Kimmy menantang balik tatapan Piero tanpa berkedip seteik pun. Hingga suara klakson mobil milik orang lain membuyarkan adegan itu. Mobil Piero berhenti di tangah jalan. Sehingga membuat sedikit kemacetan.
KNOK—KNOK.
Kaca mobil Piero diketuk oleh seseorang.
"Woy! Kalau mau pacaran jangan ditengah jalan!" Maki pria itu.
Piero membuka pintu mobilnya. BRUAAAK! Dia menghajar pemuda itu hingga wajah dari pemuda itu menghantam body mobil. Piero melakukannya beberapa kali. Dan memancing orang lain ikut campur dalam keributan ini.
Piero dikeroyok oleh beberapa pemuda yang merupakan teman dari laki-laki yang sudah dipukulnya hingga babak belur. Dan tidak ada satu pun yang berani memisahkan mereka. Walau ada beberapa orang yang menyaksikan ini. Namun, mereka hanya sekadar menonton saja.
Kimmy keluar dari dalam mobil. "HENTIKAN! HENTIKAN!" pekik Kimmy merelai keributan itu. Dia menarik lengan tangan dari salah seorang pria yang sedang memukul Piero. "HENTIKAN! seru Kimmy dengan nada tinggi. Kimmy melihat Piero tersungkur di atas aspal dengan wajah penuh darah.
Pria-pria itu menatap Kimmy dengan wajah marah. "Awas kau!" ancam salah seorang dari mereka sambil menunjuk jari ke arah Piero dan Kimmy. Lalu mereka membantu temanya yang sudah babak belur masuk ke dalam mobil.
Dan kemudian, Kimmy mencoba untuk membantu Piero berdiri. Namun, tanganya ditepis oleh Piero dengan kasar. "Aku bisa sendiri," ucapnya sambil memegangi hidung yang patah.
Kimmy mengerenyitkan dahi. "Dasar bodoh! Sudah begini masih tetap angkuh," gumamnya.
"Apa yang kau katakan!"
Kimmy memilih diam dan kembali masuk ke dalam mobil dari pada meladeni pria yang menurutnya keras kepala itu.
Dia melihat Piero berjalan sedikit gontai sambil memegang hidung—menuju mobilnya.
Kimmy melihat Piero gemetar pada saat memegang setir kemudi. Mungkin ada masalah dengan tanganya akibat perkelahian itu.
"Aku saja yang menyetir," kata Kimmy.
Piero tidak mempedulikan ucapan Kimmy. Dia tetap menjalani mobilnya. Setelah beberapa meter mobil itu berjalan, Piero nampak kesulitan untuk mengendalikan setir kemudi. Sehingga terasa sekali jalan mobil ini seperti limbung.
"Jangan dipaksa! Aku tidak mau mati konyol bersama kau!" Seru Kimmy tegas. "Hentikan mobilnya!"
Dengan cepat, Kimmy keluar dari dalam mobil setelah Piero menepikan kendaraanya di bahu jalan.
"Pindah! Biar aku saja yang menyetir," desak Kimmy setelah berdiri di pintu mobil dekat Piero.
Piero mendesis. Sepertinya tubuh Piero merasakan kesakitan yang dalam. Namun dia menahanya. Mungkin dia tidak mau menunjukan kelemahanya di depan Kimmy.
"Kau mau bergeser ke kursi itu dan membiarkan aku yang menyetir atau kau mau sampai pagi berada di sini?"
Piero nampaknya harus mengalah kali ini. Dia menggeser duduknya menempati kursi penumpang tempat Kimmy duduk sebelumnya. Dan kemudian, Kimmy menggantikan posisi Piero untuk mengendarai mobil mewah ini.
Tidak sulit bagi Kimmy untuk mengusai teknologi canggih sedan mewah milik Piero. Karena dulu, semasa papinya masih jaya, Kimmy pernah merasakan mobil yang sama. Walaupun berbeda tahun dan jenisnya. Paling tidak, dia tidak buta sama sekali.
"Kau mau diantar kemana?" Tanya Kimmy sambil berkendara.
Piero tidak menjawab. Selain dia hanya mendesis pelan merintih kesakitan.
Kimmy melirik ke arah Piero. Dia melihat kalau luka laki-laki itu harus segera diobati. Karena darah dari hidungnya terus mengucur. Dan juga beberapa luka di pelipis mata.
Kimmy mengarahkan kendaraanya ke rumah sakit terdekat. Dia melakukan itu tanpa berdiskusi lagi dengan si pemilik mobil. Itu adalah inisiatifnya sendiri. Karena hati kecil Kimmy yang memercik perasaan tidak tega melihat Piero bersimbah darah seperti itu.
