Share

07 • Yang Terluapkan

Perlahan Lisbet membuka matanya. Pandangannya terlihat kabur dan perlahan mulai tampak jelas.

'Di mana aku?' gumam Lisbet.

Lisbet tidak mengenali tempat ini. Itu adalah sebuah ruangan berlantaikan kayu tanpa perabotan apapun. Di ruangan ini benar-benar kosong.

'Apa yang terjadi padaku?! di mana aku?!' Tanya Lisbet didalam hatinya.

Lisbet benar-benar bingung, apa yang terjadi padanya, dan di mana sebenarnya dia sekarang.

Perlahan Lisbet menyadari bahwa mulutnya tersumpal. Saat dia melihat kakinya, itu terikat dan merasakan tangannya pun juga terikat di belakang.

Lisbet mencoba mengingat apa yang bisa dia ingat, bagaimana dia bisa berada di sini.

Teringat di benaknya, bahwa dia sebelumnya diajak seorang pelayan, yang berkata bahwa kakaknya William sedang menunggunya. Dia pun hanya percaya dan mengikutinya, tetapi tiba-tiba saat itu dia merasakan rasa sakit di tengkuknya, dan juga pandangannya perlahan mulai hilang.

Saat mengingat kejadian itu, Lisbet pun mulai panik.

Sambil meronta berusaha melepaskan dirinya dari ikatan. "Mmm! Mmm!" Lisbet berusaha berteriak memanggil kakaknya.

Mulutnya yang tersumpal membuatnya hanya bisa menggeram sekeras mungkin. Berharap ada seseorang yang mendengarnya.

"Dengan begini, paling tidak ada kemungkinan kita bisa memancingnya."

"Benar! terus kita apakan anak ini?"

Lisbet mendengar percakapan dua orang pria dari balik pintu.

"Bukankah sudah jelas kita juga membunuhnya! bersamaan kita membunuh anak itu!"

Lisbet kaget, mendengar bahwa dia akan dibunuh. Membuatnya merasakan rasa ngeri pada saat itu, dia takut.

Sambil memejamkan matanya. 'Kakaak! kakaakkk!' Lisbet berteriak memanggil William di dalam hatinya. Dia benar-benar ketakutan sekarang.

*Clak

Lisbet mendengar suara gagang pintu terbuka. Lisbet pun memandang ke arah pintu, dan melihat seorang laki-laki memasuki ruangan itu.

Lisbet merasa mengenali wajah laki-laki itu, dia memiliki wajah yang sama dengan pelayan perempuan yang bersamanya sebelumnya.

Tidak, dialah pelayan itu. Dia adalah Rita pelayan yang memberitahunya bahwa dirinya ditunggu oleh kakaknya.

"Oh, sepertinya kamu sudah bangun," ucap Rita sambil tersenyum menakutkan kearahnya.

Menyadari siapa orang didepannya. "Mm! Mmm!" Lisbet berteriak dengan kain masih menyumpal mulutnya, dengan mata melotot ke arahnya.

Rita tersenyum melihat Lisbet yang meronta-ronta berusaha mengatakan sesuatu. Seperti hiburan untuknya.

Setelah membiarkan Lisbet meronta-ronta. "Oh sepertinya kamu mau berkata sesuatu, kalau begitu mari dengarkan, apa itu," ucap Rita sambil mengambil kain yang menyumpal pada mulut Lisbet.

"... APA YANG KAMU LAKUKAN! LEPASKAN AKU!" Lisbet berteriak marah ke arahnya.

"Apa? Lepaskan? Hahahaha, sepertinya kamu tidak menyadari posisimu, nona," balas Rita.

Mendengar Rita yang memanggilnya dengan "Nona", membuat Lisbet semakin keras berteriak padanya.

"APA YANG KAMU KATAKAN, CEPAT LEPASKAN AKU!" bentak Lisbet. "Hei! Apa kamu tidak mende,–"

Sebelum Lisbet selesai dengan perkataannya, "Berisiiiii!" Rita langsung menendang perut Lisbet.

