Share

Chapter 6. Beginning

#Percakapan dalam bahasa inggris ya#

Setelah beberapa jam duduk di pesawat, akhirnya sampai juga di kota kelahiranku, New York City. Ah... lama sekali rasanya sejak terakhir kali aku juga berada disini untuk ke Indonesia, dan baru kali ini aku tiba disini lagi setelah belasan tahun aku memutuskan untuk menetap di Indonesia. Bahkan saat kematian kedua orantuaku, aku tidak bisa hadir, karena mas Aby tidak mengizinkanku. Oooh... sekarang baru kurasakan kenapa dulu kedua orangtuaku menentang pernikahan kami. Karena mereka bisa tau kalau lelaki yang akan menjadi suamiku adalah orang yang brengsek. Maafkan anak durhaka ini Mom... Dad...

Karena asyik dalam kenanganku, aku jadi tidak konsentrasi dengan jalanku hingga aku menabrak seseorang yang juga sibuk dengan hapenya.

“Sorry,” ucapku cepat. Aku tidak mau mencari masalah di hari pertamaku tiba disini. Dia Cuma mengangguk. Kuperhatikan dia dari atas hingga ke bawah. Satu kata buatnya ‘perfecto’.

Lelaki yang barusan kutabrak itu tampan pake banget nget deh pokoknya. Eeh... ayolah, aku bukan type orang yang mudah terpesona ya. Jadi kalo aku muji, itu artinya dia memang genteng pake banget... trust me. Kalau di novel tuh di bayangin kayak dewa yunani, aku sih belum pernah ya lihat, kalau dari patung yang ada di roma sih pernah, waktu trip ke sana, tapi aku tidak terpesona seperti saat ini, jadi berarti dia lebih wah dari si dewa yunani dong, kekehku geli dengan pemikiranku, kulihat lagi pria tampan nan mempesona di depanku ini, Dia kembali asik dengan smartphonenya itu, hellow aku di kacangin batinku cemberut.

Tanpa mengucapkan satu kata, lelaki itupun berjalan meninggalkanku sendiri. Selain tampan, menurutku lelaki itu juga SOMBONG pake banget. Tapi bisa kumengerti sih ganteng sombong. Sah sah saja khan. Yang biasa saja macam Aby aja belagu, pake sok sokan selingkuh, itu yang kurang ajar. Eh, tapi dulu aku khan juga sempat jatuh cinta juga sih dengan si borokokok sia...Apalagi yang hitam, biasa aja, miskin tapi belagu itu mau di apain coba... oh... oh... jangan rasis nggak boleh!!

Ah lupakan para lelaki. Mereka adalah racun dunia, Akupun langsung meninggalkan Airport. Kucari taxi dan segera meluncur ke rumahku. Tepatnya rumah mendiang orang tuaku, entah seperti apa rumah itu sekarang? Apa ada yang merawatnya? Belasan tahun aku tidak pernah pulang, aku pergi dari sini sendirian, kini aku pulangpun sendirian, apa memang ini sudah jadi jalan hidupku selalu sendirian??

Ah, akhirnya setelah hampir satu jam perjalanan yang kutempuh karena jarak antara Airport dan rumahku lumayan jauh, sampai juga di depan rumahku.

Kuedarkan pandanganku kesekeliling rumah. Masih sama tidak ada yang berubah. Rumah sederhana tempatku dilahirkan dan dibesarkan. Siapa yang merawat rumah ini ? bagaimana jika rumah ini ada yang menempati ? bego banget sih ya, kenapa nggak kucek dulu, bathinku kesal sendiri.

“Maaf, mencari siapa ya?” tanya seorang wanita dibelakangku. Langsung kubalikkan badan ke arahnya. Aku seperti mengenal wanita paruh baya ini.

“Aunty Diana kan?” tanyaku padanya tanpa menjawab pertanyaannya barusan. Diapun melotot dan langsung menghambur memelukku. Tubuh tambunnya melingkupi tubuhku.

“Kamu kemana saja, kenapa tidak pernah pulang?  bahkan waktu pemakaman kedua orangtuamu pun kamu tidak pulang,” tanyanya sambil menggiringku masuk rumah. Rasa sesal kurasakan, betapa jahatnya aku, bahkan di saat terakhir mereka aku tidak ada di sisi mereka, bahkan saat pemakaman pun aku tak hadir, anak macam apa aku. Ini semua karena Aby yang melarangku menghadiri pemakaman mereka, aku hanya terhubung dengan mereka melalui telpon. Air mataku tumpah tak bisa kutahan mengingat kembali kebersamaanku dengan kedua orang tuaku.

