kita mau kemana, Tuan?" Tanya Kimmy penasaran.
Piero tidak menjawabnya selain dia terus berjalan sambil menarik lengan Kimmy.
Piero mengajak Kimmy menuju mobilnya. Dan kemudian, dia membukakan pintu penumpang di bagian depan. Kimmy mengerti kalau Piero menyuruhnya untuk masuk ke dalam mobil.
Dengan perasaan yang bercampur aduk, Kimmy memilih untuk menuruti atasanya itu. Dari pada urusanya semakin panjang jika dia menolak.
Dalam perjalanan yang entah mau kemana, Kimmy tidak bicara sepatah kata pun. Begitu juga dengan Piero yang terlihat serius memegang setir kendali mobilnya.
Mau dibawa kemana aku? Batin Kimmy cemas.
Setelah beberapa menit kemudian, wajah Kimmy kembali pucat. Karena dia melihat mobil Piero masuk ke dalam sebuah hotel. Yang di mana itu adalah hotel miliknya. Dan mengingatkan Kimmy kembali pada saat pertemuan pertama dengan laki-laki ini.
Shit! Dia membawaku ke sini. Mau apa dia? Apa dia ... batin Kimmy khawatir.
Piero memarkirkan kendaraanya persis di depan lobby hotel. Dan menyerahkan kunci mobil kepada petugas Valley. Lalu, dia dan Kimmy masuk ke dalam lobby secara bersama.
Kimmy melihat Piero memanggil salah-satu pegawai hotel. Dengan cepat pria berseragam itu menghampiri Piero.
"Selamat malam, Tuan. Apa yang bisa saya bantu," ucap pegawai itu.
"Kau urus kamar untuk dia," jawab Piero singkat.
"Baik, Tuan," ucap pegawai itu. Lalu dia membawa Kimmy menuju kamarnya.
"Mari Nona. Ini kamar anda. Kalau butuh apa pun, Nona boleh minta bantuan saya. Saya bersedia membantu calon istri Tuan Piero," ucap pegawai itu dengan ramah.
Wajah Kimmy nanar. "Calon istri? Aku bukan calon istri dia. Kau salah paham," bantah Kimmy.
Kimmy melihat pegawai itu seperti kebingungan. "Bukan calon istri? Tapi aneh sekali. Tuan Piero tidak pernah membawa perempuan ke hotel ini. Atau Nona ini saudaranya? Adiknya? Atau-."
"Bukan," potong Kimmy cepat. "Saya bukan siapa-siapa dia," terang Kimmy dengan tegas.
Pegawai itu menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. "Ah sudahlah Nona. Saya hanya menuruti perintah Tuan saja. Selamat istirahat. Selamat malam." Pegawai itu pun berpamitan. Lalu dia keluar dari kamar Kimmy.
"Apa maksud dia mengirimku ke sini?" Gumam Kimmy bingung.
Kimmy merasa tubuhnya juga sudah lelah. Itu yang membuat dia malas untuk melarikan diri dari tempat ini. Lagi pula, Piero akan mencarinya. Karena dia masih terikat kontrak kerja-sama denganya.
Kimmy merebahkan tubuhnya di atas kasur. Pikiranya mengingat wajah Mommynya. Ingin rasanya dia mengeluarkan Mommynya dari rumah dan melepaskannya dari si pria brengsek itu. Tapi itu tidak mungkin. Robert punya kuasa yang kuat. Dia pasti tidak akan begitu saja membiarkan istrinya pergi. Apalagi ini menyangkut hutang papi Kimmy yang telah dibayar lunas olehnya.
"Aaarrrgh ... " keluh Kimmy.
Merasa penat, Kimmy mencari wine di dalam lemari es yang ada di kamar hotel ini.
"What! Cuma minuman dingin biasa. Hotel macam apa ini. Kualitasnya saja bintang lima. Tapi isi lemari esnya cuma hanya ada cola," gerutu Kimmy. Dan kemudian dia menutup pintu lemari es dengan sedikit keras karena perasaan kecewa.
"Sepertinya aku harus menghubungi Davina." Kimmy meraih hpnya dan mencari nomer sahabatnya itu. Dan bersamaan dengan itu, pintu kamarnya terdengar ada yang mengetuk.
"Siapa?" Tanya Kimmy dengan suaranya yang sedikit keras.