"Argh!" Lisbet mengerang kesakitan karena menerima tendangan Ritam

Karena tubuhnya yang masih kecil, menerima tendangan dari orang dewasa, yang tidak mengurangi kekuatannya sama sekali. Membuat Lisbet merasakan dampak yang sangat besar di tubuhnya.

Tidak cukup satu tendangan saja "SIALAN! DIAM! SIALAN!" Rita terus menendang Lisbet dengan sangat bringas. Mengenai perut, kepala, dan semua anggota badannya yang mengarah ke Rita.

Rita yang berumur kisaran 29 tahun, sekarang, tanpa memiliki rasa belas kasih menendang kearah Lisbet yang masih kecil, dengan sangat brutal.

Dengan tubuhnya masih menerima tendangan Rita, Lisbet mengerang kesakitan. "Agh! He-hentikan …" Lisbet memohon pada Rita untuk berhenti menyiksanya. Tetapi Rita tidak mendengarkannya, dan malah semakin menguatkan tendangannya.

Lisbet kesakitan, karena tangan dan kakinya di ikat, membuatnya tidak bisa menangkis tendangan Rita. 

Walaupun apabila tangan dan kakinya tidak diikat, itu sama sekali tidak akan terlalu berpengaruh, karena jelas perbedaan postur fisik dan tenaga keduanya yang berbeda.

"K-ku mo-hon … he-he-hen-ti-an …" Lisbet terus memohon belas kasihan pada Rita yang menyiksanya.

Tapi Rita tidak menghiraukannya dan terus menyiksanya. "RASAKAN INI! RASAKAN!" 

Saat suara Lisbet tidak terdengar lagi, bahkan erangannya sekalipun, barulah Rita menghentikan siksaannya. 

Rita dengan nafasnya yang ngos-ngosan. "Hah hah hah … akhirnya diam juga," ujarnya dengan tatapan muak.

Lisbet sekarang terlihat benar-benar babak belur. Ada cairan merah keluar dari mulut, hidung, dan kepalanya. Seolah menunjukkan betapa mengerikan siksaan yang baru saja dialaminya.

Seorang laki-laki lain, yang adalah rekanya Rita tiba-tiba memasuki ruangan, karena mendengar teriakan Lisbet. "Oy oy, bukankah kita sepakat ingin membunuhnya bersama dengan anak itu?" tanya rekannya. Menegur Rita yang menghajar lisbet.

Mendengar temannya yang menegurnya, Rita merasa tersinggung. "Hah! Dia berisik jadi aku hanya membuatnya diam itu saja!" bentaknya.

Tetapi rekannya merespon biasa, seolah sudah terbiasa dengan temperamen Rita yang pemarah.

Sambil melihat keadaan Lisbet, rekannya bertanya padanya. "Apa kamu yakin? bukannya dia, mati?"

Rita pun menarik rambut panjang Lisbet, dan mengangkat dan menunjukkan wajah Lisbet kepada rekannya. "Lihat! dia masih bisa menangis, jadi dia masih hidup!" katanya.

"Oh! kamu benar," balas rekannya dengan santai. Seolah itu adalah hal yang bisa bagi mereka berdua.

Rita lalu mengarahkan wajah Lisbet ke wajahnya. "Dengarkan aku, jika bukan karena kamu bukan umpan untuk memancing kakakmu, William. Mungkin kami sudah membunuhmu sekarang!" ujarnya. "... Tunggu! pada akhirnya kamu juga akan mati bersama kakakmu hahahaha!"

Lisbet tersentak mendengar nama kakaknya keluar dari mulut Rita. 'Kaka?! mengapa?! mengapa mereka ingin membunuh kakak?!' batin Lisbet. Dia akhirnya menyadari, bahwa ternyata dirinya hanyalah umpan untuk memancing kakaknya

Mengingat William, air mata Lisbet perlahan mengalir di wajahnya, dia menangis.

Melihat Lisbet yang menangis, Rita dengan tatapan jijik meludah kearah Lisbet, lalu melemparnya.

