Share

4. Firasat dan Pencarian Revan

"Ck! Dimas! Ke mana kau? Kenapa ponselmu mati?"

Revan berdecak dan menghela napasnya. Sungguh ia lelah, tapi kekhawatirannya pada Dimas tidak membuatnya berhenti untuk menghubungi sahabatnya itu. Seharusnya Dimas sudah ada di Jakarta beberapa jam yang lalu, tapi kenyataannya, sahabatnya itu tak kunjung sampai dan tentu saja hal itu membuatnya khawatir. Terlebih orang tua Dimas terus menghubunginya untuk memastikan Dimas bersamanya atau tidak.

Ia yakin Dimas sudah di jalan karena tidak sampai satu jam setelah ia bicara dengan Dimas siang tadi, sahabatnya itu menghubunginya. Mengatakan jika akan kembali karena tuntutan sang ibu. Niat Dimas menenangkan diri dari kehidupannya di Jakarta harus berakhir lebih cepat dan jika dihitung-hitung Dimas seharusnya sudah sampai Jakarta, tapi hingga sampai hari menjelang malam Dimas belum menunjukkan tanda-tanda kedatangannya. Sekadar menghubunginya pun tidak. Dihubungi juga tidak bisa. Tidak biasanya seperti ini. Sesibuk apa pun Dimas, pria yang sudah bertahun-tahun menjadi sahabatnya itu pasti akan menyempatkan untuk mengangkat panggilannya. Ia kembali mencoba menghubungi Dimas tapi tetap saja operator yang menjawab panggilannya. Ia pun sudah mengirim pesan tapi tidak terkirim. "Aku harap kau baik-baik saja, Dim," gumamnya berharap.

Drrrt ... drtttt

"Halo Dim ...."

Revan menghentikan ucapannya saat mengetahui yang menghubunginya ternyata bukan Dimas. Salahnya sendiri karena ia langsung menerima panggilan tanpa melihat siapa yang menghubunginya.

"..."

"Tante! Dengar sendiri tadi, aku juga sedang menunggu telepon darinya. Sudah berapa kali aku katakan kalau aku tidak bersama Dimas saat ini. Dia tidak kembali ke tempatku."

"..."

"Aku tidak berbohong. Terserah tante percaya atau tidak. Aku tidak peduli. Pantas saja Dimas pergi. Ia pasti tidak tahan denganmu, Tante. Kau selalu menekannya tanpa peduli perasaan dan keinginan Dimas sendiri. Aku harap tante dan paman Adrian tidak akan menyesal jika Dimas lebih memilih pergi selamanya daripada harus menghadapi ayah dan ibu yang tidak pernah mengerti akan perasaannya."

Revan langsung memutus panggilan di teleponnya setelah mengatakan apa yang ingin ia katakan sejak dulu pada ibu dari Dimas itu. Tanpa peduli tanggapan dari wanita yang melahirkan sahabatnya itu. Sungguh ia benar-benar kesal.

Ia benar-benar tidak habis pikir dengan pemikiran orang tua Dimas yang terkadang ada di luar nalar itu. Pantas saja Dimas sering menghilang hanya untuk menenangkan pikirannya. Kadang ia akan menemani Dimas hanya untuk menghilangkan kepenatan yang mereka alami. Melepaskan sedikit saja beban yang mereka pikul. Iya, walaupun tidak semuanya, tapi setidaknya itu membuatnya dan Dimas sedikit merasa lebih hidup. Namun kali ini rasanya berbeda, seperti Dimas tidak akan kembali dalam waktu dekat.

'Rasanya aku ingin melarikan diri dari ini semua, Van.'

Sekelebat ucapan Dimas beberapa hari yang lalu terngiang di kepalanya dan itu membuat jantung Revan berdetak lebih keras. "Aku harap kau tidak berbuat nekat, Dim. Jangan ..."

Drrttt ... drrttt

Gumaman Revan terhenti saat ponselnya kembali bergetar. Ia menerima panggilan itu setelah melihat siapa yang menghubunginya. Ia harap mendapat kabar baik dari seseorang yang menghubunginya.

"Halo! Bagaimana? Apa ada kabar?" tanyanya tanpa basa basi.

"..."

Revan menggeleng setelah mendengar kabar yang baru diterimanya. "Kau pasti bohong. Dimas tidak mungkin ...." Revan tidak mampu menyelesaikan perkataannya. Tanpa sadar genggaman pada ponselnya semakin mengerat. "Beri tahu aku lokasinya. Aku akan ke sana," ucapnya lalu pergi meninggalkan kamarnya. Ia berharap apa baru saja ia dengar itu tidak benar. Dimas pasti baik-baik saja sekarang. Sahabatnya pasti ada di suatu tempat untuk menenangkan pikirannya. 'Iya pasti Dimas baik-baik saja,' pikirnya menenangkan diri atas kabar yang ia dapat dari orang suruhannya. Iya semoga saja.