Dag Dig Dug ...Jantung Kimmy mulai berdetak kuat. Di dalam tempat seperti ini, bisa siapa saja yang akan mendatanginya. Itu yang membuat Kimmy cemas.Kimmy berjalan dengan mengendap-endap. Prilakunya mirip seperti seseorang yang ingin mencuri. Kimmy mengintip dari lubang kecil yang ada di tengah-tengah daun pintu. Namun, dia tidak melihat siapa pun yang ada di luar sana.Kimmy membuang napasnya. Seketika bulu romanya bergidik. Berbagai macam hal melintas di dalam pikiranya. Dari yang berasal di dunia nyata sampai yang ghaib."Apa aku salah dengar?" Gumam Kimmy. Dan kemudian, dia beranjak kembali menuju ranjang.KNOK—KNOK."Oh Shit! Siapa sih!" Umpat Kimmy. Dan kemudian, dia kembali lagi ke arah pintu tersebut. Kimmy melakukan hal yang sama. Tapi kali ini, keberanianya sedikit muncul. Dia membuka pintu itu."AAAARRRGH!" Teriak Kimmy pecah. Ketika melihat seseorang dengan tubuh mungil namun berwajah d
Kimmy menantang balik tatapan Piero tanpa berkedip seteik pun. Hingga suara klakson mobil milik orang lain membuyarkan adegan itu. Mobil Piero berhenti di tangah jalan. Sehingga membuat sedikit kemacetan.KNOK—KNOK.Kaca mobil Piero diketuk oleh seseorang."Woy! Kalau mau pacaran jangan ditengah jalan!" Maki pria itu.Piero membuka pintu mobilnya. BRUAAAK! Dia menghajar pemuda itu hingga wajah dari pemuda itu menghantam body mobil. Piero melakukannya beberapa kali. Dan memancing orang lain ikut campur dalam keributan ini.Piero dikeroyok oleh beberapa pemuda yang merupakan teman dari laki-laki yang sudah dipukulnya hingga babak belur. Dan tidak ada satu pun yang berani memisahkan mereka. Walau ada beberapa orang yang menyaksikan ini. Namun, mereka hanya sekadar menonton saja.Kimmy keluar dari dalam mobil. "HENTIKAN! HENTIKAN!" pekik Kimmy merelai keributan itu. Dia menarik lengan tangan dari salah seorang pria
"Bagaimana Dok? Apa operasinya berhasil?"Dokter Diego melepas masker yang menutupi sebagian wajahnya. Kemudian dia tersenyum."Tuan Piero masih beruntung. Kami berhasil menyelamatkanya," jawab dokter Diego dengan wajah bahagia. Berita itu membuat Kimmy membuang napas. Seakan semua kegelisahan dalam dirinya keluar bersama hembusan udara dari mulutnya."Tapi pasien belum bisa dikunjungi. Keadaanya masih lemah," sambungnya dokter Diego menjelaskan."Tidak apa-apa,Dok. Terima kasih," ucap Kimmy."Kalau begitu, saya permisi, Nona," ucap Dokter Diego berpamitan. Dan kemudian dia pergi meninggalkan Kimmy.Bersamaan dengan itu, Kimmy melihat petugas medis melintas dan membawa tubuh seseorang di atas brankar. Cara yang sama saat Piero dipindahkan dari mobil ke ruang ICU. Namun, ada yang membuat matanya terpaku. Di mana Kimmy seperti mengenali siapa pasien itu."Mommy," gumamnya."Tunggu!" Kimmy b
"Nona, Kim. Anda ditunggu di meja administrasi." Seoramg suster memanggil Kimmy yang masih merunduk di kursi besi sambil menunggu hasil operasi Mommynya. Dengan langkah gontai, Kimmy berjalan sambil mengusap wajahnya yang penuh dengan bercak air mata."Silakan Nona, Kim. Ini rincian biaya untuk Tuan Piero. Karena nama Tuan Piero masuk ke dalam daftar tanggungan asuransi, maka Tuan Piero kami bebaskan dari pembiayaan. Tapi, untuk Nyonya Anna, pembiayaanya tidak ada tangguhan. Ini semua tercantum," terang Suster bagian administrasi menjelaskan sambil menyerahkan lembaran rincian biaya.Kimmy tercengang melihat angka yang tertera begitu banyak. "120 juta," gumamnya. "Apa ini harus dibayarkan sekaligus, Sus?""Benar Nona Kim. Kami tidak akan melakukan tindakan lanjutan jika Nona belum membayarkan paling tidak lima puluh persen. Dan sisanya bisa dibayarkan sebelum Nyonya Anna meninggalkan rumah sakit ini," jawab suster itu."Tapi apa Nyonya