Rita beserta rekannya pun pergi keluar ruangan, meninggalkan Lisbet begitu saja yang benar-benar sudah tidak berdaya bahkan untuk berbicara sekalipun.

Ada rasa takut di hatinya mengetahui kakaknya yang menjadi incaran mereka. Disisi lain lubuk hatinya dia juga ingin kakaknya datang menyelamatkannya.

'Ka-kak …' " Hikss …" 'kakak ... William'.

Sambil menahan rasa sakit di tubuhnya, Lisbet menangis memanggil nama William di dalam hatinya.

★★★

Di kerajaan William berlari sepanjang lorong istana, dia sama sekali tidak menghiraukan semua yang dilewatinya sepanjang jalan.

Di wajahnya terlihat sangat panik, karena khawatir dengan adiknya, Lisbet.

William terus berlari, dan banyak pelayan yang melihat William, seolah bertanya pada diri mereka sendiri  dengan tatapan, apa yang dilakukan sampah itu di sini?

Tapi William tidak menghiraukan mereka sama sekali dan terus berlari. Hingga dia akhirnya sampai di depan pintu salah satu ruangan. 

Terlihat ada 2 prajurit yang berdiri berjaga di depan pintu itu.

Saat William mendekati pintu, dan ingin masuk kedalam.

"Berhenti di sana, sekarang sedang ada pertemuan darurat!" bentak salah satu prajurit. Dengan tombak yang ada di tangannya menghalangi dan melarangnya masuk.

Ini adalah hal biasa bagi William, biasanya dia akan langsung pergi meninggalkan tempat itu, tapi sekarang berbeda.

William dengan nada dindin, dan tatapan sangat tajam berkata, "Kalian Minggir! Aku, mau lewat!" 

"Ti-tidak bisa, kamu dilarang masuk, Tuan," balas prajurit itu dengan gugup.

William benar benar sudah tidak ingin basa-basi lagi.

William langsung menendang tombak yang prajurit itu bawa, dan terlepas dari tangannya.

William dengan sigap langsung mengambil tombak itu, dan memutarnya dengan niat menyerang mereka.

"Sialan!" Prajurit itu panik, dan langsung mengambil pedang di pinggangnya. Bermaksud menangkis serangan William.

Dari sisi lain. "Rasakan ini!" Prajurit satunya yang masih memegang tombak, menusukkan tombaknya kearah William.

William membiarkan tombak itu mengarah lurus ke arahnya, dan menggunakan sela di antara tangan dan badannya untuk menangkap tombak itu.

"Apa?!" Prajurit itu kaget, pergerakannya di kunci oleh William.

William mengayunkan tombak di tangannya ke arah prajurit yang membawa pedang.

*Tang.* 

Terdengar suara benturan keras dari pedang prajurit itu dengan tombak yang William pegang.

Dengan senyum sombong "Kamu masih terlalu awal, Tuan!– Apa?!" 

Dia kaget, bahwa ternyata William gaya pantul dari benturan pedangnya, William memanfaatkan daya dorong dari benturan pedang dengan tombak yang dia pegang. Dan langsung mengayunkan tombaknya ke arah berlawanan.

Disaat tombaknya masih diapit tubuh William. "Apa!" Prajurit satunya kaget. Dia tidak mengira bahwa akan menjadi target serangan tiba-tiba William. "Argh!" Gagang tombak William menghantam keras tepat di tengah tenggorokannya. 

"Apa?!" Prajurit itu kaget, melihat rekannya tumbang hanya dengan satu serangan.

Memanfaatkan kelengahannya, William dari bawah menggukanakan kepalanya, langsung menyundul dengan kuat ke arah wajah prajurit di depannya.

"Ugh!" Prajurit itu mengerang menerima hantaman kepala William di dagunya dengan sangat kuat. Dan membuatnya terjatuh kebelakang.

William langsung bergerak ke belakang prajurit itu, dan dengan kuat menendang bagian tengkuk lehernya.

"Urgh!" Prajurit itu pun kehilangan kesadaran dan akhirnya terjatuh tengkurap.

