Share

6. Tidak Mungkin Mimpi

“Berhenti!!”

“Apa?”

Tiba-tiba dalam sekejap lift berhenti menyebabkan Shayra melotot kaget tak terima. Menyebabkan timbulnya prasangka buruk tercipta dalam benaknya dan membuat Shayra menjadi waspada. Tetapi, hal tersebut sudah terlambat mana kala Shayra menyadari dirinya telah berada dalam kuasa penuh Adien.

Shayra meringis dengan cepat merapalkan doa, penuh harapan agar dibebaskan dari setan terkutuk Adien yang berengsek.

“Kamu kelihatan masih pucat, Shayra.” Adien menyeringai aneh mengejek Shayra.

Dengan sengaja tubuh yang berada dalam kungkungannya makin erat didekapannya dan jarak antara wajahnya pada wajah Shayra sengaja dikikis. Hal itu menyebabkan Shayra dengan cepat membuang muka tak suka menatap Adien dari jarak yang sangat teramat dekat.

“Jangan macam-macam Adien!” gertak Shayra terguncang sambil memberontak.

“Ssstt ...”  Adien menempelkan jari telunjuknya di bibir Shayra. “Meskipun tuduhanmu benar, aku memang punya banyak macam kepadamu. Tetapi tenanglah karena kali ini aku pasti mempertanggungjawabkannya, Shayra. Sebelum telapak tanganmu yang halus terluka akibat mendaratkan diwajahku dengan keras, aku jamin hak penuh dirimu akan menjadi milikku," kecam Adien beralih menggenggam tangan Shayra.

Adien menggenggam erat sambil mengelusnya dengan tangannya yang lain dan memperlakukannya dengan lembut lalu setelah merasa cukup, barulah ia melepaskan tangan Shayra dengan sendirinya.

“Jangan bermimpi, memangnya kamu siapa?” Dengus Shayra kesal menatap Adien sinis sambil mencoba menjauh.

Bukannya langsung menjawab Adien malah tersenyum aneh lalu menjentikkan jarinya. Dan ajaibnya lift tiba-tiba kembali bergerak. Menyebabkan Shayra sedikit lega serta tenang, sampai lift-nya tiba dilantai yang dituju dan terbuka.

“Aku sedang tidak tidur Shayra jadi aku tak mungkin bermimpi dan lain kali jangan menanyakan siapa diriku karena aku yakin kamu pasti tahu.” Adien menyunggingkan seyuman dinginnya sebelum berlalu dengan angkuh tanpa menunggu jawaban Shayra.

***

Shayra membuat es krim rasa mangga kesukaannya lalu menaruhnya kedalam kulkas. Kemudian meraih mangkuk es krim yang dibuatnya sehari sebelumnya dan telah beku.

Shayra berjalan menuju ruang tengah tak membawa membawa es krim miliknya untuk menemaninya mengerjakan pekerjaannya malam ini.

“Apa kamu tak bosan tiap hari makan es krim melulu, Shayra? Itupun rasa mangga terus ...” cibir Mama Karina jengah memperhatikan kelakuan putri satu-satunya itu.

“Terlanjur jadi maniak, ya, bagaimana lagi Ma?” Jawab Shayra asal seraya menuju sofa yang berseberangan dengan sofa yang diduduki Mamanya Karina.

Mamanya menghela nafas kembali. “Mama gak melarangmu mengomsumsi es krim, tapi sebaiknya jangan keseringanlah sampai rutin tiap hari lagi! Lagipula kamu mengertilah hal itu gak baik bagi kesahatanmu. Bahkan kamu sudah merasakan gejala buruknya, akibatnya kamupun tak jarang flu dan batuk karenanya. Apa kamu nggak jera Shayra?”

“Hm, iya Ma. Kapan-kapanlah Shayra tobat nggak ngemil es krim lagi.” Shayra acuh tak bersungguh-sungguh dengan perkataannya.

Mendengar hal itu menyebabkan Mamanya membuang nafas kasar sambil berdiri. “Dasar bandel! Terus saja makan es krim, Mama nggak akan mengingatkanmu lagi, tetapi kalau kamu sampai sakit jangan coba-coba berani merintih dihadapan Mama!!” omel Mamanya murka tak habis pikir dengan putrinya satu-satunya itu.

Mamanya beranjak pergi tanpa menanti jawaban Shayra terlebih dahulu.

Anaknya itu memang bandel susah sekali diperingati dan senang membuat Karina terpancing omosi menghadapinya. Beruntung saja Shayra betulan anaknya, kalau tidak tak cincang habis oleh Karina.

Sementara itu Shayra yang mendapat reaksi ibunya begitu jengkel terhadapnya, Shayra acuh saja dan tak peduli. Dia malah makin lahap mengemil es krimnya sambil menghidupkan TV, melupakan pekerjaannya  dan menonton acara yang disiarkan disana.

Ddrrrttttt ... ddrrrrrtt ...

Bunyi handphone miliknya menghentikan Shayra makan es krim sejenak, untuk menjawab panggilan telepon yang masuk. Shayra menyapa Dinda ketika sambungan telepon terhubung. menyebabkan Dinda mendengus kesal.

“Iya Dinda, ada apa? Kamu nggak biasanya menghubungiku malam-malam begini.”

“Kamu ini nggak ada basa-basinya, nyapa ‘hallo’ dahulu kek! Atau kalau nggak beri salam dululah.” Dinda memprotesi Shayra.

