Keana perlahan mundur, sesuatu di depannya membuatnya takut, di depannya manusia setengah ikan tengah meraung kesakitan, Keana melihat dengan jelas bagaimana ekor itu membelah dengan sendirinya disusul bunyi seperti patahan tulang dan lebih mengejutkannya lagi ekor itu berubah menjadi kaki, seperti kaki manusia pada umumnya. Dari postur tubuhnya Keana tahu ia laki-laki, hanya saja rambut milik makhluk itu agak panjang.
Merman? Duyung? Keana tidak dapat menjelaskan sosok yang membelakanginya itu. Ini semua terasa membingungkan juga menakutkan. Keana mundur tanpa menyadari ada batu karang di belakangnya, dan beberapa detik kemudian tubuhnya tersandung dan terjungkal, sukses membuat makhluk yang membelakanginya itu memutar kepalanya dan melihat ke arahnya.
Keana nyaris saja berteriak, jika saja ia tidak lebih dulu menatap mata biru milik makhluk itu, manik itu seolah menghipnotisnya membawanya tenggelam. Perlahan angin menerbangkan rambut makhluk itu, hingga keana bisa melihat wajahnya dengan jelas.
"Grr ...." Keana terlonjak dan sadar ketika makhluk itu menggeram menampakan gigi taring yang tidak terlalu panjang, namun lebih panjang dari manusia. Keana terpesona akan paras makhluk itu, terlihat tampan apalagi dengan giginya.
Buru-buru Keana berdiri, ia menarik nafas dan membuangnya, lalu pandangannya kembali ke makhluk itu, Keana memerah saat melihat keadaan makhluk itu telanjang, tidak sepenuhnya karena tubuhnya tertutupi semacam lendir.
"Oh, apa yang harus aku lakukan?"
Keana melihat keadaan sekitar yang sepi, siapa juga yang betah lama-lama di pantai saat malam hari? Keana lalu membuka jaketnya, kemudian mencoba mendekati makhluk tampan yang menatapnya garang. Walau sebenarnya Keana takut, ia tetap mencoba untuk mendekat. Keana seperti tengah mempertaruhkan keselamatannya sendiri.
Jarak mereka semakin dekat, Keana bisa mencium bau anyir khas ikan dari tubuh makhluk itu. Apakah karena ia berbentuk setengah ikan membuatnya juga berbau seperti ikan? Batin Keana bertanya-tanya.
"Grahh ...." Keana terkejut dan kembali ke tempatnya semula, dengan jarak satu meter dari makhluk yang menggeram kepadanya. Astaga! Makhluk itu suka sekali membuatnya terkejut.
"Aish, tidak apa-apa, aku tidak akan melukaimu," kata Keana. Ia kembali melirik kaki makhluk di depannya itu dan melihat ada luka disana, sepertinya cukup dalam.
Keana kembali mendekat, makhluk itu kembali waspada. "Apa kau tidak bisa bicara?" tanya Keana. Ia mencoba mengalihkan perhatian makhluk itu. Ingat sesuatu keana mengeluarkan roti yang dibawanya dari Caffe tadi.
"Makanlah." Keana memberikan roti yang langsung diambil oleh makhluk itu. Mengendusnya lalu memakannya. Keana melihat ada semacam lubang di belakang telinga makhluk itu yang perlahan menghilang bersamaan dengan kaki yang telah terbentuk sempurna. Lendir yang menutupi tubuhnya juga mulai turun di sisi tubuhnya.
Melihat itu Keana langsung mendekat dan melingkarkan jaketnya tadi di pinggang makhluk itu, menutupi sesuatu yang membuat Keana mengumpat pelan. Tapi rupanya hal yang dilakukan Keana membuat makhluk itu menggeram marah lalu melayangkan kuku tajamnya pada Keana.
Keana tidak sempat menghindar.
"Akh ...." Keana meringis, perutnya terkena goresan kuku. Kaosnya robek, Keana menyingkap kaos itu dan melihat tiga goresan di perut ratanya, rasanya menyakitkan.
