Share

Bab 7 Selalu Ada Untukmu

Charlie memperhatikan foto tersebut. Ia menelisik detailnya dengan saksama.

Foto itu adalah foto Ran dan Charlie yang tidur di kamar hotel. Foto itulah yang menjadi alasan mengapa papanya Ran sampai datang ke hotel, hingga membuat mereka berdua berakhir dengan pernikahan tanpa rencana.

“Lie, dia mengancam akan menyebarkannya. Kalau sampai itu terjadi …?” Ran menatap  ke arah Charlie dengan rasa takut yang melingkupinya. Sungguh, Ran benar-benar sangat takut kali ini. Ia tidak ingin reputasi baiknya hancur karena sebuah foto yang entah siapa mengambil gambar tersebut.

Di dalam foto itu tidak terlihat jelas wajahnya Charlie, hanya wajahnya Ran yang terlihat jelas.

“Jangan khawatir, kita pasti bisa menyelesaikan masalah ini, Ran.” Charlie membawa Ran ke dalam dekapannya. Ran meluapkan air matanya di dada bidang Charlie.

Dengan sentuhan yang lembut yang diberikan oleh Charlie pada punggungnya membuat tangis Ran mereda. “Aku nggak mau dipermalukan, Lie,” ungkapnya sambil mendongakkan kepala.

“Tidak akan ada yang bisa mempermalukan istriku,” ujar Charlie meyakinkan.

Ran memasang wajah cemberut. “Pernikahan kita hanya karena terpaksa, jangan sebut aku dengan kata istri seperti itu,” ketus Ran.

Charlie terkekeh. “Siapa bilang pernikahan kita terpaksa? Aku melakukan ijab kabul dengan sukarela, bahkan sangat rela untuk menyerahkan diriku menjadi milikmu, Ran.”

“Itu ‘kan kamu, aku mah terpaksa menikah sama orang yang udah tua,” ujar Ran dengan mengaitkan umurnya Charlie.

Umur mereka terpaut 10 tahun. Charlie sekarang berusia 29 tahun, sedangkan Ran masih 19 tahun. Jadi, wajar kalau Ran mengatakan ia menikah dengan orang yang sudah tua.

“Terpaksa menikah, tapi masih nyaman di dalam pelukanku,” sindir Charlie membuat Ran terasadar kalau dirinya masih dalam pelukan Charlie. Dengan segera ia berusaha lepas, tetapi tangan Charlie yang kekar itu mengunci tubuhnya hingga tidak bisa lepas.

“Lepas, Lie!”

“Nggak!” tolak Charlie.

“Lepasin!”

“Ran, kalau kamu mau aku lepasin, kamu jangan batalkan perjanjian kita dan jangan ceritakan tentang aku yang mau menikah denganmu itu kepada papamu,” ujar Charlie membuat Ran mengerjap-ngerjapkan matanya.

“Kamu kenapa? Kelilipan?” tanya Charlie melihat reaksi Ran yang aneh.

“Nggak kok. Cuma merasa kalau kamu takut kita akan berpisah setelah aku menceritakannya pada Papa. Benarkan kamu takut kita cerai?”

Charlie diam, tidak memberikan jawaban.

“Kalau aku bilang aku sangat ingin berce—”

“Ran, aku nggak akan menceraikan kamu. Aku nggak bisa melihat kamu berada dalam bahaya lagi. Jika aku bisa bersama denganmu setiap hari, aku akan melindungimu meski itu mempertaruhkan nyawaku sendiri. Aku bersedia melakukan apa pun untukmu asal jangan pernah meminta pisah denganku!”

Ran tidak menyangka dengan kata-kata yang Charlie lontarkan. Matanya menatap lekat wajah Charlie dan sesuatu yang aneh ia rasakan pada dadanya. Detak jantungnya berdetak cepat dan perasaannya menjadi tidak karuan.

“Di rumah kamu adalah istriku dan di luar kamu tetap jadi dirimu yang dulu. Aku tidak akan melarang kamu bertemu dengan teman-temanmu, tetapi batasi hubungan dengan laki-laki lain untuk hal yang tidak perlu,” ujar Charlie, lalu melepaskan Ran. Pria itu kembali masuk ke kamar mandi dan lanjut untuk mandi.

***

Ran berdiri di balkon sambil merenungi kata-kata yang Charlie katakan. Terlebih lagi, yang ia khawatirkan adalah orang yang mengirimkan foto padanya itu, cepat atau lambat akan membuat foto tersebut viral.

Pada saat foto itu viral, hancur sudah reputasi baik Ran. Yang lebih ia takutkan adalah membuat malu papa dan kakaknya.

“Argh!” Ran sangat kesal. Ia tidak terima dengan hal ini. Andai saja ia bisa menghentikannya. Namun, ia tidak tahu siapa pelakunya.

Ran berbalik kembali masuk ke dalam. Saat bersamaan, Charlie juga keluar dari kamar mandi.

Ran melihat Charlie sekilas, tetapi ia segera palingkan wajah ke arah lain.

Saat Charlie pergi menuju lemari pakaian, Ran melihat punggung Charlie penuh dengan bekas pukulan. Matanya membulat seperti ingin melompat dari tempatnya. Mulutnya juga menganga karena tidak percaya.

Segera Ran berlari mengejar Charlie. “Punggungmu kenapa?” tanyanya dengan nada bergetar. Melihat punggung yang terluka sangat parah itu, membuat Ran merasa tidak sanggup. Pasti sangat sakit, pikirnya.

“Tidak apa-apa,” ujar Charlie. Padahal tadi Charlie keluar tanpa berpakain, tetapi Ran tidak memperhatikannya.

