Share

01. Si Pemuda Kejam

Malam hari, di dalam sebuah gedung tua. Terlihat seorang pemuda, sedang diserang oleh beberapa orang penjahat. Pemuda itu dipukuli hingga babak belur, bahkan di tubuhnya terdapat beberapa luka tusuk dan sayatan dari benda tajam.

Saat ini, para penjahat itu telah mengelilingi pemuda itu dan di belakangnya juga terdapat dinding, membuat pemuda itu mati langkah.

“Oy! Kenapa diam saja baj*ng*n!” bentak salah satu dari penjahat, ketika melihat pemuda itu diam tak bergerak.

“Apanya kejam? Ternyata cuma omong kosong, dasar pecundang! Haha!” ejek penjahat lainnya, sambil menatap remeh pemuda itu.

Keenam penjahat mulai tertawa, tanpa menyadari sesuatu. Kalau pemuda itu, mulai mengamati dengan tatapan yang sulit diartikan, bahkan sudut bibirnya sedikit terangkat, lebih tepatnya tersenyum.

Itu bukanlah senyum ketika seseorang menemukan secercah harapan saat situasi sulit, senyumnya lebih seperti hewan buas yang senang karena mangsanya sudah masuk ke dalam jebakan.

Keenam penjahat mulai mengernyit heran, ketika melihat pemuda itu tersenyum, salah satu penjahat mencoba menusuknya lagi.

“Kenapa kau senyum-senyum? Mati sana!” ucapnya sambil mengarahkan pisau.

Namun, tepat sebelum pisau itu menusuk perut pemuda itu lagi. Pisau itu, lebih dulu ditangkap oleh pemuda itu dan dengan mudah mematahkannya. Pemuda itu langsung memberi perlawanan. Dengan cara mematahkan kedua tangan dan kaki penjahat tadi, yang hendak menyerangnya dengan pisau lagi.

Tidak sampai di sana, pemuda itu mengambil bagian pisau yang dia patahkan tadi, dan menikamnya ke perut penjahat, sebelumnya pemuda itu menusukkan jarinya pada kedua mata penjahat itu. Kejadiannya begitu cepat, sampai tidak ada suara yang keluar dari mulut penjahat itu. Karena penjahat itu, telah mati.

“A-apa yang terjadi? Bagaimana bisa!” teriak penjahat lainnya, terkejut melihat salah satu rekan mereka mati.

Pemuda itu dengan tatapan dinginnya, mendekat ke arah lima penjahat yang tersisa.

“Jaa, giliran kalian!” ucapnya dingin, sambil menodongkan bagian pisau yang dipatahkannya tadi, ke arah lima penjahat yang masih hidup.

“Hiii!”

Kelima penjahat mulai bergidik ngeri, karena melihat tangan pemuda itu yang mencengkeram pisau berlumuran darah, ditambah tatapan dingin yang membius dan hawa mengerikan dari pemuda itu. Lalu beringsut menjauh, dan mencoba melarikan diri. Namun, itu sudah terlambat.

****

Satu persatu dari lima penjahat, mulai dilumpuhkan hampir semua berteriak kesakitan dan meminta pertolongan. Namun, tidak ada yang menolong karena tempat mereka berada sangat jauh dari keramaian.

“Ini semua terjadi, karena kalian mengusikku! Jadi, jangan salahkan aku kalau kalian mati tersiksa!” ucapnya dingin, terus melakukan hal yang sama seperti tadi.

Pemuda itu kembali mematahkan kedua tangan dan kaki penjahat itu, lalu menusuk perut bahkan mengoyaknya, kemudian menusuk kedua mata dari masing-masing kelima penjahat itu. Terus-menerus menusuk, menyayat, dan mematahkan tulang penjahat itu. Ini bukan lagi pembelaan diri, ini adalah pembantaian.

Semua penjahat mati, dalam keadaan yang mengenaskan, bahkan hampir semua bagian tubuh mereka tidak tersambung lagi. Darah, daging, tulang, bahkan organ dalam mereka berserakan di mana-mana.

Benar-benar pemandangan yang sangat mengerikan, tetapi pemuda itu hanya menatapnya datar, dan dengan kejamnya meninggalkan kumpulan tubuh manusia yang berceceran di dalam gedung tua.

Saat keluar dari gedung, pemuda itu tidak sengaja berpapasan dengan seorang laki-laki paruh baya sepertinya baru pulang kerja. Laki-laki paruh baya itu mengernyit heran, saat melihat pemuda dalam keadaan kotor dan penuh luka, laki-laki paruh baya itu mencoba bertanya.

“Kau tidak apa-apa?”

Pemuda itu hanya diam, dan terus berjalan melewati laki-laki paruh baya.

“Hei aku bertany—” ucapnya terpotong.

Pemuda itu, berlari cepat sekali ke arah gang yang ada di samping gedung tua, kemudian menghilang tanpa jejak.

“Siapa pemuda itu? Aneh sekali.” Laki-laki paruh baya mulai merasa keanehan, tetapi langsung menepisnya dan memilih pergi dari sana. Meskipun, rasa aneh dan penasaran terus menghantuinya.

****

Pagi harinya warga yang tinggal di sekitar gedung tua itu, mulai mencium bau busuk, dan mereka langsung mencarinya. Saat mengecek gedung tua, mereka langsung bergidik ngeri, bahkan menutup hidung dan mulut akibat bau busuk yang semakin menyengat. Ketika melihat secara langsung, banyak potongan kecil dari tubuh manusia, dan salah satu warga pergi untuk melaporkannya pada polisi.

Lalu laki-laki paruh baya mulai menduga sesuatu, langsung menceritakan dugaannya kepada polisi, kalau semalam bertemu pemuda penuh luka keluar dari gedung tua itu.