Kimmy masih berada di dalam rumah sakit. Memikirkan cara bagaimana mendapatkan uang 120 juta dalam waktu satu hari. Atau nyawa Mommynya akan menjadi taruhanya.Kimmy berkeringat basah. Wajahnya yang cantik nampak lusuh seperti kurang darah. Jelas saja. Karena semalaman dia belum tidur. Dan juga polesan make up nya pun sudah luntur.Dia sudah mendapatkan pinjaman alat pengisi daya untuk baterai hp-nya. Sambil menunggu itu terisi penuh, dia mensortir satu per satu nomer-nomer pelanggan yang ada di dalam phone book. Ya, berharap ada salah-satu pelanggan yang mau memakai jasanya. Dan uang yang dia dapatkan bisa membayar biaya pengobatan Mommynya. Walaupun dia tahu, biaya itu sangatlah besar. Bahkan tidur dengan dua pria dalam satu hari saja belum bisa mencapai setengahnya.Seketika itu, terlintas di benaknya wajah seorang pria tua. "Papi ... Aku rindu," ucap Kimmy lirih. Mata Kimmy mulai berkaca-kaca.Sudah tiga jam Kimmy masih menunggu ka
Kimmy berjalan menunduk di sepanjang bahu jalan dekat rumah sakit tempat Mommynya dirawat. Hati dan pikiranya berkecamuk. Sudah ratusan tetes air matanya mengalir deras tanpa henti. Ingin rasanya dia mengakhiri hidupnya saja saat ini, itu yang terlintas di pikiranya. Dia menghentikan langkahnya dan menatap kosong ke arah seberang jalan."Sudah tidak ada gunanya aku hidup," gumam Kimmy. Dan kemudian, dia menggerakan kakinya untuk melangkah menyebrangi jalan tanpa menoleh ke kiri dan kanan.Kimmy mendengar suara mobil yang akan melintas dengan cepat dari arah sebelah kanan. Tapi itu tidak dihiraukanya. Melainkan dia terus berjalan.WWWWWWWWWEEEEENG!BRUAAAAK!Kimmy terjatuh di pinggiran jalan bersamaan dengan seseorang yang baru saja menarik lenganya. Tubuh Kimmy menindih pria itu. Tanpa sadar mereka pun saling bertatapan. Deru napas yang berhembus kasar seakan berlomba siapa yang paling kuat."Wanita bodoh! Apa yang ka
Kimmy sudah lebih dari 5 jam tertidur pulas di atas kursi. Dia masih berada di ruang rawat inap menemani Mommynya. Perlahan, dia membuka kedua kelopak mata dan menguceknya lembut. Kimmy menahan nguap kantuk dengan telapak tanganya.Kedua bola matanya dengan cepat mencari Anna. Wajahnya tersenyum ketika melihat Anna sudah semakin membaik. Walaupun masih terbaring di atas ranjang pasien dengan selang inpus yang masih terhubung di pergelangan tangan.Kimmy beranjak dari kursinya dan mendekat kepada Anna. "Mommy ... " ucap Kimmy, Anna tersenyum menatap putrinya."Mommy sudah sehat?" Kimmy menggenggam tangan Anna.Anna mengangguk sambil tersenyum. Wajahnya mulai terlihat segar kembali. Nampaknya, kondisi tubuh Anna sudah semakin pulih."Apa yang terjadi, Mom?" tany Kimmy, dia penasaran kenapa Mommynya bisa sampai berani keluar dari rumah.Kimmy melihat Anna membuang napas. "Malam itu dia pulang dalam keadaan mabuk. D
Kimmy merenung menatap langit yang gelap dari balik jendela kamar tempat Mommynya dirawat. Dia memperhatikan segumpal awan hitam yang bergerak secara perlahan dengan angin sebagai pendorongnya. Wajah lusuh karena kurang istirahat, nampaknya tidak membuat dia mengeluh. Tidak terasa, sudah tiga hari dia menemani Mommynya di dalam kamar rawat inap."Kau sedang apa, Kim?" tanya Anna, dia menegur putrinya yang seperti sedang memikirkan sesuatu."Mom, aku rindu papi," ucap Kimmy, dia menatap kosong dengan mata berkaca."Andai saja papi masih ada, mungkin keadaan kita tidak akan seperti ini, Mom," sambungnya, dia mengungkapkan isi hatinya yang sudah menangis pilu.Kimmy mendengar Anna membuang napasnya dengan kasar. "Mommy juga rindu dengan papimu, Kim. Tapi takdir sudah menentukan jalan hidup kita seperti ini. Kau harus kuat melewatinya, Kim," ujar Mommy Kimmy.Kimmy mulai meneteskan air mata ketika wajah papinya melintas di bena