Share

I. Spring | Four

Tidak seperti biasanya— pagi ini Vander bangun tepat waktu. Ia sendiri cukup terkejut mendapati dirinya yang tidak kesiangan. Bahkan ia terbangun sebelum bunyi alarm. Suatu pencapaian yang membuatnya ingin tertawa.

Padahal biasanya ia terlambat bangun karena baru bisa terlelap saat fajar. Kini ia bisa tersenyum cerah, karena akhirnya bisa melakukan ritual sarapan pagi bersama ayah dan ibunya dengan benar.

Ayah dan Ibu Vander saja merasa seperti mendapatkan kejutan saat melihat sang anak duduk manis sambil memakan sarapannya dengan tekun. Padahal selama ini Vander terkenal susah ditemui pada pagi hari. Entah itu karena masih tidur atau terburu-buru bak orang dikejar setan.

Ini seperti apa yang diharapkan Vander untuk mengawali harinya; bangun pagi, sarapan bersama, mengikuti kelas paginya tepat waktu dan bekerja hingga sore hari lalu pulang untuk makan malam bersama kembali. Terdengar membosankan, tetapi itu adalah tujuannya kini.

A journey of a thousand miles begins with a single step.

Ya, baru satu langkah kecil dan ia sudah merasa benar.

Setelah sarapan dengan kedua orang tuanya dan sedikit perbincangan di meja makan. Kini waktunya ia berangkat ke kampusnya.

Menaiki subway— Vander berdiri di dekat pintu agar akses keluarnya nanti mudah. Dan seperti biasanya, beberapa orang pasti akan memperhatikannya. Kalau biasanya itu tatapan aneh dengan kerutan di dahi mereka, kini tidak.

Hampir semua orang yang berpapasan dengannya selalu meliriknya takjub dari atas hingga bawah. Membuat Vander mendengkus tak suka karena merasa lagi-lagi dirinya jadi pusat perhatian.

Dirinya terlalu bersemangat, pagi ini ia baru sadar telah melupakan gel rambutnya. Membuat surai hitam lebat itu tampak bebas dan menampilkan kesan gagah dari dirinya. Mengapa ibu atau ayahnya tak memberi tahu kebodohannya tadi? Biasanya mereka tanggap akan hal itu.

Suatu pemandangan yang bagus di kereta karena mendapati pria berkacamata dengan porsi tubuh yang pas juga wajah tampan yang mempesona dengan kontur rahang kerasnya yang menambah kesan lelaki. Bahkan rambut lebatnya mampu membuat wanita mana saja berpikiran kotor.

Vander hanya bisa memasang tudung jaketnya dan juga masker yang ia bawa untuk menutupi akses orang-orang pada wajahnya. Ia tak suka menjadi pusat perhatian. Apalagi kalau itu dengan wajahnya.

Setibanya di stasiun, dengan sigap Vander keluar meninggalkan ketidak nyamanannya. Ia berjalan dengan langkah-langkah besar menuju halte bus yang akan membawanya ke universitas.

Sampai di tempat tujuan, suasana kampus sangat ramai. Banyak anak baru di musim semi ini. Semuanya masih tampak polos dan sebagiannya ada juga yang terlihat trendi. Dipastikan mereka akan menjadi populer di angkatannya atau mungkin menjadi selebriti seantero kampus. Termasuk seorang wanita yang tengah berdiri dikelilingi para pria dekat dengan papan denah kampus di gerbang utama.

Wanita itu tampil cantik dengan hanya memakai kaos rajut putih panjang dan ripped jeans nya yang terkesan sederhana. Tak lupa surai coklat bergelombangnya yang terurai indah. Sangat feminim dengan senyum manisnya yang mengembang. Meninggalkan kesan manja yang liar, dan membuat semua kumbang mendekatinya karena dirinya bagaikan bunga musim semi yang baru mekar. Sangat menggoda.