Sesampainya di rumah sakit, Kimmy melihat Piero sudah memejamkan mata. Perasaan ragu-ragu muncul seketika untuk membangunkan pria yang diberi julukan Tuan kejam itu. Namun dia tidak mempunya pilihan.
"Tuan. Kau harus mengobati lukamu," ucap Kimmy.
"Tuan."
"Tuan." Kimmy semakin menaikan nadanya.
Wajah Kimmy mulai cemas setelah tiga kali dia berusaha membangunkan Piero namun tidak ada tanggapan.
"Oh no," ucap Kimmy dengan perasaan khawatir setelah dia menyadari kalau Piero tidak tidur melainkan pingsan. Dan kemudian, dengan cepat dia berlari mencari petugas medis untuk membantunya.
"Permisi. Selamat malam. Tolong bantu teman saya! Dia luka parah dan sekarang tidak sadarkan diri," ucap Kimmy dengan napas terengah berbicara kepada petugas medis.
"Di mana, Nona?" Tanya petugas medis itu dengan cepat.
"Di mobil saya," jawab Kimmy. Dan kemudian, Kimmy bersama beberapa petugas medis berlari menuju mobil.
Tiga orang petugas medis berusaha mengeluarkan tubuh Piero dari dalam mobil. Lalu diletakan di atas brankar. Kimmy mengikuti para petugas medis membawa tubuh Piero ke ruang ICU.
"Maaf Nona, anda tidak boleh ikut masuk. Silakan tunggu di sini," ucap petugas medis menahan Kimmy di depan pintu ICU.
Kimmy berubah rona wajahnya menjadi pucat pasi. Dan dia merasakan lututnya lemas. Lalu, dia duduk di kursi besi depan ruang ICU.
"Bagaimana kalau dia mati?" Gumam Kimmy cemas.
Kimmy meremas tanganya sambil menunduk. Rasa kecemasan yang tinggi membuat jantungnya berdebar kencang. Sehingga deru napasnya terasa berat. Dan kini, dia mencoba untuk mengatur napasnya untuk kembali normal. Kimmy berusaha untuk tenang. Tanpa sadar, Kimmy menggoyang-goyangkan kakinya.
"Selamat malam, Nona," sapa seorang pria berjubah putih. Kimmy menebaknya kalau itu adalah seorang dokter.
"Malam, Dok," jawab Kimmy. Dan kemudian dia berdiri.
"Apa Nona adalah anggota keluarga dari Tuan yang ada di ruang ICU?"
"Namanya Piero, Dok. Aku bukan keluarganya. Aku—." Kimmy sempat diam sejenak. "Aku temanya, Dok," sambungnya.
"Begini, Nona—."
Kimmy cepat menyambar. "Kimmy."
"Nona Kimmy. Tuan Piero mengalami luka dalam yang cukup parah dan juga pendarahan. Mungkin akibat benturan benda keras. Dia harus segera mendapatkan tindakan operasi. Bagaimana? Apa Nona bersedia menandatangani surat persetujuan untuk itu?" Terang Dokter yang baru saja diketahui namanya adalah Diego.
Itu sama saja aku yang bertanggung-jawab atas nyawanya. Tapi kalau dia tidak segera ditolong akan berbahaya juga, batin Kimmy.
"Bagaimana, Nona Kim?"
"Baiklah, Dok. Saya mau," jawab Kimmy.
"Kalau begitu, mari Nona ikut saya."
Kimmy dan dokter Diego menuju tempat administrasi. Untuk memproses beberapa keperluan sebelum tindakan operasi dilakukan.
Dokter Diego memberikan beberapa lembar kertas untuk ditanda-tangani oleh Kimmy sebagai pihak yang bertanggung-jawab atas persetujuan tindakan operasi tersebut.
"Silakan, Nona," kata dokter itu sambil memberikan alat tulis.
Kimmy membaca kalimat-kalimat yang tertera di dalam lembaran itu. Ini adalah hal yang kedua kali dirinya dihadapi dengan surat kerjasama yang bersifat memaksa. Karena mau tidak mau, suka tidak suka, Kimmy harus menanda-tanganinya.
"Terima kasih, Nona," ucap dokter Diego. Lalu, dokter itu membawa berkas-berkas tersebut ke ruangan operasi.
Kimmy menunggu proses operasi Piero dari ruang tunggu. Jantungnya berdebar selama tindakan itu berlangsung. Dia uring-uringan dengan berjalan mondar-mandir sambil meremas tanganya.
Kimmy melihat jam tangan. "Sudah hampir satu jam. Kenapa operasinya belum juga selesai," gumam Kimmy cemas.
"Nona, Kim." Dokter Diego keluar dari ruang operasi.
