Share

Maaf Darinya

Semua tamu undangan terkejut melihat pasangan yang baru saja bertunangan itu sama-sama terjatuh. Tidak hanya itu, mereka semua juga menatap kearah Mark yang masih saja memegang gaung Nasya.

Nasya kemudian berdiri dengan bantuan teman-temannya lalu membantu Haris juga. 

“Kamu tidak apa-apa, Mas?” tanya Nasya penuh khawatir.

“Aku tidak apa-apa, bagaimana denganmu? Kamu terluka?” tanya balik Haris.

Nasya kemudian menatap kearah Mark yang masih memegang ujung gaungnya. Tidak salah lagi bahwa dia terjatuh bukan karena tersandung atau sebagainya melainkan Mark telah menginjak gaungnya. 

Haris dan Nasya tentu tidak meresa sakit atau terluka akibat kecelakaan itu, hanya saja menanggung malu yang membuat mereka sangat kesal dengan Mark yang bahkan tidak meminta maaf atau membantu mereka.

Tatapan tajam Nasya ke Mark membuat Soni menyadarkan Mark dengan mengejutkannya agar melepas gaung yang ia pegang itu. Usaha Soni pun berhasil hingga Mark melepskan gaung yang ia genggam sedari tadi itu. 

Sebagai pria sejati, Mark menghampiri mereka berdua lalu meminta maaf atas kelalaiannya. Dia mengatakan yang sebenarnya bahwa dia benar-benar tidak sengaja melakukannya. Hanya saja, Haris tahu betul bahwa Mark memang sengaja melakukan itu agar dia dan Nasya malu di depan para tamu undangan.

“Sudahlah, Mark, aku tau kamu memang membenciku sampai sekarang tapi jangan bertindak di luar batas sampai sejauh ini. Dan satu hal yang harus kamu ingat, jangan melibatkan orang-orang yang aku sayangi dengan urusan balas dendammu itu!” bentak Haris lalu membawa Nasya untuk beristirahat.

Suasana saat itu menjadi sangat tegang. Soni kemudian mengajak Mark untuk pergi dari acara itu dengan sesegera mungkin.

Sembari berjalan menuju parkiran mobil mereka, Soni berbisik kepada Mark, “Bro, kamu memang selalu hebat dalam menangi setiap masalah yang rumit, haha ….” tawa puas Soni.

“Kamu yang puas, aku yang malu. Dasar sahabat gak punya hati dan pikiran,” geleng Mark lalu segera menaiki mobilnya.

“Perasaan, aku baru saja memujinya, kenapa dia marah?” bingung Soni kemudian menaiki mobil dengan segera karena tidak ingin Mark meninggalkannya lagi seperti sebelumnya.

Mark dan Soni tidak berbicara satu sama lainnya seperti biasa. Namun, karena Soni adalah sosok orang yang banyak bicara apalagi jika dia bersama dengan Mark.

Soni berusaha menahan diri untuk tidak berbicara dengan Mark sebisa mungkin, hanya saja dia benar-benar tidak bisa menahannya lagi lalu dengan segera bertanya.

“Bro, aku tadi memujimu loh, kenapa kamu tiba-tiba marah. Bukannya lelaki itu musuhmu, harusnya kamu senang dong seperti biasanya karena mengalahkan musuh dan mempermalukannya di depan umum,” ucap Soni yang tidak berhenti berbicara itu.

Mark yang merasa terganggu atas pertanyaan dan ucapan Soni kemudian menghentikan mobilnya lalu berkata, “Turun!” perintahnya.

“Bro, jangan bercanda dong. Jalan ini sepi, pasti banyak perampoknya,” ucap Soni dengan santai.

“Turun,” ulang Mark lagi.

“Ia deh ia, aku minta maaf dan tidak akan mengungkitnya lagi, janji,” ungkap Soni untuk meyakinkan Mark.

Karena Soni tidak kunjung keluar dari mobilnya, Mark kemudian turun untuk membuka pintu mobil ke Soni lalu memaksanya untuk keluar. Mark memang tidak mempertimbangkan perasaan Soni, dengan tidak merasa bersalah Mark meninggalkan Soni di pinggir jalan yang memang terlihat sepi dari perumahan dan orang yang melintasinya.

“Dasar, sahabat tak punya hati. Awas aja kalau kamu minta bantuan, tidak akan aku bantu lagi,” kesal Soni.

Beruntungnya, tidak lama kemudian ponsel Soni berdering.

“Son, Mark sama kamu kan?” tanya Tamara.

Tamara menghubungi Soni untuk menanyakan keberadaan Mark karena dia tidak mengangkat telepon dari Tamara.

“Ia, tapi Mark tidak mau bertemu denganmu, karena .…” ucap Soni yang sengaja membuat Tamara penasaran.

