Share

Bab 04

Hari ini hari Minggu. Falri datang ke kafe untuk bertemu dengan Jeslyn. Mereka berdua sudah sepakat bertemu lewat perbincangan singkat di aplikasi chatting. 

Falri memilih duduk di sudut pojok kanan. Tidak terlalu ramai. Falri bersenandung pelan. Sesekali jepretan kamera mengarah ke dirinya.

Falri sebisa mungkin untuk tetap memasang wajah kerennya. Tidak mau sampai ada aib satu punudari jepretan para penggemar di dalam kafe.

"Lama banget, sih." Falri berdecak pelan, nyaris tanpa suara.

Yang ditunggu pun tiba. Jeslyn datang menghampiri Falri. Falri menatap tidak percaya dengan tampilan Jeslyn sekarang. Balutan dress berwarna pink juga rambut sebahu yang digerai bebas.

Seingatnya, Jeslyn amat tidak menyukai dengan dress, warna pink, dan rambut digerai. Lantas ini? Jeslyn, asli atau bukan?

"Jeslyn?" panggil Falri, masih belum percaya dengan penampilan Jeslyn yang berbanding tiga ratus enam puluh derajat.

"Hai." Jeslyn duduk di bangku, tepat di hadapan Falri.

"Hai," kikuk Falri.

"Kamu ngajak ketemuan di sini? Apa nggak terlalu bahaya buat ---"

"Nggak, akan. Gue bisa handle kalau ada yang nyebar gosip pacaran sama lo."

"Oke," singkat Jeslyn.

Falri memanggil pelayan kafe. Saat pelayan kafe datang menghampiri. Falri langsung memesan makanan dan minuman kesukaan mereka berdua. 

Jeslyn diam-diam tersipu malu. "Kamu masih ingat dengan makanan dan minuman kesukaanku?" tanya Jeslyn, usai pelayan kafe pamit undur diri.

"Makanan dan minuman kesukaan lo itu sama kayak gue. Gimana gue nggak ingat dengan makanan dan minuman kesukaan gue sendiri? Ngotak, dong!" Falri berkata sarkas kepada Jeslyn, hingga membuat Jeslyn tersentak halus.

Jeslyn menundukkan kepalanya. "Aku cuma tanya, Naufal."

"Jangan panggil gue, Naufal!" tandas Falri, "gue, Falri. Ingat!"

"I-iya, Falri."

"Gue males berbelit di sini sana lo. Nyatanya gue cuma mau bilang kalau ...." Falri menggantungkan ucapannya. Dia menatap serius ke arah Jeslyn hingga yang ditatap salah tingkah sendiri. 

"Kalau apa, Ri?"

"Kalau lo jangan pernah berharap lagi sama gue. Sampai kapan pun gue nggak akan ngakuin anak lo itu."

"Tapi ---"

"Ssst!" Falri menggerakan tangannya ke bibir tipis Jeslyn. "Diam, dulu." Falri segera menarik jemari telunjuknya.

"Jangan potong gue, karena gue males ngomong kalau gini. Gue cuma mau bilang, gue bakal kasih uang bulanan buat ngurusin hidup lo dan anak kita. Sorry, ralat anak lo itu."

"Falri ---"

"Gue udah bilang jangan potong!" geram Falri.

"Ma-maaf."

"Oke. Lanjut, ya. Gue nggak mau sampai semua orang tahu kalau gue pernah ngelakuin hal itu sama lo. Gue juga nggak mau kalau posisi gue jadi aktor harus turun drastis gara-gara kesalahan terbesar gue ini."

"Aku itu ---"

"Stop! Gue lagi gak butuh ucapan lo. Lo cukup denger apa yang gue katakan, paham?"

"Paham."

"Bagus! Gue bakal pastiin hidup lo bakal terjamin. Uang bulanan bakal terus ngalir di kartu atm lo. Asal jangan pernah ada yang tau ada apa diantara kita. Ingat, itu!"

Falri diam sejenak saat pelayan kafe menghampiri mereka bersama pesanan. Falri meminum segelas jus alpukat, kesukaannya. Kemudian, kembali menatap Jeslyn.

"Kalau sampai ada orang tahu, apa lagi ada yang nyebar gosip tentang kita. Gue bakal pastikan lo sendiri yang akan jadi sasaran amukan gue."

Jeslyn hanya diam, sesekali mendesis pelan. Dia masih tidak ingin menyahut ucapan Falri. Ngomong nanti salah, hm!

"Lo ngerti, kan?"

Jeslyn mengangguk. "Tapi aku cuma mau bilang ---"

"Stop! Gue pergi dulu. Gue ada syutting hari ini. Makasih udah menyempatkan waktu. Untuk makanan dan minuman ini udah gue bayar. Jadi, lo nggak usah khawatir."

Jeslyn mengangguk. Falri bangkit dari duduknya. Kemudian memakaikan kaca mata hitam sebelum melangkahkan kaki.

"Gue pergi. Kapan-kapan gue pingin ketemu sama anak lo."

"Falri, tapi ---"

Falri mengabaikan ucapan Jeslyn. Dia melengos pergi. Saat di pintu keluar-masuk, Falri tanpa sengaja bertemu dengan Jessica.

"Hai, Falri!" Jessica menyapa Falri dengan semangat.

"Hai," sapa balik Falri tanpa mau menatap Jessica.

"Kamu mau kemana?"

"Lokasi syutting."

"Oh, ya? Dimana?"

"Dimana-mana hatiku senang asal nggak ada lo," jawab Falri, ketus. Lantas dia berlalu pergi meninggalkan Jessica yang masih tertegun.

"Sialan!" teriak Jessica yang masih bisa didengar Falri dari kejauhan.

Falri tersenyum miring. "Jessica, nama bagus tapi nggak mukanya, HAHA!"

Falri menyetop salah satu taksi yang lewat. Dia segera masuk ke mobil taksi, kemudian memberitahukan alamat yang dituju kepada sang sopir.

"Pak, jalannya cepatin, dong!" seru Falri.

"Iya, Mas. Ini udah paling cepat, kok."

"Buruan, Pak! Gass poll kalau perlu. Saya lagi ada syutting sebentar lagi."

"Walah, mas e artis, toh?"

"Bapak nggak pernah ke bioskop?" tanya Falri.

"Nggak, Mas. Nonton TV seminggu sekali aja alhamdullilah. Orang saya ini cuma orang bawahan aja. Makan tempe sehari sekali aja alhamdulillah banget."

"Bapak curhat?"

"Lho, iya, Mas. Mas nggak bawa kamera? Biasanya di TV itu artis-artis bawa kamera terus ngasih duit ke orang-orang gitu."

Falri menepuk dahinya pelan. "Saya buru-buru ke lokasi syutting, Pak. Bukan malah mau ngevlog kayak youtuber."

"Lho, berarti tadi nggak ada kamera tersembunyi, ya?"

"Nggak ada, Pak."

"Yah, nyesel saya udah pura-pura jadi orang susah. Mas ini nggak kasih tahu dulu."

"Lah, bapak tadi cuma boongan?"

"Ya, kurang lebih gitu, Mas." Si supir taksi langsung nyengir lebar, tanpa dosa.

"Bapak cari sensasi doang, ya?"

Supir taksi itu mengangguk. "Siapa tau jadi piral, Mas."

Falri mendengus malas. "Viral, Pak. Bukan piral."​


***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status