Kimmy menatap cemas melihat dokter itu. "Bagaimana, Dok?"
"Bagaimana Dok? Apa operasinya berhasil?"Dokter Diego melepas masker yang menutupi sebagian wajahnya. Kemudian dia tersenyum."Tuan Piero masih beruntung. Kami berhasil menyelamatkanya," jawab dokter Diego dengan wajah bahagia. Berita itu membuat Kimmy membuang napas. Seakan semua kegelisahan dalam dirinya keluar bersama hembusan udara dari mulutnya."Tapi pasien belum bisa dikunjungi. Keadaanya masih lemah," sambungnya dokter Diego menjelaskan."Tidak apa-apa,Dok. Terima kasih," ucap Kimmy."Kalau begitu, saya permisi, Nona," ucap Dokter Diego berpamitan. Dan kemudian dia pergi meninggalkan Kimmy.Bersamaan dengan itu, Kimmy melihat petugas medis melintas dan membawa tubuh seseorang di atas brankar. Cara yang sama saat Piero dipindahkan dari mobil ke ruang ICU. Namun, ada yang membuat matanya terpaku. Di mana Kimmy seperti mengenali siapa pasien itu."Mommy," gumamnya."Tunggu!" Kimmy b
"Nona, Kim. Anda ditunggu di meja administrasi." Seoramg suster memanggil Kimmy yang masih merunduk di kursi besi sambil menunggu hasil operasi Mommynya. Dengan langkah gontai, Kimmy berjalan sambil mengusap wajahnya yang penuh dengan bercak air mata."Silakan Nona, Kim. Ini rincian biaya untuk Tuan Piero. Karena nama Tuan Piero masuk ke dalam daftar tanggungan asuransi, maka Tuan Piero kami bebaskan dari pembiayaan. Tapi, untuk Nyonya Anna, pembiayaanya tidak ada tangguhan. Ini semua tercantum," terang Suster bagian administrasi menjelaskan sambil menyerahkan lembaran rincian biaya.Kimmy tercengang melihat angka yang tertera begitu banyak. "120 juta," gumamnya. "Apa ini harus dibayarkan sekaligus, Sus?""Benar Nona Kim. Kami tidak akan melakukan tindakan lanjutan jika Nona belum membayarkan paling tidak lima puluh persen. Dan sisanya bisa dibayarkan sebelum Nyonya Anna meninggalkan rumah sakit ini," jawab suster itu."Tapi apa Nyonya
Kimmy masih berada di dalam rumah sakit. Memikirkan cara bagaimana mendapatkan uang 120 juta dalam waktu satu hari. Atau nyawa Mommynya akan menjadi taruhanya.Kimmy berkeringat basah. Wajahnya yang cantik nampak lusuh seperti kurang darah. Jelas saja. Karena semalaman dia belum tidur. Dan juga polesan make up nya pun sudah luntur.Dia sudah mendapatkan pinjaman alat pengisi daya untuk baterai hp-nya. Sambil menunggu itu terisi penuh, dia mensortir satu per satu nomer-nomer pelanggan yang ada di dalam phone book. Ya, berharap ada salah-satu pelanggan yang mau memakai jasanya. Dan uang yang dia dapatkan bisa membayar biaya pengobatan Mommynya. Walaupun dia tahu, biaya itu sangatlah besar. Bahkan tidur dengan dua pria dalam satu hari saja belum bisa mencapai setengahnya.Seketika itu, terlintas di benaknya wajah seorang pria tua. "Papi ... Aku rindu," ucap Kimmy lirih. Mata Kimmy mulai berkaca-kaca.Sudah tiga jam Kimmy masih menunggu ka
Kimmy berjalan menunduk di sepanjang bahu jalan dekat rumah sakit tempat Mommynya dirawat. Hati dan pikiranya berkecamuk. Sudah ratusan tetes air matanya mengalir deras tanpa henti. Ingin rasanya dia mengakhiri hidupnya saja saat ini, itu yang terlintas di pikiranya. Dia menghentikan langkahnya dan menatap kosong ke arah seberang jalan."Sudah tidak ada gunanya aku hidup," gumam Kimmy. Dan kemudian, dia menggerakan kakinya untuk melangkah menyebrangi jalan tanpa menoleh ke kiri dan kanan.Kimmy mendengar suara mobil yang akan melintas dengan cepat dari arah sebelah kanan. Tapi itu tidak dihiraukanya. Melainkan dia terus berjalan.WWWWWWWWWEEEEENG!BRUAAAAK!Kimmy terjatuh di pinggiran jalan bersamaan dengan seseorang yang baru saja menarik lenganya. Tubuh Kimmy menindih pria itu. Tanpa sadar mereka pun saling bertatapan. Deru napas yang berhembus kasar seakan berlomba siapa yang paling kuat."Wanita bodoh! Apa yang ka