Kulihat ruang tamu ini pun tidak berubah sedikitpun dari terakhir kali kutinggalkan.

Ada meja kursi, masih perabot yang sama, terlihat sangat terawat, meskipun sudah tua, tapi terlihat masih bagus.

“Aunty sengaja tidak merubah apapun disini, itu pesan orangtuamu,” kata Aunty Diana, seakan tau pikiranku.

“Siapa yang menempati rumah ini sekarang sepeninggal Mom and Dad, aunty?” tanyaku penasaran

“Aunty dan Uncle yang menempati. Kebetulan rumah kami sekarang ditempati Joseline dan suaminya. Tapi karena sekarang kamu sudah kembali, ya kami bisa balik lagi kesana.”

“Jangan, Aunty disini saja biar aku ada temannya ya... please,” pintaku

“Baiklah... Tapi sementara ini kami  memang bermaksud tinggal dengan Joselin, kamu tau dia sedang hamil besar, dan suaminya sering pergi keluar kota karena urusan bisnis, biasanya dia yang menginap disini, kadang kami yang menginap disana. Karena kehamilannya yang sudah besar makanya kami berencana tinggal disana, kamu tidak apa apa kan tinggal sendiri? Atau kamu bisa ikut menginap disana, biar kamu tidak kesepian disini,” tawarnya padaku

“Tidak apa apa aunty, nanti saja kalau Joselin sudah melahirkan,” sahutku sambil tersenyum membalas kebaikannya yang menawariku ikut, aku tau rumah Aunty cuma ada dua kamar, kalau aku tinggal disana aku yakin pasti akan merepotkan mereka.

“Oh ya, kamu kog sendirian kesini. Suami dan anak kamu kenapa nggak ikut? Kamu punya anak berapa ?” Tanya Aunty Diana semangat.

“Sebenarnya aku sudah bercerai, dan hak asuh anak-anakku jatuh ketangan lelaki brengsek itu,” ujarku geram. Entah setiap mengingat buaya darat itu, emosiku langsung meledak-ledak.

Aunty Diana langsung memelukku erat. Dia tidak bertanya apa-apa lagi. Aunty menyuruhkan untuk beristirahat dulu.

“Kamu istirahatlah dulu, atau mau aunty siapkan sesuatu?” tawarnya

“Tidak Aunty, tadi di pesawat sebelum mendarat sudah makan, kurasa aku hanya butuh mandi dan langsung istirahat,” kataku sambil membawa koperku ke arah kamarku, aku rindu kasur.

Aku memasuki kamar yang dulunya juga milikku.

Kuletakkan barang bawaanku yang tidak banyak. Sebelum istirahat ingin rasanya membersihkan diri ini. Kemudian aku mulai memasuki kamar mandi dan menyalakan air di bathup. Kuberi sedikit bomshop aroma floral kesukaanku. Kulepas satu persatu pakaian yang kukenakan dan mulai memasuki bathup yang kusiapkan tadi. Kumatikan dulu krannya dan mulai berendam... aaahh nyamannya... rasa  capek akibat perjalanan jauh yang tadi kurasakan perlahan hilang.

Ini yang paling kusuka saat berendam. Aku merasa tubuhku jadi rileks...

Selesai membersihkan diri dan berpakaian, aku pun keluar dari kamarku. Rupanya Aunty sudah menyiapkan hidangan buatku...

“Aunty kan repot repot, bukannya tadi sudah kubilang aku sudah makan di pesawat”

“Aunty tidak merasa repot, Makanlah dulu nak, kamu pasti lapar khan setelah menempuh perjalanan jauh , aunty tau biasanya di pesawat cuma makan snack kan?” tanya Aunty

“Iya Aunty... akan kuhabiskan semua, kebetulan memang aku lapar, cuma tadi aku tidak mau merepotkan aunty,” Jawabku sambil tersenyum malu.

“Oh ya Aunty... dimanakah uncle... apa dia bekerja ?” tanyaku karena dari tadi tidak melihat uncle Tom

“Ya... sejak pagi-pagi sekali dia sudah berangkat untuk bekerja. Menjelang sore nanti baru dia pulang... ahh... alangkah senangnya Uncle mu jika dia tahu kamu sudah kembali Nay. Dia sangat merindukanmu seperti juga aku,” Ucap Aunty sambil memelukku yang sedang makan dari belakang.

