Danu yang merasa Andrea begitu lama membersihkan tubuh pria yang ditolongnya, memutuskan kembali ke kamar yang di tempati pria itu untuk memanggil Andrea. "Andrea! Kenapa lama sekali? Kau ..." Perkataannya menggantung saat mendapati Andrea termenung, tapi bukan itu yang menjadi fokusnya. Melainkan benda yang ada di tangan gadis itu. "Apa yang kau pegang itu Andrea?"
"Eh Paman? Sejak kapan ada di sini?" tanya Andrea terkejut saat mendengar suara Danu bertanya padanya. "Apa paman sudah selesai sarapan?" lanjutnya.
"Paman sudah selesai sarapannya. Paman menunggumu tapi kau belum muncul juga untuk sarapan, makanya pamam ke sini untuk memastikan apakah semua baik-baik saja, dan yang paman temukan adalah kau lagi-lagi melamun," jelas Danu. "Apa semua baik-baik saja? Dan apa yang ada di tanganmu?" tanyanya lagi.
Andrea hanya tersenyum tipis. "Semua baik-baik saja. Hanya saja aku menemukan ini terlepas dari
"Andrea, kau baik-baik saja bukan?" tanya Danu dengan cemas saat melihat wajah shock Andrea di depan pintu kamar tempat pria yang ditolongnya berada."Wajahmu pucat, apa terjadi sesuatu?" tanya Galang menimpali pertanyaan Danu. Awalnya ia dan Danu berniat menggantikan Andrea untuk menjaga pemuda di dalam sana agar gadis di hadapan mereka ini bisa beristirahat, tapi yang mereka temukan justru Andrea berdiri mematung dengan wajah shock. Ada apa sebenarnya? Apa kondisi pemuda itu menurun lagi seperti minggu lalu? Atau lebih buruk lagi, pemuda itu ....Galang menggeleng, mencoba mengenyahkan pikiran negatif yang menghampiri kepalanya. Tidak! Ia tidak boleh seperti ini. Pasti pemuda itu baik-baik saja. Tangannya bergerak memegamg dan menggoyangkan lengan Andrea. Menyadarkan gadis itu dari keterpakuannya. "Andrea! Semua baik-baik saja, 'kan?" tanyanya sekali lagi.Andrea yang merasakan lengannya digoyang-goyangkan
Dimas mengerjap pelan menyesuaiakan cahaya yang masuk ke matanya. Setelahnya ia mengedarkan pandangannya. Keningnya mengerut melihat kamar yang tampak asing baginya ini. Di mana ia saat ini? Bukankah ia sedang dalam perjalanan pulang, tapi mengapa ia berada di tempat asing ini?"Mama ingin kau pulang hari ini juga! Jika tidak, kau tahu akibatnya!"Dimas mendesah lelah setelah membaca pesan yang dikirimkan oleh ibunya. Ia meletakkan ponselnya begitu saja di jok di samping kemudi. Selalu seperti ini, selalu dihadapkan pada tuntutan yang tidak dapat ia tolak. Kenapa ibunya tidak pernah mau mengerti? Ia hanya ingin menenangkan diri sebentar, menghilangkan penat akibat rutinitas yang dijalaninya. Namun, kenapa sulit sekali untuk mendapatkan hal itu? Kenapa ia tidak bisa tenang sebentar saja? Tidak bisakah lepas dari segala semua yang terasa mengimpitnya selama ini?Sibuk dengan pikirannya, membuat Dimas ti
Pertanyaan yang keluar dari bibir Dimas membuat Danu menghela napas lelah karena sedari tadi berarti penjelasan yang ia jabarkan sia-sia saja. Tidak satu pun didengar oleh pemuda yang baru bangun setelah dua minggu lebih tidak sadarkan diri ini. Namun terlepas dari itu, ia merasa lega di saat yang bersamaan. Ini berarti pemuda yang ia tolong tidak ada kaitannya sama sekali dengan Andrea."Kau benar-benar tidak mendengar perkataan Danu?" tanya Galang dengan suara rendah tapi penuh penekanan. Berulang kali ia mengembuskan napas, guna menahan emosi. Ia sadar, yang mereka ajak bicara adalah orang baru sadar dari tidur panjangnya. Butuh waktu untuk menyesuaikan diri, pun mengembalikan fokus. Namun apa semua yang mereka katakan terlewat begitu saja? Tidak satu pun yang disimak? Termasuk saat Danu memperkenalkan mereka tadi? Setidaknya pemuda ini pasti menyimak saat Danu menyebut nama mereka satu persatu, 'kan?Dimas yang mendengar pertanyaan itu membuatnya merasa bersalah. "
"Bagaimana, Paman?""Mau bagaimana lagi? Sepertinya pemuda itu memang harus tinggal lebih lama di sini," ujar Danu menjawab pertanyaan Andrea. Tidak ada pilihan bagi mereka bukan? Tidak mungkin juga untuk membiarkan pemuda itu luntang-lantung tanpa tujuan sementara pemuda itu tidak mengingat apa pun.Pada akhirnya mereka membawa pemuda itu ke rumah sakit untuk memeriksa dan memastikan kondisinya. Hasilnya pun tidak berbeda dengan yang dikatakan oleh Dokter Dania beberapa hari yang lalu. Pemuda itu benar-benar hilang ingatan. Beruntung kondisi fisiknya sudah membaik. Hanya butuh beberapa hari untuk memulihkan kondisinya seperti sedia kala."Kau tidak keberatan bukan? Dia tinggal di sini lebih lama lagi?" tanya Danu. Meski ia tahu Andrea gadis yang baik dan tidak akan tega menolak permintaannya, tapi ia tetap menghargai gadis ini. Tidak mungkin ia memaksa Andrea untuk terus merawat orang asing, terlebih seorang pria.