Kimmy sudah lebih dari 5 jam tertidur pulas di atas kursi. Dia masih berada di ruang rawat inap menemani Mommynya. Perlahan, dia membuka kedua kelopak mata dan menguceknya lembut. Kimmy menahan nguap kantuk dengan telapak tanganya.Kedua bola matanya dengan cepat mencari Anna. Wajahnya tersenyum ketika melihat Anna sudah semakin membaik. Walaupun masih terbaring di atas ranjang pasien dengan selang inpus yang masih terhubung di pergelangan tangan.Kimmy beranjak dari kursinya dan mendekat kepada Anna. "Mommy ... " ucap Kimmy, Anna tersenyum menatap putrinya."Mommy sudah sehat?" Kimmy menggenggam tangan Anna.Anna mengangguk sambil tersenyum. Wajahnya mulai terlihat segar kembali. Nampaknya, kondisi tubuh Anna sudah semakin pulih."Apa yang terjadi, Mom?" tany Kimmy, dia penasaran kenapa Mommynya bisa sampai berani keluar dari rumah.Kimmy melihat Anna membuang napas. "Malam itu dia pulang dalam keadaan mabuk. D
Kimmy merenung menatap langit yang gelap dari balik jendela kamar tempat Mommynya dirawat. Dia memperhatikan segumpal awan hitam yang bergerak secara perlahan dengan angin sebagai pendorongnya. Wajah lusuh karena kurang istirahat, nampaknya tidak membuat dia mengeluh. Tidak terasa, sudah tiga hari dia menemani Mommynya di dalam kamar rawat inap."Kau sedang apa, Kim?" tanya Anna, dia menegur putrinya yang seperti sedang memikirkan sesuatu."Mom, aku rindu papi," ucap Kimmy, dia menatap kosong dengan mata berkaca."Andai saja papi masih ada, mungkin keadaan kita tidak akan seperti ini, Mom," sambungnya, dia mengungkapkan isi hatinya yang sudah menangis pilu.Kimmy mendengar Anna membuang napasnya dengan kasar. "Mommy juga rindu dengan papimu, Kim. Tapi takdir sudah menentukan jalan hidup kita seperti ini. Kau harus kuat melewatinya, Kim," ujar Mommy Kimmy.Kimmy mulai meneteskan air mata ketika wajah papinya melintas di bena
Esok paginya dokter sudah mengizinkan Anna untuk meninggalkan rumah sakit. Kimmy membereskan semua barang-barang milik Anna dan dimasukan ke dalam satu tas. Tubuh Anna belum pulih benar. Namun, dia sudah dapat berjalan dengan baik."Terima kasih Dok sudah merawat Mommyku dengan baik," ucap Kimmy, dia menjulurkan tangan mengajak dokter itu bersalaman."Sama-Sama Nona Kim. Kesembuhan pasien memang sudah menjadi tanggung jawab kami," balas dokter itu dengan ramah.Iya, bagi yang punya uang. Bagi yang tidak, apa dokter akan berbicara seperti itu juga, oceh Kimmy dalam hati.Kimmy membalas senyumnya. Dan kemudian dia meninggalkan kamar rawat inap. Kimmy membantu memegangi Anna untuk berjalan. Langkah Kimmy tertahan ketika berada di area lobby rumah sakit. Karena seseorang berpakaian seragam hitam-hitam menegurnya. "Nona Kim."Kimmy melihat bingung ke orang itu. "Tuan siapa?" tanya Kimmy."Saya Camelon. Saya ditugaskan Tuan
Cukup lama Kimmy dan Piero saling beradu pandang. Membuat Kenan seperti sedang menonton adegan drama."Nampaknya kehadiranku mengganggu kaliian," seru Kenan, dia berhendak untuk pergi."Tunggu!" panggil Piero. "Kau di sini saja."Kimmy kembali ke tempat duduknya dengan wajah masam sambil melipat kedua tanganya bersila di dada. "Aku menolak kau pekerjakan di kantormu, jelas!" ucap Kimmy dengan tegas."Nona Kim. Apa sebaiknya tidak dipikirkan dulu?" saran Kenan."Pikirkan apa! Pikirkan untuk aku diam saja ketika dia melakukan hal suka-suka terhadap diriku! Iya!" balas Kimmy yang berbicara keras dan tanpa rem."Kau tahu kalau dia ini bukan manusia! Dia adalah bos yang suka memeras keringat anak buahnya!" Kimmy menatap serius wajah Kennan."Dia tidak layak mendapat penghormatanku!" tutur Kimmy, dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Dia meluapkan semua kegundahan dalam hatinya."Nona Kim, apa a