Ya... sekian lama diriku tidak berjumpa dengan mereka. Padahal sewaktu kecil, sering kali aku bermain bersama mereka. Uncle dan Aunty ku ini begitu sayang padaku karena memang aku adalah anak tunggal di keluarga ini.

“Aunty... sehabis makan aku ingin berkeliling sekitar sini. Sudah lama sekali aku tidak melihat  semua. Boleh khan Aunty?” tanyaku

“Baiklah... tapi habiskan dulu makananmu ya,” jawab Aunty

Kujawab dengan anggukan dan segera menghabiskan makanan yang ada di depanku. Tak sabar rasanya ingin melihat kembali tempatku dulu biasa bermain dan bercanda dengan teman-temanku.

Malam ini adalah malam yang begitu spesial buatku. Bagaimana tidak, setelah belasan tahun akhirnya aku bisa berada disini. Walau kedua orangtuaku sudah tidak ada, tapi Aunty dan uncle ku ini sudah menjadi pengganti bagiku. Dan malam ini Aunty sengaja menyiapkan makan malam yang istimewa buatku.

Ah... senang sekali rasanya bisa makan bersama dengan orang yang kusayangi. Makan malam itupun diisi dengan banyak cerita dan juga pertanyaan dari mereka. Tapi setidaknya saat makan bersama mereka, aku bisa melupakan sejenak apa yang telah aku alami beberapa waktu belakangan ini. Dan setelah makan malam selesai, pembicaraan pun kami lanjutkan di ruang keluarga. Begitu banyak yang ingin aku ceritakan kepada mereka, dan begitu banyak juga yang ingin aku ketahui dari mereka. Terutama bagaimana keadaan kedua orangtuaku hingga akhirnya mereka meninggal  dunia.

Airmataku sempat menetes ketika uncle menceritakan bagaimana kedua orangtuaku tiada. Ada rasa penyesalan dalam diriku karena pada saat-saat terakhir mereka, aku tidak berada di samping mereka. Oohh... mom... dad... maafkan anakmu yang durhaka ini.

Melihat aku menangis, aunty pun memelukku.

“Mereka pasti membenciku kan aunty?”

“Tidak sayang, mereka menyayangimu, mereka hanya berharap yang terbaik untukmu,” ucap aunty menenangkanku.

“Sudahlah Nay... semua sudah berlalu. Saat ini Aunty dan uncle lah yang akan menjadi orangtuamu... kamu  mau khan menganggap kami sebagai orangtuamu.”

Kujawab pertanyaan aunty itu dengan memeluk mereka berdua, kuanggukan kepalaku tanda kalau aku menyetujuinya. Ada rasa haru dan bahagia malam itu.

Malam semakin larut. Badanku terasa letih karena memang tadi baru saja menempuh perjalanan yang cukup melelahkan. Akupun berpamitan kepada Aunty dan Uncle untuk beristirahat. Kupeluk mereka dan mereka pun mencium keningku seperti saat mereka menciumku ketika aku masih kecil.

“Good night aunty... uncle.”

“Good night Nay... have a nice dream.”

Akupun menuju kamar tidurku untuk segera beristirahat.

Baru saja aku bersiap untuk tidur, setelah makan malam dan banyak bercerita dengan aunty dan uncle, kudengar nada panggilan dari handphoneku... ternyata Angela.

“Hola my Angel.”

Holla, gimana perjalanannya, lancar? trus sekarang lagi ngapain

“Perjalanannya lancar njel... barusan aku makan malam bersama dengan aunty dan uncle. Kami bercerita banyak Njel. Rupanya banyak yang sudah kulewatkan selama aku menetap di Indonesia”

Jadi saat ini, aunty dan unclemu yang menempati rumah orangtuamu ?”

“Iya Njel... merekalah yang merawat semua... aku sangat berterima kasih kepada mereka yang telah menjaga dan merawat semua peninggalan orangtuaku.”

Syukurlah... setidaknya walaupun Nay tidak bisa berjumpa lagi dengan orangtua Nay, tapi setidaknya mereka bisa menjadi pengganti orangtua tua Nay bukan ?” hibur Angela

“Iya Njel... aku begitu sayang kepada mereka, karena sewaktu aku kecil, mereka jugalah yang sering mengasuhku dan mengajakku bermain. Mereka sudah seperti orangtua kandungku sendiri. Tapi ngomong-ngomong ada apa malam-malam begini menelponku Njel. Apa hanya sekedar menanyakan khabar?”