★★★

"Apa?! apa-apaan ini?! … Tuan William?!"

William mendengar suara orang yang dia kenal, dan tanpa menoleh ke arahnya William langsung memberinya perintah.

"Reny kau tetap diluar! aku akan masuk."

Reny yang mendengar dan mendapat perintah dari William, dengan spontan menjawabnya walaupun masih tidak percaya, dengan apa yang ada di depannya sekarang.

"Y-ya, sesuai perintah mu, Tuan!"

Setelah mendengar jawaban dari Reny, William membuka pintu dan masuk kedalam.

Setelah melihat Tuannya masuk, Reny berbalik memandang 2 prajurit yang terkapar.

"Hee, dengan begini bukankah tuan sudah mengalahkan pengguna roh lagi, dan total menjadi 3 ..."

Reny yang tertinggal di luar atas perintah William, memandang 2 prajurit kerajaan yang terkapar oleh anak berumur 13 tahun.

Dia tidak percaya dan tidak menyangka dengan yang ada di depan matanya sekarang.

Dan hanya berspekulasi. "Sepertinya mereka diserang oleh tuan, sebelum sempat mengaktifkan energi roh mereka …" gumam Reny.

★★★

Saat William memasuki ruangan, di sana berkumpul sekitar 10 orang. Dan sepuluh pasang mata itu sekarang menatap ke arahnya.

Tapi William tidak memperdulikannya, dan berjalan ke sudut ruangan lalu bersandar di dinding.

Di dalam ruangan itu ada meja melingkar besar di tengah ruangan, dengan sisi yang utama, duduk di sebuah kursi yang jika dilihat dan di bandingkan dengan yang lain, kursi itu lebih mewah, seseorang dengan jubah mahal, menunjukkan sosok keagungannya, dia adalah raja, sekaligus ayah William, yaitu Desir.

Desir pun melihat ke arah William. "Apa yang kamu lakukan di sini?" tanyanya dengan nada sinis.

"..." William hanya diam, dia tidak menjawab pertanyaan yang diarahkan kepadanya. Seolah tidak mendengarnya sama sekali.

William sekarang hanya berdiri, sambil melihat dan mendengarkan, tidak ada yang lain.

Merasa William menghiraukannya Desir pun juga ikut menghiraukannya. Dan seolah tidak peduli dengan William, "Hiraukan, dan lanjutkan saja … "  kata Desir, meminta semua orang yang ada di ruangan itu meneruskan diskusi mereka.

Desir sambil memandang semua orang di depannya, bertanya. "Jadi, bagaimana? apa ada petunjuk?"

Salah satu dari mereka menjawab. "Ya, Yang Mulia, grup pengejar pertama mendapatkan petunjuk berupa jejak lingkaran sihir, yang sepertinya baru saja habis digunakan," lapornya. 

Mendengar itu, Rustar yang berada di samping Desir, melanjutkan bertanya. "Lalu, apa ada petunjuk mereka pergi ke mana?"

Kali ini yang menjawabnya adalah pimpinan dari Divisi sihir. "Mengenai itu, belum," katanya. Lalu memandang ke arah Desir. "Tapi, ada kemungkinan bahwa Putri Lisbet dibawa ke arah selatan! hal ini kami simpulkan, setelah melihat dari ukuran lingkaran sihir yang kami temukan, di hutan barat kerajaan memiliki diameter 2 meter,–" jelasnya."Dan menurut prediksi, kemungkinan itu adalah lingkaran sihir teleportasi, Yang Mulia."

Mendengar laporannya, semua orang yang ada di sana sekarang memasang wajah serous mereka.

Tetapi tidak untuk William. 'Apa?! bagaimana dia bisa memperkirakan itu, hanya dengan melihat ukuranya saja? dan hanya memprediksi! bukankah anak kecil pun bisa?!' batinnya mengeluh. Dia benar-benar jengkel sekarang, mendengar apa yang dikatakan orang itu.

William berpikir seperti itu bukan tanpa alasan. Hal yang menentukan apa yang terkandung dari lingkaran sihir bukanlah dari ukurannya, melainkan formula yang terkandung di dalamnya. 

