Share

Bab 6

Qiang begitu terkejut saat menemukan adiknya terkapar diatas tanah yang kasar dan dingin dihalaman belakang kediaman mereka. Ia lantas segera mengangkat adik bungsunya dan membawanya menuju pavilium barat dan menidurkan kembali adiknya di atas peraduannya yang hangat.

Qiang tidak habis pikir, mengapa adiknya bisa berada disana. Seingat Qiang, ia sudah mengecek halaman belakang berulang kali, namun keberadaan adiknya tak ia temukan. Qiang tak tahu berapa lama ia meninggalkan kediaman keluarga Feng sampai tak jika mungkin saja ada persembunyian baru dihalaman belakang kediaman mereka.

Awalnya Qiang tadinya hanya hendak mengambil kudanya yang berada dihalaman belakang kediaman guna memperluas pencarian adiknya di ibukota MingQi, tapi siapa yang menyangka, ia menemukan adiknya dalam keadaan tak sadarkan diri diatas jalan setapak halaman bekalang kediaman mereka.

Sepanjang perjalanan menuju pavilium Lan yang berada di bagian barat dari pavilium utama, Qiang lebih banyak diam. Pikirannya berkelana jauh memikirkan masalah - masalah yang berturut - turut menghampiri adiknya dalam sehari. Biasanya Ai tidak akan menghilang sebanyak dua kali dalam satu hari, Ai biasa hilang dari pengawasan dan penjagaan mereka ketika ia keluar kediaman namun tidak terulang hingga dua kali.

Ai memang sering menghilang dan berujung pulang membawa luka, namun rentan kejadian itu selalu memiliki jarak yang lumayan jauh dan lama.

Sudah tiga bulan berlalu sejak kejadiam dimana Ai menghilang bertepatan dengan penculikan putra mahkota Rui yang menggemparkan ibukota MingQi di malam penyambutan dan perjamuan akan keberhasilan para petinggi militer dan prajurit dalam merebut wilayah selatan melawan kerajaan YongXi. Sejak kejadian itu, sudah terhitung 5 kali Ai selalu dibanyang - bayangi mara bahaya yang mengancam nyawanya.

Bulan pertama dan kedua, terhitung Ai pulang dengan tubuh penuh luka dua kali dalam satu bulan, namun bulan ketiga kali ini nampaknya para penjahat yang melihat Ai sebagai saksi mata penculikan tersebut sudah sangat ingin melenyapkan Ai untuk menutupi kejahatan mereka.

Mungkin mereka cemas jika Ai membongkar kejahatan mereka sehingga mereka ingin melenyapkan adiknya, atau mungkin mereka dilanda pertarungan batin dimana tingkat keselamatan dan kematian putra mahkota Rui masih menjadi ketakutan terbesar untuk mereka sebab sampai saat ini putra mahkota Rui belum di temukan dalam keadaan hidup ataupun dalam keadaan mati. Mungkin hal itulah yang membuat mereka cewas, khawatir dan ketakutan sehingga meneror adiknya yang lemah tak berdaya dalam ketakutan dan celaka.

Memikirkan hal itu jelas membuat Qiang marah, mungkin ada baiknya jika ia memilih menjadi pejabat pemerintah kantor militer saja dibandingkan harus meninggalkan adiknya bersama ibunya dikediaman Feng yang kini telah dirasa tidak aman lagi. Bahaya bisa saja menyerang kedua wanita yang sangat ia cintai dan sayangi sewaktu - waktu ketika ia dan ayahnya melaksanakan tugas diperbatasan.

Mungkin tidak ada salahnya jika ia mendiskusikan hal tersebut kepada ayahnya terlebih dahulu demi mempertimbangkan keselamatan orang- orang yang sangat Qiang cintai dan sayangi, ia sama sekali tidak keberatan jika pada akhirnya harus mengorbankan pekerjaan impiannya selama ini.

Di lain tempat, tepatnya di atas sebuah peraduan, Ai nampak gelisah dalam tidurnya. Keringat dingin terus membasahi pelipisnya, ia terus mengingau mengumamkan kata 'Tidak!' berulang kali hingga membuat tiga orang yang menemaninya di kamar miliknya begitu khawatir dengan keadaan Ai yang nampaknya sedang bermimpi buruk.

Mereka tidak tahu apa saja yang Ai lalui ketika mereka mendapat tugas dan perintah menjaga perbatasan dari serangan para musuh. Namun malam ini nampaknya mereka merasa terpukul dan bersalah meninggalkan Ai dalam asuhan dan pengawasan para pelayan yang sama sekali tak memberi mereka jaminan Ai baik-baik saja dilihat dari kondisinya yang saat ini membuat dada Huang Fan Hua sesak.

Huang Fan Hua yang merupakan wanita yang melahirkan gadis rapuh dan malang yang kini terbaring diatas peraduan tersebut nampak tak tega menyaksikan putrinya nampak tersiksa dengan mimpi buruk yang ia alami. Wanita yang usianya telah memasuki kepala tiga itu lantas menghampiri putrinya dan mengusap peluh dan keringat yang semakin deras keluar dari setiap pori - pori kulit putri kesayangannya.

Hua terus membisikan kalimat - kalimat penenang tepat di telinga putrinya, ia dengan begitu lembut membelai kepala putrinya yang juga telah basah oleh keringat dan terus berbisik dan berkata "Tenanglah Ai. Ibunda, ayahanda dan gegemu disini bersamamu. Kau jangan khawatir, sekarang tenanglah nak. Kami bersamamu sayang"

Seperti sebuah mantra ajaib, setelah mendengar bisikan dari ibundanya, Ai nampak lebih tenang. Nafasnya tidak lagi memburu hebat, kini ia mulai bernafas dengan teratur dan tubuhnya tidak lagi segelisah sebelumnya.