Keana memegangi perutnya, rasanya semakin sakit juga panas, seketika tubuhnya ambruk di depan makhluk itu. Ia juga merasa nafasnya perlahan sesak, suhu tubuhnya juga meningkat. Keana hampir saja pingsan, namun ia merasakan sesuatu yang dingin menyentuh perutnya. Dapat dilihatnya makhluk itu mengoleskan lendir yang ada di tubuhnya ke perut Keana. Seketika rasa panas dan perih itu menghilang.
~~~
Keana bingung harus melakukan apa pada makhluk di depannya ini, apalagi makhluk itu terluka. Lagi-lagi Keana melirik sekitarnya, mungkin saja ada yang bisa membantu dirinya. Tapi ketika ingat kondisi makhluk di depannya Keana menggeleng. Takut jika ada manusia berniat jahat.
Padangan Keana beralih ke arah luka makhluk itu. "Lukamu itu tidak disembuhkan?" tanya Keana. Ia ingat lendir tadi menghilangkan rasa sakit juga panas dari cakaran makhluk itu. Ia mengambil lendir yang tersisa lalu mengusapkannya ke kaki yang terluka makhluk itu. Sempat ada penolakan namun Keana bersikeras.
Luka itu tidak sembuh, masih ada sedikit darah yang keluar sama seperti sebelumnya. Ini membuat Keana bingung. "Tidak mempan? Apakah harus pakai obat biasa?" tanya Keana lagi yang hanya dibalas tatapan dari makhluk didepannya ini.
"Kau berasal dari mana? Kenapa bisa ada disini?" Hanya suara deburan ombak yang menjawab, makhluk itu menatap lautan.
"Hah ...." Keana bangkit dari duduknya. "Kau berasal dari laut ya? Kalau begitu kau kembali saja, jika ada manusia lain yang melihatmu kau akan dikira orang gila, dan jika kau ketahuan mereka akan menangkapmu. Yah, aku beruntung karena bisa melihatmu." Di akhir kata Keana senyum, makhluk itu masih memperhatikan Keana.
Keana berbalik berniat meninggalkan makhkuk itu dan melangkahkan kakinya. Ini sudah terlalu larut malam dan ia harus segera berisitirahat.
"Aa!" Keana menghentikan langkahnya, lalu berbalik. Makhluk itu menatapnya dalam entah pemikiran dari mana Keana mengartikannya makhluk itu seolah berkata "jangan tinggalkan aku." Keana menghela nafas, lalu melihat jam tangannya.
"Astaga! Jam 10?!" Keana tidak percaya hari sudah sangat larut. Keana mendekati makhluk yang masih duduk diatas pasir itu, lalu berjongkok di depannya.
"Kau mau ikut aku?" Keana sendiri tidak yakin dengan keputusannya ini, membawa makhluk asing ke rumahnya. Tapi ia tidak tega juga meninggalkan makhluk ini. Keadaan makhluk ini tidak baik.
"Ayo!" Keana mengulurkan tangannya, makhluk itu menatapnya lalu juga mengulurkan tangannya. Keana tertawa, makhluk ini kurang paham. Keana meraih tangan yang terulur, mereka hanya berpegangan. Ah! Keana menepuk jidatnya, makhluk ini pasti tidak tahu cara berjalan.
Keana harus mencari cara.