Dia tahu itu karena semua mantra lingkaran sihir ditulis dengan bahasa kuno, ditambah dia juga pernah membaca buku mengenai sihir. Walau dia tidak bisa menggunakan sihir, tapi dia bisa dikatakan paham, cara kerja lingkaran sihir.

"Apa mungkin ini adalah ulah Kekaisaran, karena mereka terletak di selatan?!" ujar Rustar mengutarakan pendapatnya.

Mendengar itu Desir memandang ke arah salah satu peserta rapat. "Apa sudah dikirim tim pengejar?" tanya Desir.

Pria itu pun langsung menjawabnya. "Sudah yang mulia!"

William terlihat diam dan tidak mengatakan apapun. Itu karena dia sedang mengingat dan memahami, semua yang didengarnya. Dan mencocokkan dengan semua yang pernah ia pelajari.

"Jadi, bagaimana dengan divisi sihir?" tanya Desir

"Untuk divisi penyihir ... kami akan memulai pencarian besok, Yang Mulia ... Kami ingin meneliti dan memastikan dengan pasti mengenai lingkaran sihir ini," balas orang dari divisi sihir.

"It,–"

"Apa kamu bodoh! atau gila!"

Saat desir ingin memprotes, tiba- tiba terpotong oleh suara orang anak yang berteriak marah. Itu adalah William.

Semua yang ada di ruangan saat itu langsung menoleh dan memandang ke arah William. Terlihat dengan sangat jelas arahnya, di raut wajahnya.

"Apa maksudmu, Tuan William!" tanya pimpinan divisi sihir dengan nada sinis.

William berjalan ke arahnya pimpinan divisi sihir yang sedang duduk, William langsung meraih dan mencengkram kerah bajunya.

William dengan mata penuh amarah. "Bisa-bisanya kamu menganggap remeh hal ini! Apa kamu tidak tahu siapa yang diculik?!" bentak William. William menarik kerahnya dan mendekatkan wajah pimpinan divisi sihir ke wajahnya. "Dan kamu bisa-bisanya lebih mementingkan lingkaran bodoh itu!? dengan dalih meneliti lingkaran! lingkaran! lingkaran!" hujatnya. Lalu dengan berkata lebih keras. "APA KMU MENGANGGAP KEJADIAN INI, SERIUS?! HA?!" bentaknya lebih keras.

William benar-benar tidak bisa menahan emosinya sekarang, dia sangat marah.

Semua orang di ruangan itu bukanlah orang sembarangan semua, dan Orang yang dia jadikan lawan bicara adalah komandan dari divisi sihir, tetapi tidak ada rasa takut pada diri William membentaknya.

Ketua Divisi sihir dengan wajah marah,."BERANI SEKALI KAU MEMBENTAK KU, SAMPAAAAH!" bentaknya.

Tapi sekali lagi, tidak ada rasa takut dimata William. Malah mata William memandang jauh lebih tajam, ke arah komandan itu.

Saat komandan melihat tatapan mata ungu William. "Ugh!" dia terbungkam. Entah mengapa dia merasakan mata William menusuk jauh ke dalam mentalnya.

Saat itu,– "WILLIAM! HENTIKAN!" Desir membentaknya.

William memandang Desir, dengan tatapan yang sama dengan tatapannya kepada komandan divisi sihir.

Saat itu Desir melihat wajah William yang mewarisi paras istrinya, menatapnya dengan sangat dingin.

"Wi-william?" Desir terkejut takut. Dia merasa sekarang sedang ditatap almarhum istrinya yang sangat dingin padanya.

Ini adalah pertama kalinya William memandang Desir dengan tatapan yang sangat itu. Desir adalah pengguna roh, dia memiliki pengalaman berperang pada masa mudanya, tapi ini adalah pertama kalinya dia merasakan perasaan takut saat melihat tatapan seseorang. Ditambah orang yang menatapnya adalah anaknya yang memiliki wajah paling mirip seperti istrinya.