Sesaat mata Vander membesar mendapati sosok wanita itu. Lalu kemudian mengalihkan pandangannya dan berbelok tak tentu arah. Berharap si biang onar tak mengenalinya. Untung saja ia memakai masker.

Lagipula apa yang dilakukan wanita itu

di kampusnya. Apa Chloe mengikutinya dan mencarinya sekarang? Atau jangan-jangan dia bagian dari kampusnya? Yang artinya mereka akan sering bertemu?

Hanya Chloe dan pihak universitas yang tahu.

Vander mengutuk nasib sialnya yang lagi-lagi bertemu si setan cantik. Bahkan sekarang di tempatnya menimba ilmu. Dan semakin khawatir kalau ternyata benar wanita itu juga berkuliah di tempat yang sama dengannya. Jangan sampai mereka bertemu kembali. Bisa-bisa rencana hidupnya yang aman akan buyar.

Untungnya sampai jam mata kuliah terakhir, Vander dapat menyelesaikannya dengan lancar dan tanpa gangguan. Bahkan sampai ia ke tempat kerjanya, sang peganggu enggan menampakkan diri.

"Kau tahu? sepertinya musim semi kali ini mendatangkan sosok malaikat baru di kampus kita."

"Who's that girl?"

"Chloe Johnson. Dia dari fakultas ekonomi."

"What?! Chloe Johnson? Anak dari pemilik CJ One Club California?"

"Kudengar begitu. Entah angin apa yang membuatnya berkuliah disini. Dan sepertinya ia sudah tergabung dalam celebrity sorority girls."

"Bitchy resting face with Jade and Zendaya? Perfect!"

"Yup, Drake dan Miguel mulai mencoba mendekatinya tadi. Namun sayang, Chloe memberi jarak pada mereka. Bahkan tak segan-segan meminta keduanya menjauh. Sadis."

"Wah, sekaliber Drake dan Miguel saja ditolaknya, bagaimana dengan kita?"

Brak!

Kedua pria yang sedang mengobrol asik di ruang tunggu itu terkejut mendengar suara gebrakan dari mesin minuman. Saat mereka melihat siapa pelakunya, ternyata itu sosok yang tak pernah mereka duga— sedang mengambil minuman kaleng dari mesin, kemudian meminumnya hingga tandas dan meremuknya serta melemparkannya ke tempat sampah di dekat mereka.

What the hell's going on here?!

Semua mereka lihat dengan napas tertahan tanpa berani protes, karena dihadapan mereka kini ada beast yang menatap nyalang di balik kacamatanya.

"Bayar bill kalian lalu pergi dari sini. Ini bukan tempat untuk mengisi acara minum teh."

Setelah mengatakan itu, Vander pergi menghilang di balik dinding kaca. Meninggalkan kedua pria yang sudah syok ditempat.

"Apa yang dilakukan si beast di sini? Dia terlalu jauh dari goa-nya. Dia juga tampak berbeda," tanya pria kurus dengan banyak tindik di telinga dan wajah.

"Entahlah. Baru kali ini aku berhadapan dengannya. Ternyata dia semenyeramkan yang dikatakan," jawab pria dengan rambut cepak dan bertato di seluruh tangannya.

"Shit! Jangan bilang  kalau si kuno itu bekerja di sini?"

Lantas keduanya saling bertatapan lalu melihat ke arah punggung Vander yang menjauh.

Ya, Siapa yang tidak tahu Vanderex Zeckar si beast yang kejam. Dikatakan seperti itu karena di balik penampilannya yang kuno, ada sisi lain yang membuat beberapa orang enggan berhadapan dengannya. Namun, tak ada yang tahu ia memiliki pekerjaan yang terbilang keren.

Ia bukan tipe kutu buku yang ramah dan dapat dengan mudah didekati atau diajak berdiskusi. Bukan juga sosok yang gampang dirundung dan diintimidasi.

