"Wah, pondoknya bagus sekali, Mbak." Kirana hanya tersenyum menanggapinya.
Ratih terkagum-kagum melihat pondok yang arsitekturnya berbeda dari pondok-pondok yang ada di desa itu.
Kirana mengajaknya beranjak dari motor ATV yang baru saja mereka kendarai. Dia menuntun Ratih ke ujung teras pondok di tepi tebing itu. Dia penasaran apakah hanya dirinya sendiri yang takut melihat ke bawah atau Ratih juga begitu.
"Iiih ... serem lihat ke bawah, Mbak."
Ratih berpegang erat pada pagar pengaman teras. Dia mengalihkan pandangannya dari sungai deras di bawah mereka lalu menatap ke arah sumber bunyi di sampingnya. Aliran air penggerak generator yang terjun ke sungai yang ada di samping kiri pondok itu diamatinya.
Farhan naik motornya melalui jalan desa menuju rumah mertuanya. Dia baru saja selesai mengarahkan warga memasang kamera CCTV di beberapa titik di desa untuk bisa memantau keamanan dari pos keamanan. Meskipun selama ini desa itu aman, tetapi Farhan memberi pengarahan kepada semua warga untuk selalu waspada. Dia sadar bahwa suatu saat desa ini akan makmur dengan kemajuan pertanian dan perkebunan serta peternakan yang sedang dirintisnya. Kegiatan warga desa itu di malam hari belakangan semakin bertambah. Semula warga desa cuma tinggal di rumah atau nongkrong sambil ngobrol di malam hari, sekarang mulai berubah. Kegiatan belajar di balai desa mulai diramaikan oleh anak-anak remaja yang belajar berbagai keterampilan menggunakan teknologi. Setiap minggu, ada pengajar yang didatangkan oleh Farhan dari kota untuk mengajari anak-anak tersebut mulai dari membuat video sampai membuat blog. Farhan ingin mereka bisa membuat berbagai video promosi tentang desa mereka. Ada rencana
Malam terasa sunyi. Kabut putih mengambang mendatangkan dingin yang merasuk ke dalam pori-pori tubuh. Tak ada nyanyian serangga malam. Rembulan pun absen entah ke mana.Bunyi air terdengar dari aliran air penggerak generator di samping pondok. Cahaya lampu menerangi di sekitar pondok dan juga jalan desa. Sesekali terdengar gelak tawa di kejauhan dari pos penjaga keamanan.Pondok Sunyi malam itu tak lengang. Ada tiga manusia yang bermalam di sana. Mereka baru saja masuk setelah lama mengobrol di teras ditemani api unggun dan kopi panas serta makanan kecil."Dik, kamu tidur di bawah, ya!" ujar Farhan kepada Ratih."Iya, Mas."Ratih sudah mengambil posisi duduk di karpet ruang depan pon
Peternakan ayam itu terdiri dari tiga blok kandang ayam. Dua blok untuk 1000 ekor ayam petelur dan satu blok untuk 1200 ekor ayam potong. Ketiga blok kandang itu berjajar memanjang. Di dekat kandang ada satu bangunan untuk pengolahan pakan ayam, gudang, dan ruang kantor para pekerja. Semuanya ada tujuh pekerja yang bekerja di peternakan ayam itu. Para pekerja itu semuanya adalah warga desa. Narto memulai peternakan ayam setelah mendapatkan masukan dari Farhan saat baru datang ke desa itu. Kebetulan masih ada lahan kosong milik Narto yang berada di belakang kebun sayur di belakang rumahnya. Jarak peternakan itu sekitar dua ratus meter dari rumah Narto. Setelah peternakan itu berjalan, Narto lebih banyak menyibukkan diri di sana. Hanya sesekali dia mengawasi para pekerja di sawah dan kebun. Sehari-hari, Farhan yang selalu mengawasi dan mengelola kebun cabai, tomat, kopi, dan jeruk. Kebun cabai dan tomat sudah beberapa kali panen sedangkan kebun kopi dan jeruk b
