Share

07

Sudah sehari semalam, Falri beristirahat di rumah. Dia sudah siap untuk bekerja kembali. Walaupun Glen masih bilang, 'jangan dulu.'

Glen menatap khawatir ke arah Falri yang tengah duduk di sofa sembari memakai sepatu.

"Lo seriusan mau hari ini syutting?"

Falri menoleh ke arah Glen. "Daripada di rumah terus, kan? Lagi pula gue udah sehat sentosa gini."

"Terus lo bakal klarifikasi tentang gosip di media sosial?"

Memang kemarin, lebih tepatnya malam hari. Falri dicerca habis-habisan dengan puluhan pertanyaan dari Glen. Pada akhirnya, Falri lebih memilih jujur meskipun masih ada bumbu kebohongan. Falri hanya mengatakan jika Fani adalah kakak kandungnya sedangkan Jeslyn adalah teman sekelasnya pada zaman SMP.

"Ya, harus. Demi citra baik gue. Ya, kali gue digosip pakai berita sampah gini,"decak Falri.

"Lo mau klarifikasi apa? Okelah, kalau masalah Jesyln. Lah, kalau Fani? Lo mau bilang kalau dia adalah kakak kandung lo yang ikut-ikutan buang lo?" Glen menatap Falri. "Kalau lo bilang kayak gitu bakal kena skandal besar, Ri."

Falri menggeleng pelan. "Gue nggak akan bahas ke situ, Bang. Gue bakal ngelak. Gue juga harus jaga image gue sendiri juga keluarga gue."

"Gue bangga sama lo!" 

"Makasih. Btw, langsung gas ke loksyut aja, ya?"

"Iya."

Glen dan Falri berjalan beriringan keluar dari apartemen. Di sela-sela perjalanan, mereka saling melempar canda tawa. Mungkin jika salah seorang dari mereka berjenis kelamin, pasti sudah dikira pacaran. Tapi siapa yang mau jadi ceweknya?

Karena tidak melihat ke depan saat berjalan. Falri menabrak sesuatu. Bukan, bukan sesuatu! Melainkan seseorang. Lebih tepatnya gadis dengan rambut panjang yang tergerai bebas.

"Jes-Jeslyn?" sapa Falri, tergagap.

Jeslyn tersenyum tipis. "Maaf, aku nggak lihat kamu tadi."

Falri mengangguk. "Kembali maaf. Gue juga tadi nggak lihat ada lo di depan."

"Aku permisi," pamit Jeslyn.

Kemudian, Falri memberikan jalan untuk Jeslyn berjalan. Kejadian singkat itu tidak luput dari dua bola mata Glen yang masih menatap penuh selidik.

"Gue nggak yakin kalau lo sama Jeslyn itu kagak ada hubungan apa-apa, selain temen," ucap Glen, saat Jeslyn sudah pergi menjauh.

Falri tersentak halus. Dia menoleh ke arah Glen. "Maksudnya?"

"Lo pernah pacaran sama dia? Atau seenggaknya kalian saling suka? Soalnya, gue lihat. Di mata kalian berdua kayak ada perasaan yang lebih dari temen," sahut Glen.

"Apa, sih, Bang? Lo mulai gak jelas. Udahlah, ayo buruan jalan. Ntar gue telat syutting lagi." Falri mengelak dengan praduga yang dilontarkan Glen. Meskipun apa yang dilontarkan Glen tadi, memang benar adanya. Bahkan kejadian yang terjadi lebih dari itu.

Glen mendengus kesal. Tetapi Glen tidak luput mengikut langkah Falri yang mendahuluinya. Glen terus mengoceh ria, berbicara hal ini dan hal itu. Sebagai seorang aktor yang baik, Falri hanya bisa diam dan mendengarkan. Ocehan Glen serasa senandung lagu. Meskipun suaranya agak-agak gimana gitu.

Mereka berdua sudah sampai di parkiran mobil. Glen dan Falri segera mendekati mobil yang sudah tertata rapi di parkiran. Saat sesudah menemukan mobil, mereka berdua segera memasuki mobil. Tetap seperti biasanya, Glen duduk di kursi pengemudi. Sedangkan, Falri duduk di kursi penumpang tepat di samping Glen.

***

Falri keluar dari mobil terlebih dahulu. Mereka berdua sudah sampai di lokasi syutting, lebih tepatnya berada di sebuah danau. Kalau tidak salah ingat, hari ini ada take di danau. Sepertinya scene yang akan dilakukan merupakan scene baper. Karena sudah ada perahu kecil di pinggir danau.

Falri segera duduk di kursi yang disediakan khusus untuk para aktor/aktris yang memerankan karakter film. Falri sudah memegang selembar kertas berisi dialog dan scene yang nanti akan diperankan. Sesekali Falri meminum segelas es teh yang tadi diberikan.