***

Udara dingin mulai menerpa kulitnya tapi hal itu dihiraukan oleh Revan. Pria itu hanya menatap mobil yang ada beberapa meter darinya dengan tatapan nanar.

Sejak pertama sampai di tempat ini pun perasaannya sudah tidak enak. Benar saja, di depannya kini mobil Dimas sudah rusak di beberapa bagian, dan yang lebih membuat perasaannya kacau adalah Dimas tidak ada di dalam mobilnya. Sahabatnya itu pun tak ditemukan di sekitar mobilnya.

Di mana Dimas sekarang? Apa Dimas baik-baik saja? Berbagai pertanyaan mulai berkeliaran di kepalanya. Ia harap Dimas baik-baik saja, tapi melihat kondisi mobil sahabatnya, ia ragu akan hal itu.

Revan mendesah lelah. Hari sudah malam, tidak mungkin ia mencari Dimas sekarang. Terlebih lagi tempat ini adalah daerah perbatasan yang cukup sepi. Sebaiknya ia mencari penginapan sekarang sebelum larut. Tidak mungkin ia kembali ke Jakarta di saat ia belum menemukan jejak keberadaan Dimas. Ia akan tetap berusaha untuk menemukan sahabatnya itu. Harapnya sesuatu yang ia takutkan tidak terjadi lagi. Ya semoga.

***

"Cepat katakan apa yang kau dapatkan?"

"Mobil tuan Dimas ditabrak dari belakang oleh sebuah mobil yang hilang kendali. Pengemudinya terluka parah dan sudah dilarikan ke rumah sakit terdekat, sedangkan mobilnya sudah diamankan oleh pihak berwajib. Kemungkinan orang-orang mengira itu adalah kecelakaan tunggal sehingga mereka tidak sadar ada mobil lain yang juga mengalami kecelakaan. Mobil ..."

"Dan mobil itu adalah mobil Dimas," potong Revan.

Sandy, bawahannya mengangguk "Benar, Tuan. Kita bisa menemukan mobil tuan Dimas dengan melacak ponselnya. Namun tidak ada tanda-tanda tuan Dimas di dalam mobilnya atau pun di sekitar lokasi kecelakaan. Anda pun sudah memastikannya sendiri kemarin."

"Apa ada lagi yang lainnya?"

Sandy menatap ragu ke arah atasannya, tapi bagaimanapun ia harus menyampaikan hal yang tadi dilaporkan orang suruhan mereka. "Sebenarnya orang-orang kita menemukan jejak kaki di dekat tempat mobil tuan Dimas. Itu mungkin jejak kaki tuan Dimas karena jejaknya mengarah keluar mobil, tapi itu hanya beberapa langkah saja."

"Dari analisis mereka mungkin tuan Dimas terjatuh karena tanah di sekitar tampak lebih tertekan dari tanah di dekatnya. Kemungkinan tuan Dimas terperosok jatuh. Namun, setelah mencari dan menyisir lokasi tersebut pun mereka tidak menemukan tuan Dimas. Jejak kaki dan sebagainya di lokasi sulit dilihat karena terhalang akar pohon dan dedaunan yang rontok. Ditambah kelembapan tanahnya pun tinggi sehingga jejak kaki yang tertinggal di tanah dengan cepat tersamarkan."

Revan menahan napas setelah mendengar laporan dari asistennya itu. Dimas masih belum ditemukan sampai sekarang. Ini sudah dua hari sejak ia menemukan mobil Dimas di perbatasan kota, tapi keberadaan sahabatnya itu masih menjadi misteri.

Sungguh ia khawatir sekarang. Melihat kondisi mobil Dimas, kemungkinan Dimas terluka juga sangat besar. Jika Dimas terluka, tidak mungkin dia bisa bergerak dengan bebas. Setidaknya Dimas masih berada tidak jauh dari lokasi kejadian. Jika Dimas terluka parah, maka tidak mungkin Dimas dapat bergerak dari tempatnya itu. Seandainya pun dia terjatuh dan terperosok pasti Dimas dengan mudah ditemukan di sana. Namun, kenyataannya tidak ada tanda-tanda keberadaan Dimas di tempat itu. Jika Dimas tidak ditemukan di sana, ada di mana Dimas sekarang? 'Sebenarnya ke mana kau, Dim?' tanyanya dalam hati.

"Teruskan pencarian dan perluas area pencarian. Aku ingin Dimas ditemukan bagaimanapun caranya," perintahnya.

"Baik, akan kami lakukan," jawab Sandy. Ia membungkuk lalu meninggalkan Revan dalam kamar penginapan yang mereka sewa sejak dua hari yang lalu.

***

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Namira
Duh, semoga dimas segera ketemu thor
goodnovel comment avatar
Namira
Duh, semoga dimas segera ketemu thor
goodnovel comment avatar
Namira
Duh, semoga dimas segera ketemu thor
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status