“Kelamaan, udah sekarang mendingan katakan ada perlu apa? Es krim gue nanti keburu mencair tau.”

“Kamu lagi makan es krim malam begini yang udaranya diselimuti hawa dingin, Shayra? Yang benar saja, Astaga!” ringis Dinda tak habis pikir.

“Bawel, nggak usah dibahas mending sekarang katakan alasanmu menghubungiku malam apa. Jangan bilang kamu kurang kerjaan atau bayi dalam perutmu kepengen mendengar suaraku," terka Shayra dengan asal.

“Kamu cenayang, ya? Kok tahu kalau bayiku memang kepengen mendengar suaramu, tetapi sebenarnya lebih ingin kamu kemari agar aku bisa melihatmu.” Dinda terkekeh mengungkapkan perihal alasannya menelepon Shayra.

Sontak saja menyebabkan Shayra mendengus kesal, “ aku pikir apaan dan terus kenapa aku harus kesana?”

“Hm, menemani dan menginap dirumahku malam ini dan untuk enam malam kedepannya. Kumohon kasihanilah Ibu hamil ini, Shayra. Aku sedang merasakan kesepian yang mendalam.” Dinda penuh harap memelas kepada Shayra menggunakan nada suara butuh belas kasihan yang dibuat-buat.

“Memangnya suamimu pergi kemana?” Shayra meraih kembali mangkuk es krimnya dan kembali memakannya.

“Kerja.”

“Keluar kota lagi Din?”

“Hm, begitulah ...”

Dinda memelas berusaha agar terdengar begitu menyedihkan saat mengucapkan perkataanya agar Shayra luluh dan mewujudkan keinginannya. Benar saja, setelah menghela nafas Shayra luluh dengan mudahnya. Lagian ia tak tegaan pada ibu hamil satu itu.

“Yasudah, satu jam lagi aku ke sana, ok!”

“Aku tunggu.”

Setelah selesai mengobrol dengan Dinda lewat telepon Shayra pun buru-buru menghabiskan es krimnya. Bersiap untnuk pergi dan tak lupa pamitan kepada Mama Karina.

***

Ketika Shayra masih dalam perjalanan menuju rumah Dinda, wanita yang sedang mengandung itu menitipkan sesuatu kepadanya. Berdalih itu keinginan bayinya. Dan disinilah Shayra sekarang, berada di warung pinggir jalan mencari makanan yang dingidami oleh Dinda.

Setelah mendapatkannya Shayra berniat melanjutkan perjalanannya menuju rumah Dinda.

Sayang sekali niatnya tak berjalan mulus, pada saat berjalan menuju mobilnya, Shayra menemukan sosok Adien tiba-tiba saja datang entah dari mana menghampirinya.

“Ikut aku!!” Adien dengan tegasnya tak ingin dibantah.

Dalam sekejap Shayra dalam tahan Adien yang menggenggam tangannya paksa. Pria itu membawa Shayra menuju mobilnya dan kembali lagi memaksa Shayra  begitu sampai agar Shayra mau masuk dan menaiki mobilnya.

“Lepaskan aku berengsek! Apa-apaan sih? Jangan bilang kalau kamu mau menculikku!!”

“Kalau hal itu membuatmu jadi menurut, anggap saja begitu. Aku sedang menculikmu jadi sekarang masuklah!!

“Aku gak mau, udalah jangan bercanda begini. Dinda sedang menungguku di rumahnya, kamu tahu dia sedang mengandung serta mengidam saat ini.  Sekarang aku harus memberikan pesanannya demi keinginan bayinya. Tolong jangan seperti ini, kamu nggak maukan menjadi orang yang menyebabkan anak Dinda ileran suatu hari nanti," kata Shayra menjelaskan sambil berontak.

Shayra gagal membebaskan dirinya, kerena sekarang dirinya sudah duduk dalam mobil Adien. Bahkan sabuk pengaman telah Adien kenakan padanya.

“Ada suaminya yang akan melakukan itu, jadi diamlah dan jangan berani turun.”

BLAMM

Adien menghempaskan pintu mobilnya kasar lalu dengan cepat menuju arah kemudi dan masuk kedalam mobilnya disebelah Shayra.

“Jangan begini, suami Dinda sedang dinas keluar kota dan akulah yang harus membantunya untuk mewujudkan keinginan bayinya.”

“Jangan banyak alasan dia punya kerabat, Shayra. Jadi diamlah dan jangan membantah lagi.” Adien menghidupkan mesin mobil miliknya.

Selanjutnya pria itu mengemudikan mobilnya membelah jalanan kota dimalam hari, diiringi gerutuan wanita disampingnya yang terus-terusan memberontak.

“Kerabatnya Dinda cuma aku.” Shayra tak mau mengalah dan belum menyerah. “Lagi pula kamu mau membawaku kemana sih? Dan mobilku, ah, bagaimana nasibnya disana ... hentikan berengsek biarkan aku kembali sebelum penculik mencuri mobilku.” Shayra masih memberontak memukuli Adien sambil menguncang tubuhnya.

Tetapi, tenaga Shayra bukanlah apa-apa bagi Adien. Sekuat apapun Shayra memukul atau mendorongnya itu tak berarti apupun baginya. Alhasil Adien masih diam tak bergeming sama sekali dan bahkan ia masih sangat fokus mengemudikan mobilnya.

“Dasar cerewet!”

TBC

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status