"Falri!"

"Falri!"

Teriakan berkali-kali memanggil Falri. Tidak hanya seorang yang memanggilnya, tetapi belasan orang. Mereka semua masing-masing membawa sebuah mic dan kamera penyorot.

Falri mendesis pelan. Pasti sebentar lagi, mulutnya akan berbusa. Lihat saja, nanti!

"Falri! Falri!"

Begitu teriakan seiring gerombolan para wartawan bercampur penggemar kepo menghampiri Falri. Falri menampilkan senyum hangatnya. Meskipun sedikit dipaksakan, Falri tetap keren dan kece badai!

"Falri, kita mau klarifikasi, dong!"

"Iya, Falri! Berita itu benar, nggak?"

"Teman-teman sekalian, yuk duduk dulu. Walaupun di atas rumput bukan di sofa empuk, nggak papa, ya. Aku bakal klarifikasi semua hal yang menyangkut aku, kok. Tapi duduk, ya. Jangan ada yang terlalu berkoar-koar. Oke?" Falri mencoba mengalihkan kebisingan. "Ingat, di sini lokasi syutting bukan apartemen."

Seluruh orang yang mengitari Falri hanya diam setuju. Saat Falri mengambil posisi dudu di atas rumput pun, mereka mengikut gerakan Falri. Seperti saat ini, seperti bukan orang yang ingin berbincang alias wawancara berita. Melainkan kumpul-kumpul bareng temen. Cuma satu yang kurang, gak ada kopi. HAHA!

"So? Tanya satu-satu, ya," kata Falri yang diangguki oleh mereka.

"Hm ... dari paling kanan, deh."

Mereka pun mengangguk. Seorang wartawan yang berada di ujung kanan pun segera ambil posisi. Dia dan beberapa rekan lainnya, langsung menyodorkan mic ke hadapan Falri.

"Kak, apa benar kakak itu punya dua gebetan sekaligus?" tanya wartawan pertama.

Falri menggeleng singkat. "Mereka teman saya. Bukan siapa-siapa."

"Terus kenapa kalian bertemu di kafe secara bergantian?" tanya lagi, dari seorang wartawan kedua.

"Kita ada sedikit perbincangan. Jadi, kita ketemuan bergantian dalam waktu dekat. Nggak ada yang dilebih-lebihkan."

"Apa mereka teman lama atau baru, Kak?" tanya seorang wartawan ketiga.

Falri tersenyum tipis. "Cukup lama. Bisa dibilang gitu, sih."

Maaf, Kak Fani dan Jeslyn. Gue terpaksa harus bohong perihal kalian. Demi image gue. 

"Kak Falri lagi dekat sama siapa, dong? Kalau bukan mereka berdua." Wartawan keempat mulai angkat pertanyaan.

Falri terkekeh pelan. "Saya nggak lagi ada hubungan spesial dengan gadis siapa pun. Saya lagi pingin fokus dengan karir dan pendidikan saya yang sempat tertunda."

Memang, sih, tahun ajaran pertama kelas sepuluh SMA, Falri terpaksa tidak ikut belajar. Jadi, dia ketertinggalan selama setahun. Maka dari itu dia memutuskan untuk homescholling setelah setahub berlalu.

"Kasih tau kita dong, Kak! Apa saja tipe-tipe gadis pujaan seorang Kak Falri?"

"Nggak ada yang terlalu spesifik untuk tipe. Saya memang tipekal lelaki yang pemilih alias tidak sembarang memacari atau menyukai seorang gadis. Lagi pula yang terpenting bagi saya adalah perempuan yang berakhlak baik dan apa adanya." Falri mengucapkan itu dengan senyuman manis. Manis seperti gulali, tetapi kejadian masa lalunya -- eh!

"Kak, mau tanya dong! Kakak kapan punya niat pacaran gitu? Kali-kali aja ada yang mau memantaskan diri," ujar wartawan keenam.

Falri tertawa singkat. "Kalau itu, biar waktu yang menjawab. Saya juga pingin punya cewek yang jadi dirinya sendiri aja, sih. Sesimple itu."

"Kak Falri, udah pernah pacaran belum?"

Falri tersentak halus. Dia berusaha menutupi kegugupan dengan senyum tipis. "Alhamdulillah ..., sampai saat ini saya masih ingin menjadi lelaki jomlo, hehe."

maafin gue, Jes!

Dan pertanyaan lainnya masih terlontar. Dengan wajah senang dan hati mengkerut kesal, Falri menjawab satu per satu pertanyaan. Demi aleks, eh nggak! Demi karir, apa sih yang nggak dilakukan Falri? Sampai mulut berbusa sekalipun, Falri tetap rela, kok. Asal nggak ada yang nyebar gosip perihal masa lalunya.



***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status