“Kenapa? Apa Mark bertemu dengan wanita lain?” tanya Tamara dengan segera.

“Maaf, Ra. Tapi sebaiknya, kamu jangan pergi kesini,” lanjut Soni.

“Cepat kirim alamatnya,” 

“Ok,” senyum tipis Soni yang berhasil menipu Tamara.

Mark mengendarai mobilnya dengan kecepatan diatas rata-rata.

Mark pergi ke salah satu gedung yang menjadi tempat pribadinya untuk menenangkan perasaannya. Gedung itu adalah gedung yang sengaja ia bangun dan mengisinya dengan berbagai alat musik.

Mark sangat mencintai dunia musik, bahkan selain bernyanyi dia juga pendai memainkan berbagai alat musik seperti gitar dan piano.

Dengan bernyanyi, segela kekacauan yang ada di dalam pikirannya akan hilang seketika. Mark sangat menyukai lagu yang dilantunkan oleh Calum Scott yang berjudul, You Are The Reason, selain itu dia juga sering menyanyikan lagu dari  Shane Filan yang berjudul Beautiful In White

Setelah menenangkan hati dan pikirannya, Mark membuka ponselnya lalu mengirimkan pesan ke Nasya untuk meminta maaf karena hal yang telah terjadi sebelumnya.

“Soni,” panggil Tamara yang melihat Soni sedang duduk di pinggir jalan.

“Akhirnya penyelamatku datang,” gumam Soni setelah melihat Tamara datang.

“Dimana, Mark? Dimana wanita itu? Jangan bilang kalau kamu menyembunyikan mereka,” desak Tamara yang sedang mengalami cemburu tingkat atas.

“Ra, kok kamu lama sekali sih, Mark tidak sengaja mendengar kita berteleponan tadi, jadi dia pergi dengan wanita itu dan meninggalkanku disini,” ucap Soni dengan wajah serius.

“Hah, kenapa kamu tidak menghentikan mereka. Kamu memang tidak berguna sama sekali, untung aku tidak mencintaimu dari dulu, kalau tidak aku akan menyesal mencintai orang yang tidak berguna sepertimu,” kesal Tamara.

“Ah itumah masa lalu yang suram, Ra, jangan dibawa ke hati dan diingat sampai sekarang nanti kamu benaran suka sama aku, gimana …,” canda Soni di tengah perasaan Tamara yang sangat kesal itu.

“Itu gak akan mungkin terjadi,” tegas Tamara.

“Sudahlah, kita harus segera pergi dari sini. Mungkin kita masih bisa bertemu dengan mereka.” ucap Soni.

Mereka kemudian masuk ke dalam mobil. 

“Kok gak ada mobil Mark sama sekali di depan kita, sih?” khawatir Tamara yang belum menemukan Mark.

“Lebih cepat lagi kamu nyetirnya, Ra, toh jarak kita dan mereka kan jauh,” jawab santai Soni.

Soni kemudian memainkan ponselnya untuk mengirimkan pesan kepada seseorang.

“Kamu lagi chat dengan siapa? Kamu sudah tau dimana Mark berada?” tanya Nasya tanpa henti setelah melihat Soni yang sangat fokus pada layar ponselnya.

“Bukan Soni dong kalau tidak menemukan alamat Mark dimana.” Sombong Soni.

Soni kemudian memberikan alamat yang ia dapatkan itu kepada Nasya. Tidak lama kemudian, mereka tiba di alamat itu. Soni kemudian turun dari mobil dan mengatakan kepada Tamara, “ Thank you, karena sudah mengantarkanku disini. Oh ia, sebenarnya Mark tidak pergi dengan seorang wanita atau sebagainya selain aku. Tapi karena dia tiba-tiba meniggalkanku di tengah jalan dan kebetulan kamu menghubungiku, jadi aku memanfaatkan kesempatan itu. Sorry,” lalu naik ke mobilnya.

“Soni .…” kesal Tamara dengan mata yang terbelalak penuh dendam diselimuti dengan aura kebencian.

Disisi lain, ponsel Nasya berdering dengan notifikasi pesan yang masuk. Pesan itu dari nomor yang tidak dikenal. Nasya kemudian membukanya lalu mengatakan bahwa pesan itu dari Mark sebagai permintaan maafnya atas kejadian tadi kepada Haris.

“Maaf itu hanya dari mulutnya saja. Dia pasti sengaja melakukannya agar mempermalukanku di depan banyak orang,” ucap Haris ke Nasya.

“Maksudmu, Kalian berdua tidak dalam hubungan yang baik?’ tanya Nasya.

“Lebih tepatnya dia sangat membenciku, jadi kamu tidak boleh dekat dengannya, dia pasti memiliki niat yang tidak baik padamu melalui pesan yang dikirimkan itu,” tegas Haris.

Bersambung …

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status