TAK ADA UJAR DAN TANPA AKSARAKesejuta tujuh puluh kalinya kubertanya dalam keheninganAkan sesuatu yang tak juga kumengertiRatusan kitab kubuka lembar demi lembarMilyaran huruf kuteliti satu demi satuTuhan ... aku hanyalah manusia biasaKu tak bisa mendengar jawab-MuMeski berkali-kali aku melontarkan pertanyaanSetidaknya aku tak mampu menangkap isyaratSeringkali kutafakur sambil bertanya dalam hatiDiselingi suara lirihku menyebut nama-MuBertahun-tahun aku bersabar menanti jawabanKarena aku hanyalah seorang hambaKini kulihat sebuah lukisanNampak jelas di mataku
Langit menangis dalam keheningan. Angin menembangkan kepiluan diiringi gendang geledek bergemuruh. Lengkaplah ode malam ini. Membuai hati dalam suasana yg menghanyutkan tanpa arah. Melamurkan pikiran dalam ingatan bias tentang kehidupan.Dalam hujan yang tak terlalu deras selepas maghrib itu, Farhan mengendarai mobil menuju Solo. Dia pergi sendirian. Perjalanan yang tak jauh, hanya butuh waktu satu setengah hingga dua jam sudah sampai pada tujuannya. Dia akan mengurusi ekspor buah manggis ke Perancis melalui perusahaan agrobisnis Gayatri.Sebulan lalu, saat melintasi suatu daerah ketika Farhan mencari bibit sayur, ada seseorang yang bercerita padanya bahwa di daerah-daerah sekitar sana ada cukup banyak kebun yang menghasilkan buah manggis. Buah manggis itu biasanya cuma dijual di pasaran lokal dengan harga yang relatif murah da
Selamat tinggal hari kemarin. Kini hari berganti entah jadi hari apa lagi. Melayang 'ku di sela dingin dan sunyi. Menyongsong sesuatu yg tak terlihat bahkan tak terlintas dalam estimasi. Aku hanya mampu berserah pada Yang Maha Pengatur segalanya.* * * * *Satu per satu pakaian Ayu ditanggalkan oleh Gayatri di hadapan Farhan sambil memandangnya dengan tatapan nakal. Setelah dilucutinya celana dalam Ayu yang merupakan penutup terakhir tubuh molek itu lalu dilemparkannya celana dalam itu ke Farhan sambil tertawa nakal. Ayu hanya bisa tersipu malu dengan ulah bosnya itu."Giliranmu main nanti ya. Aku yang main duluan. Tugas kamu bantu aku cepet klimaks," perintah Gayatri.Dia lalu meloloskan kaos dalam serta celana dalam Farhan.
Hari sudah fajar ketika Gayatri terbangun dari tidurnya. Tubuhnya terasa segar. Dia baru sadar sedang tidur di kamar hotel bersama Farhan dan Ayu. Mereka berdua masih terlelap dengan tubuh telanjang.Perlahan dia beranjak dari tempat tidur. Kandung kemihnya penuh minta dikosongkan. Dia lalu berjalan menuju kamar mandi. Dengan duduk di kloset, dikucurkannya air seninya. Selangkangannya masih terasa lengket sisa pertarungannya semalam. Dia belum sempat membasuhnya sebelum terlelap.Setelah lega melepas hajat kecilnya, dia lalu mencarishower capdi mejawastafel. Di antara sabun, sampo dan perlengkapan mandi yang disediakan hotel, dia menemukan benda itu lalu memasangnya di kepalanya agar rambutnya tak basah.Kucuran air hangat darishower
Farhan mengikuti Gayatri masuk ke ruang kerjanya. Mereka baru selesai melepas keberangkatan pengiriman pertama buah manggis ke Perancis."Daddytunggu di sini bentar ya. Aku mau nyuruh Ayu ngirim dokumen ekspor ke Albert dulu," ujar Gayatri.Gayatri lalu meninggalkan ruang kerjanya setelah Farhan mengiyakan. Farhan duduk di kursi tamu tempat Gayatri biasa menerima tamu di ruangannya."Albert, rekananku di Perancis, bilang nanti kalo salinan dokumen ekspor sudah dia terima, dia bakal transfer uangnya," kata Gayatri ketika sudah kembali ke ruangan."Pengaturan pengiriman selanjutnya gimana?" tanya Farhan."Nanti kita atur pengiriman 2 ton itu dibagi per minggu. Jadi