“Itu salah satunya Nay. Aku hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja setibanya disana. oh ya, sebenernya aku punya kabar baik. Ini untuk sementara sih, salah satu temanku di New York ada yang jadi Directur majalah fashion, kamu juga kenal kok Nay, si Julia,” Julia batinku... oh... dia...

“Iya, yang agak tambun itu kan? Yang naksir ketua Senat kita,” jawabku mulai kembali ke masa kuliah dulu.

Iya Nay, nah dia sekarang jadi orang penting, nggak nyangka kan? Dia sekarang megang majalah Styles yang di New York sana, dia lagi butuh make up artis gitu deh, buat modelnya dia, Aku sih nggak ngasih tau ini buat kamu, tapi kali aja kamu berminat, kamu kan pernah kursus ngerias waktu di Jakarta, tapi aku nggak maksa sih,” kata Angela agak nggak enak gitu nadanya, mungkin takut nyinggung perasaanku.

“Aku mau Kok, ya buat sementara, sambil nunggu aku dapat kerjaan yang lebih bagus kan?” jawabku santai.

“Ya udah, ntar kukirim Email alamatnya ya, sekalian nomor kontak Julia,” sahutnya riang.

“Oke... makasih ya njel, tapi jangan kasih tau kalau aku yang ngelamar ya, kasih tau aja temen kamu, aku mau bikin surprise sama dia, dia masih kenal Nggak sama aku, ntar kirim foto dia, biar bukan aku yang jadi terbengong bengong dengan perubahannya,” sahutku.

Iya... emm, Nay...” Entah kenapa dia jadi segugup itu, apa ada masalah? pikirku

“Ada apa, kayak ada yang mau kamu omongin ke aku tapi kayak takut gitu sih,” tanyaku penasaran dengan nada suara Angela yang tidak biasa.

Ini tentang Aby, aku barusan dapat undangan pernikahannya, eh... kamu nggak pa pa kan Nay?” bisa kudengar ada nada khawatir dalam suaranya.

Kalau ku bilang aku nggak pa-pa kayaknya bohong banget ya njel, tapi mau gimana lagi, aku yang menggugat cerai dia, sekarang statusnya sudah free, jadi dia mau menikah atau tidak sudah tidak ada urusannya denganku, dia bebas njel,” sahutku pelan, ada nada getir dalam suaraku.

“Aku nggak tau mesti menghibur kamu kayak mana Nay, aku salut sama kamu, jika posisi kita di balik, aku nggak yakim bisa sekuat kamu,” bisa kudengar suara Angel sudah serak, apa dia menangis batinku.

“Hai... I’m Ok, dan itu juga atas support kamu Njel, entah kalau nggak ada kamu kemarin mungkin aku sudah depresi dan masuk rumah sakit jiwa, tapi Tuhan masih sayang sama aku, karena punya sahabat seperti kamu, makasih ya Njel, aku janji akan baik baik saja, kamu jangan khawatir,” kataku tulus.

“Hanya itu yang bisa aku lakukan sebagai sahabat Nay.”

“Buatku itu udah lebih dari cukup njel, makasih ya.”

“BTW, apa nih yang mesti aku bawa untuk wawancara besok?”

Dan pembicaraan kami mengalir dengan ringan. Dia juga menceritakan tentang kedekatannya dengan bosnya yang sudah duda, kugoda dia dengan mengatakan kalau berhubungan dengan duda itu dijamin terpuaskan karena lebih berpengalaman, dan kami tertawa bersama, banyak hal yang kami bicarakan sampai kami lupa waktu.

Malamnya aku bersiap untuk datang wawancara kerja, semoga semuanya lancar pintaku dalam doa. Semua persiapan sudah kusiapkan , dari pakaian yang pantas untuk menghadiri perusahaan yang ditunjukkan Angela, kurasa itu Majalah elit, Walau yang bertanggung jawab temanku sendiri, tapi aku tidak boleh memalukan. Sudah kucari di mbah google semua tentang perusahaan itu, Sebuah majalah Fashion terkemuka, tidak cuma di New York bahkan di kota kota lain, bahkan aku juga mendapatinya di Jakarta waktu itu. Semua data yang kuperlukan untuk kebutuhan kerja, semua dokumen Kerja, Done.

Tas kerja... Cek.

Sepatu... cek.

Semua sudah siap... oh... I’M READY!!

Aku tidak boleh mengecewakan semuanya...

Aku berharap ini adalah awal yang baik buatku untuk memulai kehidupanku yang baru, tanpa suami dan juga anak anak...

Kuharap aku bisa melaluinya...

Semoga...

>>Bersambung>>

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status