Keana berpikir keras, bagaimana membawa makhluk ini ke rumahnya apalagi manusia setengah ikan ini tidak dapat berjalan. Haruskah ku gendong? Keana menggelengkan kepalanya, mana mungkin tubuh besar itu bisa digendong olehnya. Tubuhnya kecil, jauh sekali dengan tubuh besar makhluk yang Keana tebak sekitar 185 cm itu.Akhirnya Keana memutuskan memapahnya saja, ia mendekat lalu membantunya berdiri, agak sulit karena beberapa kali pria itu terjatuh, ya lebih baik di panggil 'Pria' dari pada 'Makhluk' mengingat ia sudah seperti manusia.Setelah berhasil membuat pria itu berdiri, Keana cukup terkejut, ternyata pria itu benar-benar tinggi, ia hanya sebatas bahunya dan itu membuat sulit untuk membawanya pulang. Ditambah dengan bobot berat pria itu."Argh! Susah!" Keana jadi jengkel sendiri, tubuhnya terlalu pendek untuk menopang pria itu. Sedangkan pria itu hanya menatap Keana polos dengan
Keana membelalakkan matanya, ini sungguh luar biasa, melihat bagaimana pria ini dari manusia berubah menjadi setengah ikan. Keana yang tadinya menjauh mendekat ke bathub. Keana menatap ekor milik pria itu, sangat indah dengan warna hitam pekat yang mengkilat. Saat Keana ingin menyentuhnya, pria itu menggeram."Apakah sakit?" tanya Keana lembut, pria itu mulai tenang saat keana mengusap pelan ekornya. Keana dapat merasakan betapa licinnya ekor tersebut. Sadar dari rasa takjubnya, Keana buru-buru berdiri."Aku akan membersihkanmu," kata Keana, ia mulai menyabuni tubuh Pria itu, kain yang menutupinya telah Keana singkirkan. Dari kepala hingga ekor telah Keana sabunkan, hanya tinggal membilasnya. Tapi Keana berhati-hati pada bagian yang terluka, luka itu seperti goresan panjang."Bagaimana cara agar kamu jadi manusia lagi?" tanya Keana disela bilasannya. Pria itu masih di dalam bathub."Aa ...." Keana tetawa mendengar balasan pria itu.
Keana dengan telaten mengobati luka yang ada di kaki Arthur, pria itu sesekali meringis saat Keana mengoleskan obat merah di kakinya, luka di kaki Arthur bentuknya memanjang di bagian betisnya, seperti terkena benda tajam. Namun tidak seperti tadi malam, luka ini terlihat sudah membaik. Setelah selesai, Keana membalutnya dengan perban."Ahh, bosan juga, ya," kata Keana. "Bagaimana kalau kau belajar berjalan saja?" tanya Keana antusias. Sepertinya ia harus mengajari Arthur berjalan, tidak mungkin juga ia harus mendorong Arthur memakai gerobak ketika ia mengembalikan pria itu ke laut.Keana berpikir sejenak. "Tapi, aku tidak yakin, kakimu masih sakit nanti saja, sekarang kau istirahat saja," kata Keana. Ia membiarkan Arthur duduk di kursi sedangkan ia pergi ke kamar. Mungkin ia akan mengajarinya nanti, yang penting Arthur akan beristirahat terlebih dahulu hingga kakinya sembuh.Jam menunjukan pukul 11 siang, Keana bergegas
Keana telah bersiap siap, sore ini juga ia akan mengembalikan Arthur ke laut. Jam di dinding menunjukan pukul 5 dan rencananya Keana akan pergi mengantar Arthur ke tempat di mana ia menemukannya pertama kali."Ayo," ajak Keana lalu ia menarik tangan Arthur keluar rumah. Sebelum pergi ia memastikan pintu rumahnya terkunci rapat, meski tidak ada benda berharga tapi rumah yang dibobol maling itu sangat tidak bagus. Mereka bisa saja membuat rumah Keana nanti berantakan."Aku akan mengantarmu ke tempat kita pertama kali bertemu, di sana tempatnya sepi, jadi akan akan aman." Arthur menoleh ketika Keana bersuara. "Oh, satu lagi, jangan lupakan aku,ya." Keana masih saja berceloteh walau tidak ditanggapi oleh Arthur. Pria itu hanya menatapnya.Arthur masih saja diam sambil memperhatikan Keana, seperti ada sesuatu yang membuatnya tetap terpaku untuk menatap gadis itu. Menatap paras cantik yang membuatny
