Share

Kartu Nama

“Assalamualaikum, Nasya,” sapa Mark.

Nasya yang sebelumnya terfokus pada layar ponselnya kemudian menatap kearah sumber suara yang menyapanya.

“Waalaikum salam,” jawabnya dengan segera.

“Maaf, saya menggangu. Perkenalkan saya Mark,” sambil memberikan kartu namanya ke Nasya.

Setiap orang pasti terkejut dengan tingkah Mark. Bagaimana tidak, seseorang yang tidak dikenal tiba-tiba menghampiri dan memperkenalkan diri bahkan tanpa dipersilahkan untuk duduk. Tentu bagi Nasya, Mark adalah orang yang kurang memiliki kesopanan sebagai lelaki.

“Saya juga minta maaf, dan apa maksudnya ini? Seingat saya,  saya tidak memiliki janji bisnis sama siapapun saat ini,” tolak Nasya dengan senyuman.

“Ya, saya memang tidak memiliki janji dengan anda, hanya saja … oh, mungkin kita telah ditakdirkan untuk bertemu di restoran ini. Kebetulan saya melihat Anda yang tampak familiar dan baru saya ingat bahwa kita sudah bertemu beberapa kali,” ucap Mark yang berusaha membangun chemistry antar sesama mereka karena Nasya mulai tidak nyaman berbicara dengannya.

“Mmm … ya-ya sepertinya saya juga sudah mengingatnya. Tapi, saya harus meminta maaf karena saya harus pergi sekarang,” ucap Nasya sembari memasukkan ponselnya ke dalam tas.

“Oh, tidak apa-apa, saya cukup senang bisa mengobrol sejenak denganmu. Dan ini sangat cukup untuk mengenalmu,” 

“Baiklah, sampai jumpa di lain waktu atau dilain takdir,” canda Nasya.

Tidak lama kemudian, sahabat Nasya yang sebelumnya pergi tiba-tiba kembali lagi untuk menemui Nasya yang sudah melengkah sedikit jauh dari Mark. Wanita itu hanya berbisik ke Nasya lalu mereka dengan segera pulang. Namun, tidak lama kemudian sahabat Nasya kembali menghampiri Mark yang masih duduk di kursinya.

“Maaf, Mbak Nasya lupa memberikan ini,” ucap sahabat Nasya yang kembali menghampiri Mark lalu memberikan kartu nama Nasya kepadanya.

“Ok, saya akan menghubunginya nanti, terima kasih” ucap Mark setelah menerima kartu nama itu.

Mendapatkan kartu nama dari Nasya merupakan awal yang baik untuk Mark melanjutkan misinya.

Tidak peduli apapun karena Mark yakin bahwa sesuatu yang baik datang pada dirinya. Karena masih dalam suasana hati yang baik, Mark dengan segera memanggil pelayan restoran dengan memesan beberapa makanan untuk di bungkus.

Sembari menunggu pesanananya, Mark juga dengan segera menghubungi Soni untuk memberitahukan bahwa dia sudah mendapatkan nomor telepon wanita yang pernah ia kagumi sebelumnya.

Mark bermaksud untuk mengejek Soni yang tidak bisa bergerak cepat untuk mendapatkan sesuatu meskipun hal itu sangat ia sukai.

“Jadi, jam bisnis kita, kamu manfaatkan untuk bertemu dengan Nasya?” tanya Soni.

“Ia, tapi jangan pernah berharap bahwa aku akan memberikan nomornya kepadamu,”

“Hahaha … Bro-bro, keterampilanmu sungguh sudah sangat menurun,” balas Soni.

“Maksudmu?” 

“Aku tidak akan meminta nomornya ke kamu, karena aku sudah memilikinya. Bahkan kami akan menandatangi kontrak kerja sama,”

“Benarkah? Itu tidak mungkin,” canda Mark.

“Bro, aku tidak ada waktu untuk meyakinkanmu agar mempercayai apa yang baru saja ku ucapkan, hanya saja Nasya pernah berkata bahwa dia tidak ingin bekerja sama dengan perusahaanmu,”

“Lah, jangan bilang kalau kamu menjelek-jelekkan perusahaanku ya,”

“Terserah, kamu berpikir ini dan itu, aku tidak peduli. Namun, sebagai sahabat yang baik, aku hanya memberitahumu kebenaran, tapi ingat usaha tidak akan menghianati hasil, Bro,” ungkap Soni lalu menutup telepon.

“Dia baru saja menasehatiku atau bagaimana?” bingung Mark atas perkataan Soni.

Pesanan Mark telah siap, sehingga dengan segera Mark pergi dengan makanan yang cukup banyak itu. 