Setelah memandang Desir dengan tajam, William berbalik. "Cih! aku lupa, tidak ada gunanya aku di sini," gumamnya.

Melihat William berbalik, Desir desir entah mengapa merasakan kekhawatiran di hatinya. "Tunggu! mau ke mana kamu, William?!" panggil Desir dengan nada keras.

Semua yang ada di sana sontak menoleh memandang Desir. Tidak biasanya Desir memanggil William dengan raut wajah seperti ini. Itu adalah raut wajah yang menunjukkan bahwa dia sangat mengkhawatirkan sesuatu.

William yang saat itu sudah sedikit membuka pintu, berbalik dan memandang ayahnya. "Ha?! ... Yang Mulia, bukankah sudah jelas, aku akan pergi menyelamatkan keluargaku!" balas William.

Mendengarnya, entah mengapa Desir merasakan sesuatu di hatinya yang tidak asing. Itu adalah sebuah perasaan yang sangat ditakutinya. Perasaan yang pernah muncul beberapa hari sebelum istrinya meninggal. Perasaan tentang firasat buruk yang akan terjadi.

"Jangan Sombong, karena anda telah mengalahkan anakku, bukan berarti anda bisa menjadi pahlawan, yang bisa menyelamatkan Putri Lisbet!!"

Itu adalah suara Luke dia komandan kesatria, yang mana Ayahnya Lucas, dia berbicara pelan tapi penuh dengan sindiran.

Tapi William hanya membalasnya dengan santai.

"Hahaha, apa ini yang namanya orang tua membela anaknya yang kalah?" tanya William, dengan wajah mencemooh.

"Apa! Beran,-"

Sebelum Luke menyelesaikan omongannya Desir memotongnya.

"Jika anda tetap pergi, anda bukan lagi keluarga kerajaan ini!" Dengan menatap tajam kearah William. Desir mengancam William.

Mendengar itu William berjalan mendekat ke arah Luke sambil menatap Desir.

Dan sesampainya disekat Luke tanpa disadari oleh Luke, William mencabut pedang yang dibawa Luke di pinggangnya.

Sontak semua kaget, dengan tindakan yang tidak terduga itu.

William mengarahkannya ke kerah bajunya, memotong kerah itu, di kerah bajunya yang dipotong William, terdapat lambang Kerajaan, yang sekaligus menunjukkannya anggota keluarga kerajaan.

William melempar lambang itu ke arah Desir.

"Keluarga ya … sejak ibuku meninggal aku hanya memiliki 2 anggota keluarga, yaitu Lisbet dan Richard! ... tidak ada yang lain!"

Semua yang melihat dan mendengar itu hanya terpaku pada William, dengan tindakan yang ia lakukan.

William melanjutkan.

"Dan, keluargaku sekarang dalam bahaya, sudah sepantasnya aku pergi menyelamatkannya!"

William berbalik dan berjalan.

"KAMU TIDAK BISA MENGGUNAKAN ROH! APA KAMU INGIN MATI!? WILLIAM!"

Desir berteriak ke arah William.

Mendengar itu William berbalik. William memandang semua orang di depannya.

Lalu, matanya fokus menatap kearah Desir, dan berkata.

"Mati ya, dari dulu aku berharap itu! Tapi itu berubah, saat aku tahu bahwa aku masih memiliki keluarga,–" William berhenti sejenak lalu melanjutkan. "Aku memang tidak bisa menggunakan kekuatan roh. Tapi … aku lahir dari keluarga kesatria, mungkin memang aku tidak bisa sehebat yang lain, tapi ada satu hal yang jelas masih menurun di dalam tubuh ini, aku memiliki jiwa itu dan aku bukan seorang, PENGECUT !!!"

Semua orang yang mendengar itu dari anak berusia 13 tahun, dengan nada pelan namun berat, tidak ada satupun yang bisa membalasnya.

William pun berbalik berjalan meninggalkan ruangan.

"WILLIAAAAAAM !!!"

Desir berteriak memanggilnya, tapi dia tidak  menghiraukannya lagi dan terus berjalan meninggalkan ruangan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status