"Maaf terlambat. Sudah waktunya makan siang," ujar Andrea mengejutkan Dimas yang duduk bersandar di kepala ranjang. "Oh maafkan aku mengejutkanmu! Aku hanya membawakan makan siang untukmu," tukas Andrea sambil meletakkan nampan di atas nakas di samping ranjang. "Ayo makan dulu. Kau harus minum obatmu," ucapnya lagi sambil menyendok sesuap nasi berisi lauk ke arah Dimas yang masih menatapnya dengan lekat. "Aku ... aku bisa sendiri," ujar Dimas dengan tergugu menolak saat Andrea hendak menyuapinya. "Sudah! Jangan menolak, ayo cepat dimakan." Dimas masih menatap ragu dan diam, enggan membuka mulutnya. Tentu saja itu membuat Andrea jengkel. "Mau sembuh atau tidak?" ketus Andrea. "Ayo buka mulutmu dan makan!" lanjutnya. Mendengar nada ketus dari Andrea membuat Dimas mau tidak mau membuka mulutnya. Menerima suapan dari Andrea. Satu suap, dua suap ... Andrea terus men
Tidak ingin percakapan Dimas dan Andrea semakin dalam, akhirnya Danu dan Galang memutuskan masuk. Mengejutkan Andrea dan Dimasyang masih memaku pandangan dengan dehaman. "Ekhm!" "Eh Paman?" seru Andrea kaget menoleh ke arah kedua pamannya. "Sejak kapan kalian berdiri di sana?" "Cukup lama untuk mendengar percakapan seru kalian! Apa kedatangan kami mengganggu kalian?" tanya Galang seraya memberikan tatapan penuh arti pada Dimas dan Andrea. Dengan cepat Andrea menggeleng. "Tentu saja tidak!" jawabnya mengelak. Apanya yang seru? Ia merasa tidak ada yang seru, justru yang ada sebaliknya, percakapan mereka terasa kaku. "Ini tidak seperti yang kalian pikirkan." "Memangnya apa yang kami pikirkan?" "Maafkan aku, tapi yang dikatakan Andrea benar. Tidak ada pembahasan spesial di antara kami seperti yang paman kira," ujar Dimas menimpali perkataan Andrea sekaligus menjawab pertanyaan Galang. Tidak ingin menimbulkan kesalahpahaman di antara
Bagaimana keadaannya?"Danu menghentikan gerakannya, ia mengalihkan pandangannya dari tanah yang ia cangkul ke arah Galang. "Dia baik-baik saja."Galag mendengkus "Bukan pemuda itu yang kumaksud, tapi ..." ia menggantung perkataannya dan itu membuat Danu menampilkan senyum sendu saat melihat tatapan ragu Galang menyebut nama nona muda mereka. "Dia pun baik. Tidak sesedih seperti tahun kemarin saat ia melewati hari ulang tahunnya sendiri."Galang menghela napasnya. Tiga tahun selalu seperti ini. Andrea, nona muda yang sebenarnya majikan mereka akan berubah murung dan sedih saat harus melewati ulang tahunnya sendirian tanpa ditemani sanak keluarga. Itulah mengapa ia menanyakan hal ini. Biasanya ia dan Danu akan menemani Andrea melewati ulang tahun gadis itu. Dirayakan dengan tiup lilin ditemani dengan seloyang kue atau nasi kuning yang mereka buat bersama. Namun sayang, tahun ini tidak bisa ia lakukan. Beberapa hari sebelumnya ia harus menemani istrinya untuk menj
"Terima kasih.""Kau sudah mengatakan hal itu sejak pertama kau siuman. Apa kau tidak bosan mengatakannya, Kak," tanya Andrea. Ia menghampiri Dimas yang sudah duduk di meja makan. Sejak tiga minggu yang lalu, Andrea memanggil Dimas dengan sebutan kakak. Rasanya tidak etis memanggil Dimas hanya dengan nama saja. Dilihat dari mana pun Dimas tampak lebih tua darinya hingga ia menyematkan panggilan kakak saat memanggil Dimas.Andrea meletakkan sepiring nasi goreng di depan Dimas. "Makanlah!" ujarnya sebelum duduk diseberang Dimas yang masih menampilkan senyumnya. Hari-harinya terasa berbeda kini. Dulu hanya kesunyian yang ia temui saat sarapan bersama orang tuanya. Sekarang ia bisa merasakan hangatnya suasana sarapan yang diselingi obrolan ringan dengan Andrea. Terlebih jika Danu, Galang, dan Alfi serta yang lainnya bergabung, suasana akan lebih terasa hidup dan menyenangkan.Dimas tersenyum saat menerima nasi goreng yang disodor