“Lima belas menit lagi, aku akan tiba!” tulis Mark kepada sesorang dalam WhatsAppnya.

Hampir setiap minggu Mark pergi ke panti asuhan untuk memberikan makanan kepada anak-anak panti. Mark selalu menyumbangkan berbagai jenis bantuan kepada panti itu, bahkan Mark memiliki program beasiswa kepada anak-anak panti penghafal qur’an di setiap tahunnya.

“Kak Mark datang, hore ….” sambut anak-anak panti dengan bahagia karena Mark memiliki sifat kekanak-kanakan sehingga hampir setiap anak-anak yang mengenalnya akan lebih muda dekat.

“Anak-anak, kakak membawakan makanan yang pa … ling ... enak, jadi kalian jangan sampai berebut ya.”

“Ia,” jawab mereka dengan serentak.

Mark kemudian membawa mereka semua ke ruang makan dan membagikannya agar rata. Semua anak-anak tengah menikmati makanan yang dibawahkan oleh Mark.

Bukan hanya kaya, cerdas dan tampan, sifat baik dari Mark tidak akan diragukan lagi. Mark juga ikut bahagia melihat anak-anak panti yang sedang menikmati makanan yang ia bawakan.

“Nak Mark, sejak kapan kamu disini?” tanya Ibu Ani yang merupakan kepala panti asuhan itu.

“Bu, Mark baru saja datang.” Jawab Mark lalu menyalami Bu Ani.

“Anak-anak tampak menikmati makanan yang kamu bawakan lagi. Dan …  sepertinya kamu lupa lagi membelikan minuman,” canda Bu Ani.

“Enggak, Bu. Kak Mark membelikan minuman yang banyak juga,” jawab salah satu dari anak panti itu.

Semua tertawa setelah mendengar hal itu, karena hampir setiap kali Mark membelikan makanan ke anak-anak, Mark sering lupa membelikan minumannya.

“Ibu, darimana saja? Mark sudah mencari ke ruangan Ibu tapi tidak ada?” tanya Mark.

“Mmm … tadi ada tamu dari perusahaan yang besar juga. Mereka memberikan beberapa bantuan dan buku.” jawab Bu Ani.

“Syukurlah, setidaknya anak-anak bisa menghabiskan waktu untuk belajar dari buku-buku itu,” ujar Mark yang masih tersenyum bahagia melihat anak-anak.

“Oh ia, Bapak ada di taman. Dia ingin sekali bertemu denganmu,” lanjut Bu Ani.

Mark dengan segera pergi ke taman untuk bertemu dengan pak Alif yang merupakan suami dari bu Ani.

“Sepertinya pemandangan disini berhasil membuat orang tua yang satu ini tidak ingin pulang,” canda Mark setelah melihat Pak Alif yang sedang duduk di taman sambil menikmati waktu dimana matahari akan terbenam dengan indah.

“Anak nakal.” ucap Pak Alif setelah melihat Mark.

Mark dan pak Alif duduk bersama menikmati pemandangan dimana matahari yang terlihat indah itu akan terbenam. 

“Sepertinya, kamu membawakan makanan yang membuat anak-anak tidak ingin bermain,” ucap Pak Alif.

Mark mengangguk dan membalasnya dengan senyuman.

“Terima kasih, Mark. Berkatmu, Bapak dan Ibu bisa bertahan dan sesukses ini mengembangkan panti asuhan,” ungkap Pak Alif seketika.

“Seharusnya, Mark lah yang mengucapkan terima kasih itu. Andaikan dulu Mark tidak bertemu dengan Bapak dan Ibu, mungkin hidup Mark tidak akan semulus ini,” 

“Itu sudah di takdirkan oleh yang di atas, Nak, dan kebetulan kita dipertemukan di taman ini. Oh ia, Bapak masih ingat betul saat pertama kali kita bertemu, dimana kamu sedang menangis dan hanya memegang sebuah permen. Bahkan permen itu tidak pernah kamu makan hingga telah hilang dengan sendirinya,” canda Pak Alif yang membuat mereka berdua tertawa.

“Mark juga masih ingat betul dimana Bapak mencoba merayu Mark untuk mendapatkan permen itu,” balas Mark.

“Mark, kamu masih ingat dengan gadis kecil yang merebut roti bakarmu dulu? Dia sekarang sudah sangat dewasa dan sukses sepertimu. Andai saja kamu lebih cepat datang, pasti kalian berdua sudah bertemu,” ungkap Pak Alif.

“Nasya? Ia, Mark masih ingat sama gadis nakal itu. Tapi, Mark tidak ingin bertemu dengannya lagi karena Mark telah melupakan masa lalu terlebih masa lalu saat Mark masih kecil,” jawab Mark.

Bersambung …

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status