Setelah merasa putrinya telah tenang, Hua menghampiri jendral Holing dan Qiang yang duduk di kursi yang berada di tengah ruangan. Hua menatap kedua pria kesayangannya itu dengan mata yang memincing tajam menuntu sebuah penjelasan dari dua pria beda usia di hadapannya kini.

Hua yang biasanya nampak anggun dan lembut di hadapan para nyonya-nyonya bangsawan kini mulai menunjukan sisi tegasnya, sebagai putri dari mantan seorang jendral, Hua tahu ada yang tidak beres tengah terjadi akhir-akhir ini dan semua itu selalu saja putri kesayangannya alami.

"Katakan, diantara tuan atau Qiang'er, siapa yang ingin lebih dulu menjelaskan situasi yang Ai hadapi?" Tanya Hua

"Kalian jangan diam saja, aku bukan orang bodoh yang tidak tahu putrinya selalu mendapat mara bahaya serta celaka. Sekarang katakan, masalah apa yang membuat Ai terus menerus seperti ini?" Desak Hua yang membuat Qiang menunduk dalam sedangkan jendral Holing membuang muka karena tak ingin bersitatap dengan tatapan tajam istrinya yang nampak menakutkan.

"Jika tuan dan Qiang'er tak mau bicara, biar aku cari sendiri masalah dan penyebab apa yang membuat putriku selalu dalam bahaya!" Ancam Hua sungguh - sungguh.

.

.

.

"Kau kembali kemasa lalu karena keinginan terbesar hatimu sendiri"

Kalimat itu terus terngiang - ngiang dan terus berputar seperti kaset rusak dalam pikirannya, kalimat itu terus saja mengganggu dan mengusik tidur lelapnya.

Ia tak tahu, keinginan terbesar dalam hidupnya adalah kembali mengulang kehidupan di masalalu dimana jiwa rengkarnasi dan hatinya masih sulit melupakan setiap kenangan yang terekam dan tersimpan dengan begitu apik dalam memori ingatannya sebelum ia kembali hidup dikehidupan selanjutnya.

Ai tak tahu, mengapa keinginan terbesarnya adalah hidup kembali dimasa yang beratus - ratus tahun telah berlalu, dibandingkan hidup dimasa depan dimana semua yang ia inginkan akan selalu ia dapatkan kecuali kebahagiaan dan kasih sayang dari keluarganya.

Dalam tidurnya Ai terus memikirkan apa alasan khusus ia begitu ingin berada dimasa lalu, walaupun takdir sudah mengatakan tak ada alasan khusus keberadaannya kembali di dinasti Ming kerajaan MingQi. Namun tetap saja Ai sangat sulit menerima kenyataan bahwa keberadaannya disini murni karena keinginannya sendiri.

Ingatan masa lalu yang diberikan sang penguasa dimensi, ruang dan waktu sama sekali tak membantu banyak. Ia hanya mengingat ingatan-ingatan dasar seperti nama kekuarga, tempat yang pernah ia kunjungi, sekolah tempat ia menimba ilmu, orang - orang yang pernah ia temui, kejadian - kejadian yang tidak begitu penting yang pernah ia lalui.

Hanya saja di antara banyaknya ingatan yang ia miliki, hanya satu ingatan yang Ai rasa sangat tak asing. Di ingatannya, ia pernah menyaksikan sebuah kejahatan yang mana pada akhirnya ia berhasil membantu orang tersebut selamat, namun setelah semua itu, perlahan hidupnya yang tenang mulai berubah sejak ia menyelamatkan orang tersebut.

Kehidupan Ai selalu dibayangi oleh orang - orang yang ingin mencelakai dan membahayakan nyawanya, entah karena alasan apa, yang Ai tahu mungkin itu semua ada hubungannya dengan orang yang pernah ia selamatkan.

Merasa bahwa melanjutkan tidur akan berakhir percuma dengan pikiran yang terus berkecamuk dalam kepala yang terus mengusik dan mengusir lelahnya secara paksa, Ai memilih bangun dan mendudukan dirinya di atas peraduan tak lupa memberi bantal di belakang punggungnya agar ia mampu bersandar di kepala peraduannya.

Ai menatap sekelilingnya, nuansa kayu yang bercampur ukiran - ukiran rumit khas perumahan tradisional jaman dahulu sangat kental dan terasa sangat hidup di kamar yang kini telah resmi menjadi miliknya.

Walaupun sangat berbeda jauh dengan kamarnya yang dua kali lebih besar di masa depan, Ai tak mampu menyuarakan ketidak sukaannya karena hal tersebut. Sebab kini ia bukan lagi Feng Ru Ai di masa depan dengan segala kemewahan yang ia miliki, melainkan kini ia telah menjadi Feng Ru Ai di masa lalu, putri dari seorang jendral besar yang dihormati dan di segani.

Mungkin akan sulit beradaptasi dengan suasana masalalu yang masih begitu kental dengan budaya dan peraturannya yang ketat, namun Ai tidak memiliki pilihan lain selain menerima takdir dan keinginan terbesar hatinya yang menjebaknya dimasa lalu untuk selama - lamanya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
takawa buton
zaman dulu dgn era milenium banyak mama muda yg anaknya sdh berusia 20an sementara dia masih berusia 30-40an masih cantik dan menggahirakan birahi lakilaki untuk wikwik ............
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status