Share

Bab 2

 Keana perlahan mundur, sesuatu di depannya membuatnya takut, di depannya manusia setengah ikan tengah meraung kesakitan, Keana melihat dengan jelas bagaimana ekor itu membelah dengan sendirinya disusul bunyi seperti patahan tulang dan lebih mengejutkannya lagi ekor itu berubah menjadi kaki, seperti kaki manusia pada umumnya. Dari postur tubuhnya Keana tahu ia laki-laki, hanya saja rambut milik makhluk itu agak panjang.

 Merman? Duyung? Keana tidak dapat menjelaskan sosok yang membelakanginya itu. Ini semua terasa membingungkan juga menakutkan. Keana mundur tanpa menyadari ada batu karang di belakangnya, dan beberapa detik kemudian tubuhnya tersandung dan terjungkal, sukses membuat makhluk yang membelakanginya itu memutar kepalanya dan melihat ke arahnya.

 Keana nyaris saja berteriak, jika saja ia tidak lebih dulu menatap mata biru milik makhluk itu, manik itu seolah menghipnotisnya membawanya tenggelam. Perlahan angin menerbangkan rambut makhluk itu, hingga keana bisa melihat wajahnya dengan jelas.

"Grr ...." Keana terlonjak dan sadar ketika makhluk itu menggeram menampakan gigi taring yang tidak terlalu panjang, namun lebih panjang dari manusia. Keana terpesona akan paras makhluk itu, terlihat tampan apalagi dengan giginya.

Buru-buru Keana berdiri, ia menarik nafas dan membuangnya, lalu pandangannya kembali ke makhluk itu, Keana memerah saat melihat keadaan makhluk itu telanjang, tidak sepenuhnya karena tubuhnya tertutupi semacam lendir.

"Oh, apa yang harus aku lakukan?"

Keana melihat keadaan sekitar yang sepi, siapa juga yang betah lama-lama di pantai saat malam hari? Keana lalu membuka jaketnya, kemudian mencoba mendekati makhluk tampan yang menatapnya garang. Walau sebenarnya Keana takut, ia tetap mencoba untuk mendekat. Keana seperti tengah mempertaruhkan keselamatannya sendiri.

Jarak mereka semakin dekat, Keana bisa mencium bau anyir khas ikan dari tubuh makhluk itu. Apakah karena ia berbentuk setengah ikan membuatnya juga berbau seperti ikan? Batin Keana bertanya-tanya.

"Grahh ...." Keana terkejut dan kembali ke tempatnya semula, dengan jarak satu meter dari makhluk yang menggeram kepadanya. Astaga! Makhluk itu suka sekali membuatnya terkejut.

"Aish, tidak apa-apa, aku tidak akan melukaimu," kata Keana. Ia kembali melirik kaki makhluk di depannya itu dan melihat ada luka disana, sepertinya cukup dalam.

Keana kembali mendekat, makhluk itu kembali waspada. "Apa kau tidak bisa bicara?" tanya Keana. Ia mencoba mengalihkan perhatian makhluk itu. Ingat sesuatu keana mengeluarkan roti yang dibawanya dari Caffe tadi.

"Makanlah." Keana memberikan roti yang langsung diambil oleh makhluk itu. Mengendusnya lalu memakannya. Keana melihat ada semacam lubang di belakang telinga makhluk itu yang perlahan menghilang bersamaan dengan kaki yang telah terbentuk sempurna. Lendir yang menutupi tubuhnya juga mulai turun di sisi tubuhnya.

Melihat itu Keana langsung mendekat dan melingkarkan jaketnya tadi di pinggang makhluk itu, menutupi sesuatu yang membuat Keana mengumpat pelan. Tapi rupanya hal yang dilakukan Keana membuat makhluk itu menggeram marah lalu melayangkan kuku tajamnya pada Keana.

Keana tidak sempat menghindar.

"Akh ...." Keana meringis, perutnya terkena goresan kuku. Kaosnya robek, Keana menyingkap kaos itu dan melihat tiga goresan di perut ratanya, rasanya menyakitkan.

Keana memegangi perutnya, rasanya semakin sakit juga panas, seketika tubuhnya ambruk di depan makhluk itu. Ia juga merasa nafasnya perlahan sesak, suhu tubuhnya juga meningkat. Keana hampir saja pingsan, namun ia merasakan sesuatu yang dingin menyentuh perutnya. Dapat dilihatnya makhluk itu mengoleskan lendir yang ada di tubuhnya ke perut Keana. Seketika rasa panas dan perih itu menghilang.

~~~

Keana bingung harus melakukan apa pada makhluk di depannya ini, apalagi makhluk itu terluka. Lagi-lagi Keana melirik sekitarnya, mungkin saja ada yang bisa membantu dirinya. Tapi ketika ingat kondisi makhluk di depannya Keana menggeleng. Takut jika ada manusia berniat jahat.

  Padangan Keana beralih ke arah luka makhluk itu. "Lukamu itu tidak disembuhkan?" tanya Keana. Ia ingat lendir tadi menghilangkan rasa sakit juga panas dari cakaran makhluk itu. Ia mengambil lendir yang tersisa lalu mengusapkannya ke kaki yang terluka makhluk itu. Sempat ada penolakan namun Keana bersikeras.

 Luka itu tidak sembuh, masih ada sedikit darah yang keluar sama seperti sebelumnya. Ini membuat Keana bingung. "Tidak mempan? Apakah harus pakai obat biasa?" tanya Keana lagi yang hanya dibalas tatapan dari makhluk didepannya ini.

 "Kau berasal dari mana? Kenapa bisa ada disini?" Hanya suara deburan ombak yang menjawab, makhluk itu menatap lautan.

"Hah ...." Keana bangkit dari duduknya. "Kau berasal dari laut ya? Kalau begitu kau kembali saja, jika ada manusia lain yang melihatmu kau akan dikira orang gila, dan jika kau ketahuan mereka akan menangkapmu. Yah, aku beruntung karena bisa melihatmu." Di akhir kata Keana senyum, makhluk itu masih memperhatikan Keana.

Keana berbalik berniat meninggalkan makhkuk itu dan melangkahkan kakinya. Ini sudah terlalu larut malam dan ia harus segera berisitirahat.

"Aa!" Keana menghentikan langkahnya, lalu berbalik. Makhluk itu menatapnya dalam entah pemikiran dari mana Keana mengartikannya makhluk itu seolah berkata "jangan tinggalkan aku." Keana menghela nafas, lalu melihat jam tangannya.

"Astaga! Jam 10?!" Keana tidak percaya hari sudah sangat larut. Keana mendekati makhluk yang masih duduk diatas pasir itu, lalu berjongkok di depannya.

 "Kau mau ikut aku?" Keana sendiri tidak yakin dengan keputusannya ini, membawa makhluk asing ke rumahnya. Tapi ia tidak tega juga meninggalkan makhluk ini. Keadaan makhluk ini tidak baik.

"Ayo!" Keana mengulurkan tangannya, makhluk itu menatapnya lalu juga mengulurkan tangannya. Keana tertawa, makhluk ini kurang paham. Keana meraih tangan yang terulur, mereka hanya berpegangan. Ah! Keana menepuk jidatnya, makhluk ini pasti tidak tahu cara berjalan.

Keana harus mencari cara.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status