Vander adalah sosok pria yang ketika semua memandang mereka menunduk, ketika berkata semua mendengar, dan ketika ia menyalak yang dihadapannya akan menjadi gentar. Walaupun begitu, bukan berarti dia dibenci semua orang, karena sikapnya yang unik tersebut itulah para wanita di NYU sangat penasaran padanya. Bahkan mereka berlomba-lomba mendekatinya, akan tetapi hasilnya akan sia-sia, Vander sangat pemilih dalam berteman.

Kecuali Andres Banderas— pria asal spanyol yang jauh-jauh dari negaranya untuk menimba ilmu. Merupakan sosok yang  berbanding terbalik dengan Vander karena ia sangat ramah dan juga liar.

Hal yang membuat mereka berdua dekat dan cocok satu sama lain adalah— mereka sama-sama menyukai dunia otomotif. Dan juga karena Andres adalah tipe pria yang tidak munafik, apa adanya dan juga gayanya tidak berlebihan walau dia dari golongan orang berada.

Namun kini teman dekatnya itu belum jua kembali ke Big Apple City. Karena Andres masih menjalani tour keliling dunianya.

"Vander, kekasihmu mencari."

Dahi Vander mengernyit ketika Robert si pemuda pirang itu memberitahunya untuk ke bagian depan.

"Aku tidak memiliki kekasih," ucapnya lalu melenggang ke ruang service. Begitu juga dengan Robert. Mereka berdua adalah partner dan sedang menggarap satu mobil yang sama.

"Kukira Chloe adalah kekasihmu. Maaf. Pantas saja Polo berani mendekatinya. Bahkan meminta nomor ponselnya tadi. Dia memang gila. Tak bisa melihat gadis mulus sedi— hey?!"

Ocehan Robert terputus karena Vander tiba-tiba berbalik dan melewatinya.

"Hey, Vander! Kerjaan kita menunggu," teriak Robert. Namun diabaikan oleh Vander. Memaksanya untuk mengejar pria itu untuk menggeretnya kembali.

Saat Robert masih jauh tertinggal di belakang, vander sudah berdiri tegak sejauh tiga meter dari tempat Polo dan Chloe berada.

"POLO!"

Teriakan Vander membuat Robert terhenti dari aksi kejarnya. Dan juga membuat terkejut sang pemilik nama yang reflek berbalik. Begitu juga dengan sang tamu yang langsung terdiam.

"WHAT?"

Suara Polo tak kalah kuat dari Vander. Membuat sebagian karyawan atau orang yang mendengar menjadi fokus ke arah mereka.

"Apa kau dibayar di sini untuk menggoda?!"

Polo yang merasa disindir, balik membalas, "Ya! Apa kau ingin menggoda nona ini juga?" tunjuknya pada Chloe. Dan gadis itu hanya bisa tersenyum karena aksi Polo.

Vander menajamkan matanya dan mengetatkan rahangnya sekarang. Ia paling tidak suka di permainkan apalagi dibantah. Ingin rasanya ia mengamuk, namun sedetik kemudian ia tersadar bahwa yang dilakukannya sangatlah tidak wajar. Ini di luar batas pengendaliannya.

"Polo, jangan menggali lubang kuburmu sendiri. Segera selesaikan kerjaanmu atau ucapkan selamat tinggal pada New York."

Vander mendapatkan dirinya kembali. Ia lalu berbalik dan meninggalkan kedua orang di hadapannya itu. Juga melewati Robert yang sedari tadi menonton.

Sedangkan Polo hanya bisa mendengus dan mengibaskan tangannya dengan maksud mengusir Vander dari jauh.

"Hush! Dasar beast sialan!"

Dan Chloe. Ia sekarang berjalan ke mana arah yang di tuju pria berkaca mata itu pergi. Karena Vander yang sedari tadi ia cari.

"Bye Polo..."

Meninggalkan Polo dan Robert yang berjarak dan saling menatap seolah bertanya apa yang terjadi. Namun keduanya hanya saling mengendikkan bahu.