“Apa kau yakin seorang pemuda yang melakukannya?” tanya Polisi, kembali memastikan.

“Ya, karena di tubuhnya penuh luka, dan saat ingin bertanya pemuda itu pergi begitu saja. Bahkan cepat sekali hilangnya,” jelas laki-laki paruh baya itu.

“Baiklah terima kasih,” balas Polisi lalu pergi, setelah mengamankan jasad dari korban pembantaian yang dilakukan oleh pemuda yang belum diketahui identitasnya.

Polisi mulai menyusun rencana untuk menangkap pemuda itu, dengan cara berpencar ke seluruh penjuru kota untuk mencari keberadaan pemuda itu.

Semakin banyak korban pembantaian  dari serangan pemuda itu. Hingga polisi kerepotan ketika ingin menangkapnya, karena pemuda itu cepat sekali menghilang tanpa jejak. Karena belum berhasil mengetahui identitasnya. Demi keamanan warga, polisi menyebarkan beritanya. Hal itu, membuat warga resah dan takut akan jadi korban bila tidak sengaja bertemu pemuda itu.

Polisi kembali menyebar ke setiap penjuru kota, untuk mencari keberadaan pemuda itu dan menangkapnya.

****

Di suatu tempat, terlihat pemuda yang tidak lain adalah buronan polisi. Hanya tersenyum saja, setelah membaca berita mengenai pembantaian yang dilakukannya.

“Hee, sudah tersebarkah?” gumam pemuda itu, lalu menatap berita lagi dari ponselnya. Setelahnya, pemuda itu langsung menonaktifkan ponselnya dan menyimpannya.

Nama pemuda itu adalah Rafan, tidak ada nama keluarga. Selain tatapannya yang dingin, dan kejam dalan membunuh mangsanya, Rafan memiliki kelebihan. Yaitu kecepatan berlarinya di atas rata-rata. Hal itu, membuatnya mampu menghilang tanpa jejak, dari kejaran polisi yang mencoba menangkapnya.

Rafan tinggal di sebuah rumah kecil, lokasinya berada di ujung kota yang berdekatan sekali dengan hutan, dan sangat jauh dari tempat ramai. Tidak ada satu orang pun yang tahu, Rafan tinggal di sana.

Karena tidak pernah didatangi orang kota, kecuali pemburu liar yang ingin ke hutan. Akan tetapi, pemburu liar itu tidak pernah menyadari. Jika, rumah kecil itu dihuni oleh seseorang, yang tidak lain adalah buronan polisi.

Menurut orang-orang, ujung kota yang berdekatan dengan hutan itu tempat yang sangat mengerikan, tetapi bagi Rafan tidak. Tempatnya begitu tenang, karena jauh dari warga kota, menurutnya beberapa dari mereka munafik.

Hal yang paling dibenci Rafan. Jika, ada orang yang tiba-tiba mengusik kehidupannya.  Jika, mereka melakukan hal yang dibencinya, tanpa ada alasan yang jelas. Maka, yang terjadi selanjutnya adalah kematian.

Rafan sudah tinggal di sana sekitar 10 tahun. Meskipun banyak hewan liar, yang berkeliaran keluar dari hutan sekalipun, dia tetap akan tinggal di sana. Karena berdekatan dengan hutan, Rafan selalu menjadikannya sebagai tempat berlatih kemampuan bela diri dan kecepatan.

Latihan itu pun dilakukan setiap hari dan secara otodidak, tanpa bantuan siapa pun. Kalau sisi gelapnya, alias psikopat. Rafan sudah memilikinya sejak umur empat tahun.

Rafan juga sudah bisa menahan hasrat haus akan darah, tetapi bila ada yang mengusiknya. Hasrat haus akan darahnya, terpancing keluar dan langsung memburu mangsa yang telah menjadi targetnya.

****

Rafan berjalan keluar dari rumah kecilnya, lalu berdiri terdiam sesekali meregangkan ototnya agar tidak kaku.  Setelah tahu, teror yang dibuatnya sudah disebarkan oleh polisi. Reaksinya tetap sama, hanya tersenyum atau lebih tepatnya seringai mengerikan. Seakan tidak peduli, dengan yang polisi lakukan. Lalu mulai berjalan tenang, ke arah hutan alias tempat biasa untuk berlatih kemampuannya, dan juga tempat untuk menenangkan dirinya setelah melakukan pembantaian.

“Hm, hm, hm,” gumam Rafan, terus berjalan dengan santainya di dalam hutan. Sambil memasukan kedua telapak tangannya, ke dalam kantung jaket hitam yang melekat di tubuhnya.

Mengabaikan hewan liar yang mulai muncul di sekitarnya, seperti anjing dan musang liar. Lagi pula, dia tidak akan mengganggu hewan tersebut. Jadi, tidak mungkin akan diserang oleh hewan liar.

Rafan berhenti melangkah, saat ada musang kecil melompat ke bahunya. Memang tidak diserang, lebih tepatnya dari semua hewan liar yang ada di hutan. Ada satu musang kecil, yang akrab dengannya.

“Kau suka sekali muncul tiba-tiba ya?” Rafan mulai menggendong musang kecil itu, bahkan mengelus lembut bulu musang.

Reaksi musang itu langsung terlihat, bahkan mulai bertingkah pada Rafan. Terbukti, musang itu semakin menempel pada Rafan. Rafan sendiri, semakin mengelus lembut bulu musang itu. Lalu berjalan lagi menuju tempat untuk berlatih, dan membiarkan musang tadi duduk di bahunya lagi. Bahkan, ekornya mulai melingkar di lehernya.

“Waktunya berlatih lagi.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status