Ran sangat ingat, sebelumnya punggung Charlie masih mulus-mulus saja saat ia terbangun di kamar hotel. Punggung itu bersih dan tidak ada bekas luka sama sekali. Lantas, kenapa sekarang ada bekas pukulan seperti itu?

Ran menarik tangan Charlie lalu menyuruh pria itu duduk di tempat tidur. Bergegas Ran mengambilkan kotak obat dan mencari salep untuk menyembuhkan luka.

Saat akan mengoleskannya, Ran memicingkan mata karena terbayang ini pasti sangat sakit.

“Kalau sakit bilang, ya.”

“Hmm, iya,”

Ran pun mulai mengolesi. Dengan sangat lembut dan hati-hati ia mengobati lukanya Charlie.

Charlie merasa senang karena Ran masih memedulikan dirinya. Hatinya merasa hangat saat sentuhan Ran terasa dikulitnya.

Sama sekali ia tidak merasakan sakit, tetapi malah merasa kalau tangan Ran adalah penyembuh untuk lukanya.

“Sudah selesai,” ujar Ran lalu duduk di samping Charlie.

“Terima kasih, Ran,” ucap Charlie disertai senyum.

“Kenapa bisa seperti ini?” tanya Ran ingin tahu.

“Tidak apa-apa. Jangan dipikirkan, ya!”  Charlie mengacak puncak kepala Ran.

Ran menggeleng. “Kamu harus cerita, Lie.”

Charlie menatap lekat kedua bola mata Ran. “Kamu peduli padaku lagi, Ran?”

“Nggak!” sanggah Ran cepat. Namun, matanya tidak bisa berbohong. Ia melihat ke arah lain karena tidak jujur menjawab pertanyaan Charlie. Ia sendiri juga bingung kenapa sampai peduli. Ah, mungkin itu karena perasaannya sebagai seorang manusia. Sebagai manusia ia tentu punya rasa kemanusiaan.

Charlie menarik dagu Ran. “Kamu yakin tidak peduli padaku? Kamu bukan sekali mengkhawatirkan aku, Ran.”

“Kepedulianku hanyalah sebagai bentuk rasa kemanusiaan, bukan … karena yang lain.”

Ran bergegas pergi menuju lemari pakaian. Ia mengeluarkan pakaian serta handuk.

Charlie masih duduk di sana. Ia memperhatikan apa yang Ran lakukan.

Ran tidak peduli, ia hanya ingin cepat-cepat pergi untuk menghindar dari Charlie. Ia pergi menuju kamar mandi.

***

Ran sudah selesai mandi. Ia keluar dari kamar mandi dan melihat kamar itu kosong.

“Ke mana Lie?” batinnya bertanya.

“Ran! Kenapa juga lo tanyain dia ada di mana!” ketusnya sambil menepuk jidatnya sendiri. Di saat yang bersamaan Charlie masuk ke dalam kamar.

“Ran,” panggil Charlie.

“Apa?”

“Ada petunjuk tentang orang yang menjebak kamu. Ini,” ucap Charlie memperlihatkan gambar yang ada di ponselnya.

Ran memelototkan matanya. “Itu … Joan!” teriaknya.

“Iya, dia yang membawa kamu ke hotel. Aku menyelamatkanmu dari dia,” terang Charlie.

“Terus dia udah ketangkap?” tanya Ran.

“Belum. Polisi tidak bisa melacak keberadaannya. Di rumahnya pun tidak ada yang tahu anak itu ke mana. Katanya Joan tidak pernah pulang semenjak tamat dari SMA, bahkan mereka sangat kaget ketika mendengar kasus anaknya yang ingin melakukan hal tidak senonoh padamu, Ran.”

Ran terhenyak mendengar penjelasan Charlie. Ia ingat kalau dirinya diantar oleh Joan untuk pulang, tetapi Joan tidak tahu di mana rumahnya dan lebih parahnya ia tidak sadarkan diri sebelum menyebutkan alamat rumahnya di mana.

Ran menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Tidak terbayang bagaimana nasib hidupnya ke depan. Sangat kacau!

“Ran, kamu nggak apa-apa?” tanya Charlie sambil berjongkok di depannya.

Ran menggeleng pelan. Ia menangis. Ia menjadi gadis rapuh seperti tujuh tahun yang lalu. Ia bukan Ran yang tegar dan bisa mengatasi setiap masalahnya.

Charlie berdiri lalu memeluk tubuh Ran. “Semua akan selesai, Ran. Kamu harus percaya padaku, aku akan menyelesaikan semua ini.”

“Huaa!” teriak Ran menangis keras.

“Kenapa Ran?” tanya Charlie tidak paham. Ia sudah berusaha menenangkan.

“Aku hancur, Lie. Sangat memalukan!”

“Nggak, Ran! Kamu nggak hancur, juga sama sekali nggak memalukan.”

“Kalau semuanya terbongkar dan orang-orang tahu, pasti akan menghinaku, Lie. Siapa juga mau dengan orang seperti aku ini,” ucap Ran merasa miris terhadap dirinya.

Charlie berusaha menyamakan posisinya dengan Ran. Dilepaskannya kedua tangan yang menutupi wajah cantik itu.

“Lihat aku! Tidak peduli apa yang terjadi, mau orang-orang menghina atau menjauhimu, aku akan selalu ada di sisimu, Ran. Aku akan menjadi tamengmu setiap kali kamu menghadapi bahaya,” ujar Charlie sambil mengusap air mata di pipi Ran.

***

Bersambung—

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status