"Kau ada masalah dengannya?" tanya Robert pada Polo.

Polo memutar matanya. "Tidak ada. Sampai ia berteriak padaku tadi. Padahal dia sudah tahu kalau pekerjaanku sudah selesai."

Robert mengernyitkan dahinya. "Ini aneh. Oh, mungkin dia sedang lelah."

"What ever!"

Polo pergi meninggalkan Robert dengan wajah kesal. Dan pria berambut pirang itu akhirnya juga ikut meninggalkan tempat.

Kembali. Chloe lagi-lagi menjadi kutu di hidup Vander. Selama pria berkaca mata itu kerja hingga sampai tempat itu tutup, ia selalu setia disisi Vander. Membuat pria itu risih dan sering menjadi bahan ledekan yang lainnya.

"Kau. Kau mau apalagi?"

Vander membawa wanita berkulit eksotis itu ke tempat yang sepi, tepatnya di bawah tangga menuju lantai atas.

"Kau. Hanya kau. Sederhana, bukan?"

Chloe menunjukkan senyum manisnya kepasa Vander. Namun sayang, pria itu tak mudah luluh oleh bibir manis itu. Kecuali...

Chloe mengecup bibir Vander kilat. Membuat yang dikecup membatu di tempat.

"Vander, you're a liar! You add another layer skin of your heart."

Vander menggeram, "Shut up! You don't know all about me."

"I know!" bisik Chloe. "Baby, show me who you are. I wanna see it all."

Vander hanya diam dengan tatapan tajamnya yang menusuk— mencoba menelisik apakah wanita dihadapannya ini sungguh-sungguh atas ucapannya. Apa Chloe tak takut berhadapan dengannya?

Karena tak mendapat balasan dari Vander, dengan nekat Chloe merangkul leher pria itu, lalu melumat bibirnya dengan sangat liar. Bahkan kakinya berjinjit untuk menggapai lebih. Seakan itu adalah candunya.

Sedangkan Vander, ia tak bisa lagi berpikir. Tubuhnya kaku di tempat, dengan kedua tangan yang terkepal kuat. Mencoba mengembalikan kesadarannya, namun ia tersesat.

Seiring dengan kedua kelopak matanya yang tertutup, Vander merasa dirinya menggelap. Ia berangsur mulai menggerakkan bibirnya, dan mencoba membalas gerakan lawan. Sampai lama-kelamaan gerakannya berubah menjadi sama liarnya. Bahkan tubuh ringkih yang berada di pelukannya kini sudah terperangkap ke dinding.

Chloe melenguh dalam pagutannya dan itu membuat sisi lain Vander bersemangat. Vander terus menginvasi bibir yang terasa manis itu hingga terasa tebal di indra kecapnya. Entah apa yang dirinya lakukan, namun itu semakin membangkitkan gairahnya.

Sedangkan Chloe, ia hampir kehabisan napas karena aksi Vander. Bahkan tubuhnya kian merosot karena tungkainya yang melemah. Hanya tangannya yang kini menopang di tubuh Vander.

Bahkan karena gairahnya ia tak sengaja meremas surai hitam Vander yang merupakan mimpi setiap wanita di stasiun tadi. Chloe beruntung telah mencobanya dengan bonus bibir panas itu tentunya.

Chloe tak mampu lagi berdiri. Untungnya Vander mengerti dan dengan sigap mengangkatnya tanpa melepas pagutan mereka. Berjalan ke arah tangga dan menapaki undakan demi undakan ke atas.

Namun, saat di tengah perjalanan, langkah Vander terhenti. Netranya yang tadi menggelap tiba-tiba kembali normal. Menghempaskan dirinya pada kenyataan dan kesadaran yang sejadi-jadinya. Dan itu semua karena bayangan seseorang yang sedang berdiri tegak di puncak tangga dengan gaya angkuh yang sama seperti dirinya.

"Dad?"

To Be Continued

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status