Keana melongo, sedangkan Arthur telah melepaskan jabatan tangannya dengan Jack. Tapi buru-buru Keana menguasai diri. Tapi, sungguh, Arthur yang tiba-tiba berbicara itu sangat mengejutkannya. Semenjak tadi pria itu hanya diam, seperti tidak tahu apa-apa."Kalian sendiri kenapa ada di sini?" Jack bertanya kepada Keana. Sedikit curiga karena tidak biasanya Keana berjalan-jalan dengan seorang pria yang terlihat seperti 25 tahu ini."A-aku hanya ingin jalan-jalan, dan kebetulan aku bertemu dengan Arthur di sini," jelas Keana dengan kebohongannya, dalam hati ia meringis karena banyaknya kebohongannya hari ini. Maafkan aku, Jack."Benarkah? Bukan kencan?" Angelina bersidekap menatap pasangan di depannya, dengan cepat Keana melepaskan genggaman tangan Arthur."Tentu saja bukan!" bantah Keana."Okay, kalau begitu aku dan Angelina pergi dulu." Jack dan Angelina pun berlalu, meninggalkan Arthur d
"Aku akan bekerja, kau tunggu saja di rumah, aku juga sudah meninggalkan makan untuk makan siang mu nanti," ujar Keana seraya memakai sepatunya, tidak mungkin rasanya jika ia membawa Arthur ikut bersamanya nanti Jack pasti akan bertanya-tanya. Jack memang cerewet, tapi begitu peduli kepada. Sahabat pirangnya itu memang selalu begitu."Apakah tidak boleh ikut?" Arthur menatap Keana memohon. Ia ingin ikut dengan Keana.Keana menggeleng. "Tidak bisa, ini pakailah ponselku dari pada kau bosan dirumah." Keana menyodorkan ponselnya kepada Arthur. Arthur menerimanya tapi jelas sekali raut tidak rela di wajahnya."Tapi-""Di rumah saja, nanti aku usahakan cepat pulang," potong Keana. Arthur sudah seperti anak kecil saja ya g minta dibawa.Arthur menunduk, ada rasa tidak rela di dalam hatinya ketika Keana melangkahkan kakinya keluar dari rumah. Arthur tidak ingin kesepian."Dah ...
TokTokTok"Arthur!" Keana mengetuk pintu depan rumahnya, namun tidak ada jawaban. Kembali Keana mengetuknya tapi sama saja. Tidak ada respon. Keana memutuskan untuk mendorong pintu yang tidak dikunci itu lalu masuk dalam rumah."Astaga!" Di atas lantai sana, Arthur sedang tidur dengan posisi tengkurap, Keana menggelengkan kepalanya lalu mendekati Arthur. Padahal ada kasur angin yang bisa digelar untuk tidur, tapi Arthur malah memilih untuk tidur di lantai."Hei, Arthur," panggil Keana pada Arthur yang tak kunjung bangun. Keana menggoyangkan bahu Arthur, pria ini harus bangun.Usaha Keana berhasil, Arthur perlahan membuka matanya, menguceknya lalu duduk. "Keana!" Arthur yang melihat Keana langsung saja menghambur memeluknya, hingga gadis itu terjungkal ke belakang dengan posisi Arthur yang menindihnya."Aduh, berat," protes Keana sembari mendorong dada Arthur yang menghimpitnya. Ap
"Keana, pria tadi siapa?" tanya Arthur begitu mereka telah sampai di rumah, saat ini jam menunjukan pukul 6 sore dengan langit yang tadinya berwarna biru telah berganti dengan warna oranye. Mereka cukup lama menghabiskan waktu.Keana menatap Arthur, ia bisa menangkap nada jengkel yang pria itu katakan. Meski tidak terlalu kentara. "Arlan? Dia hanya kenalan, tadi tidak sengaja aku bertemu denganya, kenapa?" Keana balik bertanya setelah menjelaskan siapa pria tadi.Arthur mengalihkan pandangannya, ia menatap dinding rumah. "Dia seperti orang jahat," komentar Arthur. Keana mengerinyit heran, kenapa Arthur bisa berfikiran seperti itu?"Jahat? Bagaimana kau bisa tahu?""Dia itu selalu mengajak Keana berbicara tidak hanya itu ia juga mencoba mendekati Keana, seolah-olah ingin merebut Keana dariku." Kalimat terakhir hanya mampu Arthur katakan hati.Keana terkekeh, kenapa Arthur aneh begini. A